11. Pulanglah Anak Kesayangan

51 10 7
                                    

Plak!

“Kenapa kau biarkan dia pergi?! Jangan diam saja! Jawab aku!”

Wajah Jay seketika berpaling usai Rachel menamparnya dengan keras. Gadis itu marah karena Jay membiarkan Helen pergi semalam tanpa memberi pelajaran padahal besar kesempatan bagi mereka untuk membuatnya tekuk lutut. Apalagi Helen hanya seorang diri sedangkan mereka ada enam orang.

Jay dapat merasakan pipinya yang memanas secara perlahan. Meski begitu dia masih menahan diri agar tak berbuat kasar pada Rachel walau kini Jay sangat ingin memukul mulutnya. Jay menoleh lagi, memfokuskan pandangan ke arah Rachel yang sekarang masih emosi dengan napas terengah tak beraturan.

“Beraninya kau menamparku.” Lirih Jay. Ucapannya pelan tapi masih bisa didengar oleh si lawan bicara.

“Apa katamu?!” Suara Rachel meninggi.

Grep!

Mendengar mulut Rachel yang tak kunjung diam, Jay merasa kesabarannya sudah habis. Bagaimana bisa dia tahan ketika Rachel marah-marah sambil berteriak? Bukan hanya telah merusak mood Jay karena Rachel menampar laki-laki itu, namun telinga Jay pun sakit dan rasanya sudah tak sanggup mendengar apapun celotehan Rachel.

Jay tiba-tiba mencengkram kedua lengan Rachel. Akibatnya yang bersangkutan pun tidak bisa pergi ke mana-mana selain hanya memandang kaget si pelaku. “Selama ini aku sudah cukup bersabar dengan tingkahmu. Tapi lama-lama kau kurang ajar juga.” Jay berterus terang.

Rachel memasang wajah heran sekaligus tak percaya. Sejak kapan pacarnya jadi berani berkata seperti itu? Seolah bukan Jay yang dia kenal selama ini atau memang Rachel yang tak pernah mengenalnya.

“Ingatlah kau hanya perempuan yang numpang berlindung di balik punggungku. Jangan sampai bersikap di luar batas.” Gumam Jay. Suaranya pelan namun penuh penekanan. Ditambah tatapan tajam yang kini dia tujukan pada Rachel. Seperti predator yang siap memangsa buruannya—dingin dan menusuk.

Jay melepas cengkraman tangannya lalu mundur sedikit dari tubuh Rachel. “Mulai sekarang kita sudah tidak pacaran. Aku tidak peduli lagi mau kakakmu ketua Potasium atau alumni SMA Gahnam. Aku muak berpura-pura terus.” Laki-laki itu berbalik.

Masih di tempatnya, Rachel tampak membelalakkan mata ketika perkataan Jay berhasil mengundang banyak pertanyaan di benak. “Berpura-pura? Jadi ... Selama ini kita pacaran, kau hanya berpura-pura menyukaiku?” Tanyanya tak menyangka.

Jay menoleh lagi ke belakang. Di saat itu pula dia mendapati mata Rachel yang sudah berkaca-kaca seperti menahan air mata. “Benar. Aku hanya pura-pura. Aku tidak pernah menyukaimu, sekalipun.” Dia membalas sebelum akhirnya pergi meninggalkan Rachel yang masih belum bisa menerima jawaban tersebut.

“Jay!” Panggil Rachel berusaha menghentikan langkah Jay namun yang dipanggil tidak peduli. “JAY!! Park Jong Seok!!! HAARRHHH!!!” Kesalnya tanpa sadar meneteskan air mata.

+×+

22.01

Sluurrrpp

Helen mengunyah mie yang baru saja dihisapnya dengan sedikit terburu-buru. Meski sekarang masih terhitung waktu bekerja, tapi perut Helen sudah sangat lapar. Berhubung supermarket sedang sepi, maka dia gunakan waktu itu untuk makan sebentar. Saat jam menunjukkan pukul setengah sebelas malam nanti, dia harus pergi ke rumah Hueningkai untuk pindah tempat tinggal. Yah ... Helen pikir ide tinggal di rumah laki-laki itu tidak buruk. Lagipula rumah Hueningkai besar dan mewah, jika ditambah Helen dan adiknya tinggal di sana juga tidak akan membuat rumah itu sesak.

