Hadiah untuk Si Brondong (21+)

172K 921 8
                                    

Tiga hari syuting di Bali berjalan lancar berkat bantuan tim produksiㅡdan Saka tentu saja. Maya tidak tahu kalau Saka sangat aktif dan berbakat dalam proses syuting seperti ini. Susan Angeli bahkan dibuat takjub, hingga dirinya menyebut Saka multitalented.

Maya menjadi orang yang paling girang sekarang. Ini proyek pertamanya sebagai project manager, dan ya, semua berjalan sangat lancar berkat Saka. Sepertinya pria itu memang pantas mendapatkan hadiah darinya.

"Malam ini kita ada acara makan-makan di Sunhill. Bu Maya dan Saka ikut ya," ajak Susan Angeli dengan antusias.

Maya mengangguk kecil. "Tentu saja, kami akan datang."

"Nice! Pokoknya saya optimis banget sama hasil iklan ini. Bu Maya beruntung loh punya rekan tim kayak Saka," ujar Susan Angeli yang sukses membuat Maya mengembangkan senyum.

Setelah berpamitan dengan tim produksi, Maya dan Saka pun berjalan menuju hotel mereka yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Kutaㅡtempat syuting terakhir mereka hari ini. Langit masih cukup terang, tanda bahwa Maya masih punya banyak sedikit waktu untuk istirahat sebelum memenuhi undangan makan malam Susan Angeli.

Maya dan Saka tiba di lantai tempat kamar mereka berada. Maya menempelkan card lock miliknya lalu mendorong pintu kamarnya dan masuk ke dalam sana. Namun, sebelum Maya benar-benar menutup pintunya kembali, matanya sudah lebih dulu bertemu dengan mata Saka. 

Kamar Saka memang berada tepat di seberang kamar Maya. Laki-laki itu memegang card lock-nya, tapi tubuhnya bergeming menatap Maya.

"Soal hadiah yang kamu mau, saya bisa kasih sekarang. Mumpung masih ada waktu sampai makan malam nanti."

"Ibu yakin bisa kasih itu sekarang?" tanya Saka. Matanya menatap Maya serius.

"Ya, saya bisa. Memangnya hadiah apa yang kamu mau?"

Saka menelan ludah hingga jakunnya bergerak naik turun. "Kamu."

Maya terdiam. Bahkan di saat Saka perlahan mulai berjalan ke arahnya pun, Maya hanya mampu mematung. Tangannya meremas daun pintu kamar dengan kuat, seolah sedang berusaha menahan kakinya yang bergetar agar tetap bisa berdiri tegak.

"Saya mau kamu, Maya." 

Saka kembali bicara, kali ini dari jarak lebih dekat dengan Maya.

Ralat. Ini terlalu dekat. Maya bahkan bisa merasakan embusan napas Saka sekarang.

"Apa boleh?" tanyanya lagi, seakan minta persetujuan.

Maya terpana. Anggukan kecil yang dia berikan disambut dengan sebuah lumatan di bibir. Saka memagut bibir Maya, memberikan kecupan-kecupan intens hingga membuat tubuh Maya nyaris oleng jika Saka tidak menahan punggungnya. 

Saka lantas menutup pintu kamar Maya menggunakan kaki, lalu mendorong pelan wanita itu memasuki kamar tanpa melepas ciumannya. Keduanya mulai melucuti satu per satu pakaian yang menempel di tubuh mereka hingga hanya menyisakan dalaman masing-masing.

Saka membaringkan Maya di ranjang lalu mengungkungnya posesif. Pria itu kembali menyambar bibir merah Maya, melumat, dan menyesapnya rakus.

"Ahh ...."

Satu lenguhan lolos dari bibir Maya saat Saka meremas dadanya yang masih dibalut bra. Ciuman Saka turun menuju leher jenjang Maya sebelum berakhir di belahan dada Maya yang membusung.

Dengan sekali entakan, Saka berhasil meloloskan kain bra tersebut Maya lalu membuangnya ke lantai. Maya hanya bisa menggigit bibir saat jari Saka bermain di puncaknya yang mulai mencuat. Maya masih bisa menahan desahan saat Saka menggesek dan memelintirnya gemas. Namun, saat lidah pria itu mulai menjilatinya, Maya mulai lupa diri.

"Saka ... lebih ... dalam ...."

Saka menyeringai kecil sebelum mengulum kuat puncak dada Maya hingga menimbulkan suara decakan. Tak tinggal diam, tangannya yang bebas juga ikut meremas gunung kembar tersebut, membuat sang pemilik hanya bisa mendesah sambil meremas seprai di kanan dan kirinya.

