Punishment for You (21+)

141K 989 37
                                    

Kedatangan Brian alias suami Maya jelas membuat rekan tim Maya gempar. Beberapa dari mereka memuji betapa tampan dan rapinya Brian, sementara sisanya mulai menerka-nerka tentang apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka, sampai Brian datang langsung ke kantor ini hanya untuk menemui istrinya.

Saka jelas menjadi orang yang paling tidak nyaman sekaligus khawatir karena drama dadakan ini. Terlebih Maya sama sekali belum keluar dari ruangan hingga jam pulang kantor berakhir

“Gue mau cek Bu Maya. Jangan-jangan ada apa-apa—”

“Biar gue aja,” potong Saka cepat. “Kalian bisa balik. Gue aja yang cek Bu Maya,” ujar Saka, memotong suara Wira.

Tanpa menaruh curiga, Wira pun mengangguk setuju. Karena ini hari Jumat, orang-orang jadi ingin cepat-cepat pulang untuk istirahat dan menyambut akhir pekan. Mereka justru berterima kasih karena Saka mau meluangkan waktunya untuk mengecek keadaan bos mereka tersebut.

“Kalau ada apa-apa kabarin saja, Sak,” sahut rekan lain yang dibalas Saka dengan anggukan.

Setelah semua orang pergi, Saka bergegas pergi menuju ruangan Maya. Dia mengetuk pintu dua kali, tapi tak ada jawaban. Khawatir, Saka pun segera mendorong pintu ruangan Maya lalu memasukinya.

Helaan napas lega meluncur begitu saja saat Saka melihat Maya sedang memunggunginya, menatap jalanan Jakarta yang padat merayap dalam diam. Saka langsung berjalan mendekati Maya lalu memeluk tubuhnya dari belakang dengan erat, membuat Maya sedikit tersentak karena ulahnya.

“Astaga, Saka! Kamu bikin jantungan saja.”

“Saya udah ketuk beberapa kali, tapi kamu nggak bukain pintu. Saya khawatir karena kamu belum keluar ruangan sejak suamimu pergi.”

Maya mengelus lembut tangan kekar Saka yang melingkar di perutnya. Ada keheningan beberapa jenak di antara mereka.

“Brian menggugat cerai saya. Ternyata dia punya perempuan lain satu tahun terakhir.”

“Apa?”

Saka refleks melepas pelukannya, lalu memutar tubuh Maya hingga mata mereka saling beradu. Dari tatapannya, Maya tahu kalau ada sedikit binar bahagia terpancar dari sana.

“Dan kamu setuju untuk cerai?” tanyanya lagi, penasaran setengah mati.

“Saya tidak cukup bodoh untuk mempertahankan rumah tangga yang sudah tidak sehat seperti ini,” jawab Maya yakin. “Lagi pula, saya sudah bilang ke Brian kalau saya tidur di ranjangnya dengan anak magang di tim saya. Saya juga bilang kalau saya pernah bercinta di meja kantor dengan anak magang itu.”

Saka melotot. Ada rasa kaget, tak percaya, sekaligus senang bersarang di hatinya.

Apa ini jadi tanda kalau Maya mulai membuka hati untuknya?

“Kamu jangan senang dulu, Sak. Hubungan kita masih akan terus seperti ini, setidaknya sampai proses perceraian saya selesai. Untuk sementara, kita seperti sekarang saja, ya?”

Meski kecewa, Saka yang tak ingin membebani Maya pun memilih untuk mengangguk patuh. Asal tetap bersama Maya, dia menerima apa pun permintaannya.

Maya beringsut maju lalu merengkuh tubuh menjulang Saka, membenamkan wajahnya di dada bidang pria tersebut.

“Walaupun hubungan kita dimulai dengan cara yang salah, saya tidak menyesal sudah memilih jalan ini. Setidaknya saya tidak terlihat menyedihkan di depan Brian si berengsek itu. Terima kasih, Saka.”

Saka tersenyum lebar mendengar pengakuan Maya. Meski tidak ada kata “suka” atau “cinta” terlontar dari mulut Maya, tapi Saka sudah merasa puas. 

“Padahal saya berencana merebut kamu dari suamimu. Ternyata suamimu sendiri yang melepaskan istri secantik dan sepanas kamu demi perempuan lain,” bisik Saka yang langsung dibalas Maya dengan cubitan kecil di perut berototnya.

“Omong-omong soal panas … kayaknya ini waktu yang tepat buat menghukum kamu.”

Maya memekik kecil saat Saka mengangkat tubuhnya lalu mendudukkannya di atas meja. Mata mereka kembali beradu dengan senyum yang tak mau luntur. 

Maya suka posisi ini. Maya suka saat wajah Saka berada tepat di depan wajahnya. Pria itu terlampau tinggi saat sedang berdiri, membuat Maya tidak bisa leluasa ketika ingin menatapnya.

“Saya sayang kamu, May,” ungkap Saka sebelum meraih bibir ranum Maya lalu melumatnya dalam.

Maya tersenyum kecil di balik ciuman mereka. Tangannya bergerak naik menyentuh tengkuk Saka, mengusap dan menekannya lebih dalam.

Ciuman Saka selalu seperti ini. Memabukkan. Dan Maya benar-benar menyukainya. Menyukai Saka sebagai simpanannya yang manis dan panas di saat bersamaan.

Lumatan demi lumatan Saka berikan sambil merebahkan tubuh kecil Maya di atas mejanya. Lidah basah Saka perlahan mulai bergerak menuju leher jenjang Maya, lalu menjilat dan menggigitnya kecil hingga meninggalkan bekas keunguan di sana.

"Jangan cupang di san ... ahhh ...."

Desahan Maya lolos saat tangan besar Saka meremas buah dada yang masih tertutup kemeja. Setelah puas bermain tanpa mau membukanya, kedua tangan Saka justru beralih menuju tungkai kanan kiri Maya lalu merentangkannya lebar hingga rok Maya tersingkap, menampilkan underware merah yang sudah basah di bagian tengahnya.

Mata Maya turun menuju wajah Saka yang sudah berada di depan liang senggamanya. Maya benar-benar tidak menyangka akan mengulang permainan mereka di mejanya seperti ini. Lebih-lebih setelah mendapatkan surat cerai dari Brian. Gairahnya terasa semakin menggebu. Rasanya begitu lepas. Akhirnya, dia bisa bercinta gila-gilaan tanpa perlu takut dipergoki Brian sialan itu.

"Kenapa dilihatin aja?" tanya Maya tak sabaran. Dia ingin Saka segera melakukan sesuatu dengan liangnya yang berkedut. Entah menjilatnya, mengulumnya, mengoyaknya, atau mencumbunya. Maya ingin itu sekarang.

Bukannya menjawab, Saka justru menyeringai kecil sambil memelorotkan celana dalam merah Maya. Kedua kaki Maya masih mengangkang lebar, tapi Saka justru menjauhkan tubuhnya dari pangkal pahanya.

"Saya, kan, mau hukum kamu, Maya."

Saka merogoh saku celananya lalu mengeluarkan sebuah benda berbentuk bulat dari sana. Mata Maya sontak membola. Dia jelas tahu apa benda itu.

Maya buru-buru merapatkan pahanya, tapi Saka sudah lebih dulu merentangkannya kembali.

"Sekarang pakai ini dulu. Nanti kita lanjutin di apartemen saya," ujar Saka sambil memasukkan benda tersebut di liang senggama Maya, membuat wanita itu mendesah kecil sembari menggigit bibirnya.

"K-kamu ... kapan punya itu?"

"Ini punyamu sendiri. Saya ambil dari kamar kamu."

Maya lagi-lagi membeliak. Jadi dia mengambil barangnya dan membawanya ke sana kemari seperti ini?

"Saya, kan, sudah bilang kalau kamu nggak perlu mainan ini lagi selama ada saya. Kecuali di saat-saat seperti ini. Saat kamu perlu dihukum karena dekat dengan laki-laki lain."

"Tapi sayㅡahhh!"

Maya hampir menekik saat benda di dalam lubangnya bergetar. Tidak kencang, tapi cukup membuatnya kaget sekaligus terangsang.

Sialan! Saka benar-benar sedang menghukummya sekarang.

"Sak ... ah ...."

Saka menambah getaran di bawah sana, membuat Maya semakin gelisah. Saka yang puas pun segera menarik tangan Maya hingga bangkit lalu merapikan kemeja dan rok wanita itu yang tersingkap.

"Celana dalammu aku tinggal di sini," ujar Saka sambil memasukkan underware merah Maya ke dalam laci. "Sampai di apartemen saya, jangan lepasin mainannya."

Kaki Maya hampir limbung, tapi Saka dengan sigap menahannya agar tetap berdiri. "C-cepat bawa saya pergi. S-saya nggak kuat ...."

Saka menyeringai sambil mendekatkan bibirnya di telinga kanan Maya. "As your wish, Sweetie."

ㅡTAMATㅡ

Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa tinggalkan jejak🌻

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 18, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

(Short Series) Brondong Simpanan Bu BosWhere stories live. Discover now