Sruk

Seseorang baru saja duduk pada kursi di depan Helen. Berhasil membuat kepalanya jadi mendongak dan matanya menatap ke arah sumber suara. Ekspresi Helen seketika berubah kala melihat pelaku yang telah mengusik nikmat waktu makannya.

“Melihat kau bekerja saat sekolah seperti ini sudah cukup menjelaskan bagaimana kondisi ekonomimu.” Celetuk Jay tak memedulikan tatapan kesal Helen padanya sekarang. Kedua tangan yang dilipat di depan dada dan punggung yang  bersandar pada kursi, laki-laki itu justru terlihat sangat serius saat mengamati Helen.

Entah sudah kali ke berapa dalam minggu ini kehidupan tenang Helen diusik oleh beberapa anak orang kaya sok superior yang benar-benar membuatnya merasa ingin muntah.

Brak!

Helen meletakkan sumpit mie instan kemasan di tangannya dengan kasar. Mengakibatkan timbul suara seperti gebrakan meja yang sempat membuat Jay mengedipkan mata kaget.

“Sudah kubilang jangan muncul di depan wajahku, brengsek!” Ujar Helen. Dia sekuat tenaga menahan agar tidak memaki.

“Yah ... Sayang sekali, tapi aku tidak mau. Lagipula aku memang tidak ingin mengganggumu,” balasan Jay yang begitu pun sukses mengubah raut wajah Helen. Entah kenapa sikapnya juga agak berbeda, Helen heran.

“Lalu kau mau apa menemuiku?” Tanya Helen, matanya menatap penuh selidik.

“Menontonmu makan?” Jay malah balik bertanya.

Helen terlihat memutar matanya malas lalu mendengus kesal. “Sebaiknya kau pergi.” Usirnya dan berusaha tidak peduli pada Jay. Karena mie instan milik Helen masih belum habis, dia pun memilih untuk melanjutkan makan saja.

“Kau cantik jika dilihat lebih lama.” Goda Jay sampai Helen hampir tersedak kuah mie.

“Kau gila, ya?” Seru gadis itu heran. Apa-apaan orang di depannya ini mendadak berubah seperti tengah kerasukan.

“Benar, kok. Aku tidak bohong.”

“Persetan denganmu!”

“Kau tidak percaya?”

“CUKUP! Dengar, ya? Aku tidak peduli apa yang sedang kau rencanakan, tapi ucapanmu sangat menggelikan. Pergi dari sini sekarang!” Usir Helen sekali lagi.

Tapi tentu saja tak diindahi oleh Jay. “Tidak mau.”

Merasa semakin kesal, Helen pun memilih mengalah. “Oke. Kalau kau tidak mau pergi, biar aku saja yang pergi.” Dia berdiri sambil membawa wadah mie instan untuk dibuang ke tempat sampah.

Menanggapi reaksi Helen yang sangat acuh, Jay merasa semakin tertarik rasanya. Seolah telah menemukan perempuan berbeda dari yang lain, Helen adalah perempuan itu. “Cho Helen! Jangan begini ... Kau membuatku semakin menyukaimu.” Katanya yang lebih seperti terdengar menggoda dan juga serius.

Helen mendelik seketika saat ucapan itu keluar dari mulut Jay. Apa-apaan buaya satu ini? Dia membatin dalam hati. Apalagi ditambah melihat senyum miring di bibir Jay sekarang. “Pulanglah ... Sebelum kau dicari ayahmu.” Cibir Helen. Secara tidak langsung dia mengatai Jay bocah karena kalimat ‘sebelum kau dicari ayahmu’ merujuk pada arti anak kesayangan yang tidak boleh keluar sampai larut malam.

Helen masuk kembali ke supermarket untuk melakukan sisa pekerjaannya sebelum pulang. Sedangkan masih di tempatnya berada, Jay tampak tertawa kecil menanggapi ejekan Helen tadi. “Haahh ... Baiklah, kau menang.” Kata Jay sembari menatap Helen yang sedang menata barang-barang di dalam supermarket dari arah tempatnya duduk.

































To be continue
ෆ Duality : The Revenge ෆ

Duality : The Revenge [Hueningkai]Where stories live. Discover now