O8. Informasi

41 9 2
                                    

Helen masih belum mendapat jawaban meski mereka sudah bertatap-tatapan cukup lama. Karena situasi mendadak jadi canggung dan aneh, gadis itu mencoba tersenyum untuk mencairkan sedikit suasana.

“Ah ... Anak-anak ini mengacau di tempat kerjaku. Jadi, aku menyusul agar bisa memberi mereka pelajaran.” Jelas Helen. “Tapi ternyata kau sudah ...” Dia seakan ragu ingin menyelesaikan perkataannya.

Sunghoon bergeser sedikit dari tubuh-tubuh yang tergeletak tak sadarkan diri di tanah. Sambil menegakkan kepala, dia cukup kagum dengan keberanian Helen.

Merasa ucapannya tak kunjung dijawab, Helen memerhatikan wajah Sunghoon lebih lekat. Berdasarkan pengamatannya, laki-laki itu terluka di bagian dahi, serta ada memar di tulang pipi sebelah kiri. “Wajahmu memar. Kemarilah, ikut aku! Aku belikan obat di apotik.” Katanya lalu meraih tangan Sunghoon namun laki-laki itu langsung menariknya.

Helen tentu saja kaget. Dilihat dari sorot mata Sunghoon, dia terlihat seperti marah. Apa mungkin Sunghoon tidak suka karena tangannya ditarik tanpa ijin? Tapi jika dipikir-pikir lagi, kenapa juga Helen melakukannya? Yah, siapa yang tahu kalau dia akan reflek berbuat seperti itu, ‘kan?

“Oh ... Maaf! Aku tidak bermaksud—” Helen buru-buru meminta maaf setelah melihat reaksi tak menyenangkan dari Sunghoon. Namun ternyata yang terjadi tidaklah demikian. Ketika Helen perhatikan arah pandangan mata Sunghoon, keduanya tertuju ke pergelangan tangan kiri yang luka.

“Tanganmu ...” Helen belum sempat selesai bicara. Sunghoon menyadari bahwa sedari tadi gadis di depannya ini memperhatikan, maka dia pun langsung menyembunyikan tangannya yang luka. “Tidak apa-apa. Sebaiknya kau pulang. Tidak baik perempuan ada di tempat sepi sendirian.” Katanya.

Kaki Sunghoon bahkan baru berjalan sekitar dua langkah, namun Helen segera menghentikan dengan menarik bagian belakang seragam sekolah yang bersangkutan. “Jangan dibiarkan, nanti bisa infeksi. Sudahlah, ikut aku sebentar saja.” Tiba-tiba Helen menarik paksa Sunghoon seperti sedang membawa anak kucing.

Sunghoon membelalakkan mata usai menyadari kerah bajunya ditarik paksa. Seharusnya dia marah diperlakukan begini, tapi tidak tahu kenapa kali ini dia tak bisa marah.

.
.
.

Tuk

“Sudah selesai.” Helen menutup botol cairan antiseptik usai membalut luka bakar di tangan Sunghoon dan menempelkan handsaplast di dahinya. “Anggap saja sebagai tanda terima kasih karena kau sudah membantu memberi orang-orang itu pelajaran.” Ucap Helen diakhiri senyum lebar di bibirnya.

Sunghoon memang sedang tidak ada mood untuk bicara, oleh karena itu dia hanya diam menanggapi ucapan Helen.

Sruk

Sunghoon tiba-tiba berdiri dari kursi sembari melempar uang ke atas meja supermarket—tempat di mana Helen mengobatinya. Menanggapi perbuatan Sunghoon, Helen mendongak tak mengerti. Yang ditatap heran justru melempar pandangan dingin.

“Untuk biaya obatnya.” Sunghoon menjawab Helen meskipun si perempuan tidak bertanya secara gamblang. Setelah berkata demikian, Sunghoon berlalu pergi bahkan tanpa mengucap kalimat pamit sama sekali.

Jujur saja, Helen kesal dengan kelakuan Sunghoon. Tapi dia hanya membiarkan laki-laki itu pergi dengan dalih bahwa mereka belum saling mengenal. Yah, seperti menganggap pertemuan ini sebagai yang pertama dan terakhir. Toh, mereka pasti tidak akan bertemu lagi.

“Kenapa anak SMA jaman sekarang sangat aneh,” Helen menyandarkan punggungnya pada kursi. “Sial! Aku kan juga anak SMA?!” Monolog Helen pada diri sendiri.

+×+

Srak

“Itu adalah foto yang kami ambil hari ini, Tuan.”

Mata yang semula terpejam tampak membuka kembali. Di ruang tamu rumah utama keluarga Park, Jay yang mendengar perkataan pesuruhnya pun segera menegakkan tubuh. Dia ambil hasil kerja dari orang tersebut. Sebuah amplop coklat berisi beberapa foto diletakkan di atas meja.

Jay membuka amplop itu lalu mengamati satu persatu foto yang ada di sana. Tepat di sebelahnya, Rachel ikut melihat ke arah foto-foto tersebut sambil meneguk minuman di tangan.

“Tunggu!” Mendadak Rachel menyuruh Jay berhenti. Ketika tangan pacarnya hendak menaruh foto yang sedang dilihat, Rachel menyadari sesuatu. “Hah ... Dia lagi ...” Rachel tertawa miring, membuat Jay yang mendengar jadi melirik bingung padanya. “Siapa?”

“Perempuan ini—dia yang kuceritakan dua hari lalu. Cho Helen.”

Jay masih tidak mengerti, karena jujur saja dia tidak mendengarkan ketika Rachel bercerita. “Cho Helen?”

“Aku ingin menghajar dia dan adiknya karena Seol In minta tolong padaku. Tapi siapa sangka dia berhasil membalas,” Rachel meletakkan gelas di tangannya ke atas meja. “Lalu orang ini datang. Hah ... Aku jadi semakin ingin bermain-main dengannya.” Lanjut Rachel.

Jay terdiam sejenak mencerna ucapan Rachel. Rasanya seperti semua ini saling terhubung. Beralih dari foto di tangannya, Jay mendongak pada pria berjas hitam yang tadi memberikan amplop foto itu. “Apa saja yang kau temukan tentangnya?”

“Benar dia adalah murid baru di SMA Taerang. Namanya Kai Kamal Huening, pindahan dari Hawai sekitar pertengahan tahun lalu. Dia sering ikut pertandingan tinju di xxxx. Kabarnya, dia adalah siswa terkuat di sana tahun ini.”

Sontak Jay tertawa puas mendengarnya. “Oh ... Kebetulan sekali.”

“Bermarga Huening. Jadi, perkiraanku tidak salah, ‘kan?” Sahut Rachel. Dia tersenyum bangga. “Apakah mereka dekat?” Gadis itu bergumam ketika memandangi foto di mana Hueningkai dan Helen terlihat seperti sedang mengobrol di lobi SMA Taerang.

Usai diberikan isyarat melalui tangan oleh Jay, pria berjas tadi pun membungkukkan badan dan pamit pergi. Bersamaan dengan itu, tiba-tiba muncul sebuah ide di kepalanya. “Haruskan aku ikut pertandingan tinju melawannya?” Suaranya terdengar pelan namun masih bisa didengar oleh Rachel.

“Apa? Kau mau tanding tinju? Dengan dia?” Gadis itu menunjuk foto Hueningkai yang ditaruh di atas meja.

“Bukankah akan seru?”
























To be continue
ෆ Duality : The Revenge ෆ

Duality : The Revenge [Hueningkai]Where stories live. Discover now