Nebula

3 0 0
                                    


Kata orang terdahulu, seluruh elemen di muka Bumi terkoneksi dengan planet lainnya, termasuk semua peristiwa yang terjadi di dalamnya.

Perkenalkan, namanya Nebula.

Meski dipandang mata dengan indah, langit berwarna merah, hitam, keunguan itu merupakan suatu pertanda. 

Bahwa ada benang merah yang belum terselesaikan.

Hanya beberapa yang bisa memicu munculnya Nebula di langit.

Dan hanya beberapa yang memiliki kemampuan untuk membuka gerbang fenomena itu,

Ketika Nebula terbuka, berbondong-bondong mereka untuk menuju gerbang itu, karena katanya satu kesempatan akan terbuka ketika Nebula terlihat dengan mata kita sendiri.

Tapi, untuk membuka Nebula itu, hanya dia yang bisa. 

Dia yang di dalam hatinya memiliki magnet yang sangat bersih, dia yang mampu memicu.

Sayangnya, orang dengan kemampuan itu tak berusia lama, di tiap masa mereka pasti memiliki takdir yang tak indah.

--------

Renata sedang duduk di kelas bahasa Jepangnya. Ia sudah mulai menguasai beberapa kata dan juga percakapan sehari-hari.

Asakusa sejak tadi pagi diguyur hujan.

Renata menatap jendela di sebelahnya, ia menaruh perhatian kepada sebuah bayangan dan ternyata bayangan itu adalah  wanita tua, yang ia pernah temui saat baru pertama kali pindah ke Jepang bersama Jordan.

Wanita itu membawa payung berwarna merah gelap, Memandang Renata dan mengacungkan Sebuah cincin yang berkilau, cahayanya berwarna Hijau. Sepertinya itu batu Zamrud itu terpantul oleh cahaya lampu jalanan.

Renata menatap batu cincin itu, rasanya tak asing.

Tak lama kemudian wanita itu hilang dibalik hujan.

Ponsel Renata bergetar, satu pesan dari Jordan masuk

Jordan:

"Gw jemput di depan tempat kursus ya, 10 menit lagi sampai.."

Renata:

"Oke, sip kelas gw udah mau kelar 5 menit lagi, see you!"

Renata menaruh ponselnya di dalam tas.

 Tak lama setelahnya kelas dibubarkan.

Renata pamit kepada teman sebelahnya dan gurunya, Ia berjalan menuju pintu keluar.

Hujan masih turun.

Renata melihat seorang pria dengan jaket tebal berwarna Hijau tua membawa payung bening tersenyum kepadanya.

Jordan berdiri di sana.

Renata menghampirinya.

"Kita makan ramen hangat di kedai baru deket sekolahan SMA itu yuk," Jordan tersenyum, matanya menyipit, kumis tipisnya sangat pas untuk ukuran wajahnya yang tak terlalu besar.

"Boleh aja, laper juga gw.." Renata mengangguk pelan.

Keduanya berjalan di bawah langit sore mendung itu, cuaca menjadi agak dingin karena hujan seharian.

"Tadi, gw lihat sesuatu aneh.." Renata memecah keheningan.

"Apaan?" Jordan berjalan pelan disampingnya sambil memegang payung.

Renata mendekat sedikit ke arah tubuh Jordan. 

Melihat Renata agak kesulitan menghindari hujan, Jordan menarik pundak Renata agar berada di dalam dekapannya.

"Sini deketan, biar gak kehujanan.." Jordan menghembuskan nafas perlahan menutupi gugupnya karena kini Renata begitu dekat dengan wajahnya.

"Oiya, kayaknya gw lihat nenek tua yang kita ketemu di kereta bawah tanah waktu kita baru pindah... terus, dia kayak ngasih lihat gw cincin, dengan batu warna hijau gitu.." Renata bercerita sambil berjalan pelan mengimbangi langkah Jordan.

"Terus?" Tanya Jordan.

"Udah, gitu aja terus neneknya hilang..." Renata membenarkan tasnya.

Jordan berpikir sejenak. Tak menjawab apapun

Keduanya sampai di kedai ramen dengan nuansa lampu kuning itu.

Keduanya memesan semangkuk hangat mi dengan kuah kental kari dengan potongan ayam serta daun bawang.

"Lo ngerasa gak beberapa ada hal aneh kejadian di rumah kita?" Renata mengucap sambil mengaduk mi nya.

"Hmm... beberapa sih, kaya semacam mimpi-mimpi aneh  mungkin..." Jordan menyeruput kuah.

"Ya, sama kalau gitu.." Renata mengangguk

Keduanya makan dengan perlahan, Asakusa mulai menjelang malam. Hujan sudah reda...


=======

1956

Akibara menuju rumah Akame, Pandangannya kosong.

Akame melihat tunangannya itu dan menyambutnya dengan senyum.

Akibara maju menemui Akame lalu melihatnya dengan tatapan berbeda.

Tiba-tiba darah berceceran, di lantai.

NebulaWhere stories live. Discover now