SM | Vingt Qinq

471 36 8
                                    

•°~Happy Reading~°•

Narasfa makanan dengan perlahan sambil menatap gadis yang tengah asik bercanda ria dengan lainnya. Perasaan Narasfa mulai tak enak dengan gadis itu.

"Topeng?" monolog Narasfa.

Arasfa menoleh pada saudara kembarnya. "Ada yang kau katakan?" tanyanya, dia seperti mendengar sesuatu. Narasfa hanya menggeleng.

Jam istirahat berakhir, semua kembalu ke kelas masing-masing. Arasfa menatap heran Narasfa yang terus mengerutkan keningnya.

"Aku dari tadi melihatmu mengerutkan kening, apa terjadi sesuatu tadi?" tanya Arasfa penasaran.

"Hm? Bukan sesuatu yang penting."

Arasfa semakin penasaran. Ini yang dia tidak suka dari Narasfa, selalu memendamnya sendiri.

"Aku harap kau mau mengatakannya."

. . .

Bel pulang sekolah telah berbunyi. Kini Narasfa dan Arasfa berjalan ke parkiran. Saat sampai di parkiran mereka mendapati siswa siswi yang mengerumuni suatu objek.

"Ada apa?" tanya Narasfa pada Maecy yang kebetulan ada di sana.

"Nara ... mobil kalian-"

Tanpa mendengar lanjutan perkataan Maecy gadis itu menerobos kerumunan. Terlihatlah mobilnya, yang tadinya berwarna putih kini menjadi warna merah pekat.

Gadis itu membuka pintu mobil dengan membungkus tanganya menggunakan sarung tangan.

Beribu-ribu surat berlumuran cairan berwarna merah keluar dari dalam mobil mereka. Narasfa menjauh agar tak mengenai sepatunya.

"Nara!" Arasfa berteriak panik dan menghampiri saudara kembarnya.

"Ini ... semakin parah," gumam Arasfa.

. . .

Kembar diinterogasi oleh Ryder. Narasfa dan Arasfa tidak bisa lagi menutip, apalagi bukti sudah ada di depan mata, mau tak mau keduanya menjelaskan dengan rinci.

"Apa sebelumnya separah ini?" tanya Alice khawa.

"Tidak. Mengirim surat seperti biasanya, tidak ada yang aneh-aneh. Semacam, hewan mati, silet, potong tubuh, atau yang lainnya," jelas Narasfa.

"Mungkin karena dia kesal karena aku dan Nara tidak pernah membuka suratnya dan memilih membakarnya, makanya dia melakukan tadi," celetuk Arasfa.

"Apa ini ulah si pembunuh?" cicit Flora.

"Bisa tidak, bisa iya."

Mereka semua menoleh pasa Ryder. "Awalnya kita mengira teror yang didapatkan Alice adalah dari si pembunuh, tapi nyatanya hanya seorang siswi yang iri padanya. Bisa jadi kali ini seperti itu juga," ujarnya.

"Tapi kita tidak boleh selalu beranggapan seperti itu, mungkin saja memang si pembunuh yang melakukan, hanya saja menggunakan pion."

"Jadi kalian berhati-hatilah-"

Suara handphone memotong perkataan Ryder, semua mata menatap Zaedyn yang gelagapan mengambil handphonenya.

"Aku sudah bilang, jika-"

"Hallo?" Zaedyn tidak mengindahkan Ryder.

"Apa?! Hei, jangan bercanda!" geram Zaedyn pada si penelpon. Laki-laki itu mematikan sambungan telepon saking kesalnya.

"Ada apa?"

"Chalandra ... Chalandra Indyla Soren, ditemukan gantung diri di kamarnya," ungkap Zaedyn membuat mereka terkejut setengan mati.

Scorpion MissionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang