8

21.2K 2.1K 21
                                    


Selamat membaca!!!

Jangan lupa votmennya biar semangat updatednya 🔥

“Brengsek jangan sentuh tubuhku.”

Reymond mengumpat seraya mendorong  pelan bahu lelaki bersurai hitam dihadapannya, dorongan Reymond begitu pelan sampai-sampai itu tidak bisa disebut sebagai sebuah dorongan kasar. Dilihat dari posisi lelaki bersurai hitam itu yang tak bergeming sedikitpun.

“Berhenti, berhenti, ulangi lagi.” teriak Rayta keras pada kedua lelaki di depannya.

Reymond dan Edwin sama-sama menghela napas lelah. Jika ini syuting film bisa dikatakan bahwa ini sudah take kelima belas kalinya mereka salah melakukan adegan dalam naskah drama.

“Apa Kakak bisa beristirahat sebentar Rayta?”

Alis Rayta terangkat sebelah, gadis itu menatap lekat Reymond dan Edwin yang terlihat kelelahan. Ia jadi merasa bersalah sekarang karena memaksa Reymond untuk melakukan beberapa adegan yang menurut Rayta cukup menguras tenaga.

“Baiklah latihan untuk menjadi seorang penjahat kita lanjutkan besok.” ucap Rayta seraya berjalan mendekati kedua lelaki itu dan memberikan dua botol minuman yang sejak tadi ia pegang.

“Nona peri.”

Lagi-lagi Tundra, Rayta berpikir kenapa lelaki itu bisa dengan mudah menemukan keberadaanya. Padahal Rayta dengan susah payah mencari tempat persembunyian yang tidak semua orang tahu di sekolah ini.

“Ah, jam istirahat sudah hampir habis. Sebaiknya kita segera pergi ke kelas.” ucap Rayta nyaring dan mendorong kasar tubuh kedua lelaki itu agar berjalan menuju pintu kedua gedung ekskul teater yang sudah tak terpakai itu.

“Nona peri kenapa pergi terburu-buru?”tanya Tundra memelas yang sudah berhasil menyusul langkah ketiga orang itu.

“Menjauh dari nona muda.”

Edwin kini sudah berdiri di hadapan Rayta menjadi tameng dengan sepasang netra ungunya yang menatap tajam lelaki dihadapannya.

Raut wajah Tundra berubah datar saat melihat  Edwin. Namun, hanya sekilas sebelum ia kembali mengulas senyuman ramah. Tentunya hal itu tak luput dari perhatian Edwin.

  “Rubah licik.” Edwin membatin waspada.

“Galak sekali, aku hanya ingin memperlihatkan potongan rambut baruku pada Nona peri dan Reymond.”

Rayta yang mendengar perkataan Tundra kemudian sedikit mengintip penampilan Tundra dari balik punggung tegap Edwin. Benar saja sekarang potongan rambut Tundra menjadi lebih pendek dengan model potongan rambut manly dia tidak terlihat seperti sebelumnya yang  cantik––– nyaris seperti seorang perempuan.

“Nona peri bagaimana bukankah aku terlihat semakin tampan?” kata Tundra seraya berpose dengan satu tangan di bawah dagu.

“Ugh....” Rayta tidak bisa berkata-kata lagi. Lelaki itu benar-benar narsis dan tidak tahu malu. “Yah, mungkin kau tampan di mata orang lain. Tapi, di mataku kakakku tetaplah yang paling tampan menyerempet cantik.” kata Rayta seraya menarik Reymond dan memamerkan keindahan wajah Reymond dengan bangga.

Rayta tidak tahu saja, wajah Reymond di sampingnya sudah memerah hampir pingsan mungkin.

Tundra berdecih tidak suka, “Apa aku bunuh saja dia.” Batin Tundra marah ia menatap tajam Reymond, sambil berpikir mengapa Reymond sangat mudah mendapatkan perhatian Rayta.

“Karena kau sudah selesai pamer. Sekarang bisa biarkan kami pergi.” kata Rayta yang membuat Tundra tersadar dari pikiran kriminalnya.

Tundra tersenyum manis, “Kita sekelas, jadi ayo pergi bersama.”

Rayta memutar bola matanya malas,“Terserah.”

Tundra semakin melebarkan senyumnya mendengar jawaban Rayta. Tundra kemudian berjalan menyenggol Edwin yang berdiri di depannya. Lantas lelaki bersurai hijau itu dengan tak tahu malu merangkul lengan Rayta dan mengendus rakus aroma tubuh  Rayta yang begitu manis.

“Lepas.” Kata Rayta galak yang dibalas dengan gelengan kepala. “ lihat bukankah Reymond  juga merangkul peri.”

“Dia kakakku.” ucap Rayta geram.

“Aku juga bisa jadi kakak atau mungkin adik untuk nona peri.” Kata Tundra dengan senyuman menggoda,“Ah, atau nona peri ingin aku menjadi budak nona peri. aku tidak akan menolak, aku malah sangat siap master.”

Rayta mendesah lelah, siapapun tolong selamatkan Rayta dari orang gila di sampingnya ini.

“Rayta hanya boleh punya satu kakak, dia tidak butuh budak atau apapun itu.”Ucap Reymond dengan nada dingin sampai-sampai Rayta menoleh dengan raut wajah yang terkejut.

Wow, apa pada akhirnya usaha latihan tadi tidak sia-sia. Rayta tersenyum manis ia menepuk bangga punggung Reymond.

“Benar Kak Reymond yang terbaik.” ucap Rayta mengabaikan Tundra yang sudah menunduk lesu.

****

“Edwin, kau melihat kakak?” Ucap Rayta sambil menatap kesekitar gedung kelas sebelas, Rayta saat ini sedang menunggu Reymond yang tak kunjung keluar dari gedung kelasnya.

Edwin mengernyit, mencoba mengingat sesuatu. “Setahu saya tuan muda sudah pulang lebih awal, hari ini dia  mengikuti tuan besar ke pertemuan keluarga Royalty pertemuan besar yang mengharuskan pewaris keluarganya ikut.”

Ah, pantas saja Tundra tadi terlihat terburu-buru keluar dari kelas yang bahkan mata pelajarannya saja belum selesai dalam novel Perkumpulan keluarga Royalty terdiri dari keluarga utama terkuat Grady urutan kedua di tempati oleh keluarga Britta itu adalah nama keluarga Jey dan urutan ketiga ditempati oleh keluarga Kinsey bersama keluarga Jorell  yang sama kuatnya. Sebenarnya masih banyak nama-nama keluarga lain di dalam perkumpulan itu. Namun, di dalam novel hanya empat keluarga itu yang seringkali disebutkan oleh penulis.

“Aku tidak bisa pergi ke sana karena tidak tahu letak tempatnya di mana.” Rayta menghembuskan napas pasrah, “Aku harap kakak baik-baik saja.” gumam Rayta lirih.

Drrttt

Rayta mengambil ponsel dari saku kemejanya. satu pesan masuk dari My beloved? Rayta meringis ngeri membaca nama kontak nomor telepon tersebut. Ia yang memang pada dasarnya tidak terlalu banyak bermain ponsel di buat terkejut dengan nama  nomor kontak yang ada di ponsel sang pemilik tubuh

My beloved 

Cepat pulang .

“Ini terlalu menjijikan.” ucap Rayta tak habis pikir. “Tapi, siapa orang ini? Kenapa dia menyuruhku untuk cepat pulang?!”

Jari tangan Rayta lalu menekan profil foto lelaki itu. Sepasang netra Ruby Rayta kemudian membola lebar, “Sial, bukankah ini Falcon?” umpat Rayta yang tanpa sadar menjatuhkan ponselnya.

“Nona apa anda baik-baik saja.”

Edwin yang sejak tadi diam menyimak mulai merasa resah melihat tingkah laku nonanya.

“Aku tidak baik-baik saja.” hei bukankah mereka  berdua saling membenci? Tapi, ada apa dengan nama nomor kontak yang penuh cinta itu?!

“Ayo pulang aku ingin berendam air es.”

“Ya???”

Edwin menatap bingung Rayta yang sudah berjalan dengan lesu bahkan mengabaikan ponsel kesayangan. Edwin lantas membawa ponsel Rayta yang untungnya layar ponselnya tidak retak.

Bersambung....

Nyasar Di Novel BL ✓Where stories live. Discover now