Puas bermain dengan dada Maya, ciuman Saka beringsut turun menuju pusat tubuh Maya yang masih tertutup underware

"Kamu basah," ujar Saka parau. "Saya buka ya?"

Maya yang sudah diliputi nafsu hanya bisa mengangguk dengan mata terpejam. Setelah mendapatkan persetujuan, Saka pun melucuti satu kain terakhir yang membalut tubuh Maya lalu melebarkan pahanya hingga liang senggama yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu berada tepat di wajah tampannya.

Napas Saka yang menerpa pusat tubuhnya membuat jantung Maya berdegup kencang. Desahannya kembali lolos saat lidah basah Saka mulai bermain di sana, menjilati dan mengecupnya penuh gairah.

"Saka ... ya Tuhanㅡakh!"

Maya menjerit kencang saat pelepasannya datang. Kedutan itu terasa semakin menjadi-jadi saat Saka memasukkan dua jari ke dalam lubang senggamanya.

"Saka ... apa yang ... Jesus ...."

Maya hanya bisa kelonjotan saat pelepasannya datang lagi. Napasnya memburu kencang, padahal mereka belum benar-benar masuk ke inti permainan.
Setelah pelapasan Maya berakhir, Saka kembali beringsut naik lalu mengecup kening dan bibir Maya dengan lembut, membuat Maya perlahan mulai membuka matanya yang sejak tadi terpejam.

"Saya suka kamu."

Pengakuan Saka yang tiba-tiba itu berhasil mengejutkan Maya. Namun, belum sempat Maya bersuara, Saka sudah lebih dulu melesakkan miliknya ke dalam lubang kenikmatan Maya, membuat wanita itu refleks memekik dengan suara lantang.

"Saka!"

"Maaf."

Saka kembali mendorong kejantanannya yang baru masuk setengah itu dengan lembut. Setelah berhasil masuk sepenuhnya, Saka kembali mengecup kening Maya.

"Saya suka kamu, Maya. Sejak pertemuan pertama kita."

Maya menggigit bibir. Pengkuan Saka serta kejantanannya yang memenuhi liangnya membuat Maya tidak bisa berpikir jernih.

"Kita selesaikan ini dulu," ujar Maya parau.
Seringai tipis terbit dari bibir Saka. Seolah ingin sedikit menyiksa Maya, Saka justru kembali menarik miliknya hingga terlepas.
"Apa yangㅡya Tuhan!"

Maya hampir menjerit saat Saka kembali membenamkan kejantanannya. Berbeda dengan sebelumnya, hunjaman Saka kali ini terasa lebih mantap, dalam, dan cepat, mengoyak inti tubuhnya tanpa ampun.  Membuat Maya refleks mendesah tak keruan sambil mencakar punggung lebar Saka agar bisa mengimbangi pergerakannya yang liar.

"God ... Saka ...."

"Enak?"

Maya mengangguk dengan mata setengah terpejam. Kedutan di bawah sana terasa semakin menggila seiring dengan hunjaman keras yang Saka lancarkan.

"Men ... tok ...."

"Apa?" tanya Saka sambil memperlambat pergerakannya, seolah sedang ingin mempermainkan Maya.

"Mentokin. Jangan ber ... henti ...."

Saka lagi-lagi menyeringai sebelum mempercepat kembali laju kejantanannya di bawah sana hingga menyentuh titik terdalam pusat kenikmatan Maya.

"Saya ... sayaㅡaah!"

Maya mendesah kasar, bersamaan dengan cairannya yang keluar membasahi kejantanan Saka serta seprai. Napas Maya memburu kencang. Peluh menetes membanjiri tubuhnya.

Belum sempat Maya mengatur napas, Saka sudah lebih dulu melanjutkan permainannya yang sempat tertunda karena pelepasan Maya.

"Saya belum keluar," bisik Saka sebelum kembali mengoyak liang senggama Maya dengan kuat.

Hari itu, mereka menghabiskan malam yang panjang dan panas hingga mereka melupakan banyak hal. 

Melupakan janji makan malam dengan Susan Angeli. 

Melupakan urusan pekerjaan yang belum sepenuhnya selesai.

Melupakan status bos dan anak magang yang mereka semat di kantor.

Melupakan fakta bahwa Maya sudah memiliki Brian sebagai suami sahnya.

(Short Series) Brondong Simpanan Bu BosWhere stories live. Discover now