Bab 3 (Revisi)

10 3 0
                                    

Happy reading!!
-
-
-

***


Cklek

Tubuh mungil Ayleen mulai memasuki rumah. Udara dingin yang menusuk kulit mulai tergantikan dengan kehangatan di dalam rumah. Ia melengokkan kepalanya mencari keberadaan orang tuanya, tapi sepertinya mereka sudah tidur.

Berhubung ini sudah pukul 12.30 malam, mata Ayleen sudah sangat mengantuk. Sejak tadi ia menemani Arsen hingga pemuda itu tidur. Untung saja Ayleen tidak ketiduran di rumah pemuda itu.

"Ay."

Saat kakinya hendak menapaki tangga pertama, suara seseorang terdengar memanggilnya. Gadis itu menoleh, dan mendapati sang ayah keluar dari kamarnya.

"Sini," Ayleen mengikuti Arfan hingga keduanya duduk di sofa depan tv. Wajah ayahnya terlihat sudah sangat mengantuk, tapi apa yang membuatnya terbangun? Apakah ada sesuatu yang ingin ia bicarakan?

"Kenapa, Yah?"

Sebelum bicara, Arfan menghela nafas dan membenarkan posisi kacamatanya. "Ayah udah nggak tega lagi lihat Arsen diperlakukan seperti itu sama ayahnya. Kamu tahu sendiri 'kan, Arsen dapat perlakuan buruk dari om Reno semenjak mereka punya Niko?"

"Iya, Yah. Ay juga kasihan sama Arsen. Tapi mau gimana lagi, kita nggak berhak ikut campur lebih jauh." Ayleen menyandarkan kepalanya pada dada bidang sang ayah.

Arfan mengusap puncak kepala Ayleen dan mengecup keningnya sekilas. Suara hembusan nafas berat terdengar di telinga gadis itu. Namun keduanya hanya diam, hening tak berbicara. Ayleen tahu, ayahnya pasti sangat khawatir dengan keadaan Arsen, tapi apa yang bisa mereka lakukan?

"Arsen selalu cerita sama kamu 'kan?"

Ayleen mengangguk, "Iya, setiap ada yang terjadi, Arsen pasti cerita sama aku."

"Ayah mohon sama kamu, jangan sampai kamu sama Arsen pisah ya? Ayah lihat kayaknya Arsen cuman bisa cerita sama kamu soal masalahnya. Kalau nggak sama kamu, dia nggak akan cerita sama siapa-siapa. Kamu tau sendiri, Ay. Arsen anaknya tertutup sekali."

Dalam hati Ayleen, hal seperti ini sudah ia ikrarkan pada dirinya sendiri. Mau bagaimana pun keadaannya, Ayleen tidak akan pernah meninggalkan Arsen. Karena ia tahu, Arsen sudah menganggapnya sebagai rumah kedua. Dan tidak mungkin seseorang bisa hidup tanpa rumah.

"Ay janji, Yah. Ay akan selalu ada di samping Arsen."

Arfan tersenyum, lalu mengecup pipi Ayleen cukup lama. Mencurahkan segala kasih sayangnya kepada sang putri. "Makasih, sayang. Arsen udah ayah anggap sebagai anak sendiri. Dan nggak ada ayah yang nggak sayang sama putranya."

Ayleen tersenyum. Ayahnya begitu menyayangi Arsen. Wajar saja, itu karena Arfan hanya memiliki satu anak perempuan. Jadi sejak kecil, Arsen yang selalu diajarkan bermain bola, dan permainan anak laki-laki yang lain.

Meski begitu, Arfan juga sangat menyayangi Ayleen. Bukan berarti ia tidak ingin memiliki anak perempuan. Baginya, laki-laki maupun perempuan sama saja, yang terpenting seberapa bermanfaat mereka untuk orang lain.

Karena kasih sayang yang sama itulah, Ayleen dan Arsen tak dapat dipisahkan. Mereka sudah seperti saudara kandung. Dimana ada Arsen, pasti ada Ayleen.

Why Friend?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang