Don't Play with Sex Toys (21+)

130K 668 2
                                    

Tiga hari berlalu sejak Maya dan Saka bersitegang di mobil. Selama itu pula baik Maya maupun Saka tidak saling menghubungi lagi. 

Dan sialnya, Maya merindukan simpanannya itu. 

Jujur, Maya menyesal karena membentak Saka. Jika saja dia bisa sedikit menurunkan egonya, mungkin mereka tidak akan berakhir seperti ini.

Memikirkan Saka membuat rindu yang Maya rasakan kian menjadi-jadi. Membuat gairahnya tiba-tiba saja memuncak tanpa permisi. 

Maya yang baru saja bersiap tidur dan hanya menggunakan lingerie tipis itu bergegas membuka laci nakas yang ada di samping ranjangnya. Dia meraih sebuah vibrator dan menyalakannya.

Maya melepas underwarenya lalu meletakkan benda yang sedang bergetar itu di atas organ intimnya. Seketika itu pula Maya memejam. Punggungnya melingkar. Dadanya membusung kencang di balik lingerie tipis yang membalut tubuhnya.

"Saka ...."

Tangan Maya menyusup memasuki celah lingerie-nya lalu meremas dada kenyalnya kasar. Dirinya terus membayangkan kalau Saka-lah yang menjamahnya dengan panas seperti ini. Kalau Saka-lah yang memuaskannya, bukan vibrator sialan yang sedang bergetar di bawah sana.

"Sak ... ahh ...."

Pelepasan itu akhirnya datang. Pusat tubuh Maya berkedut sambil memuntahkan cairan yang membasahi seprai merahnya.
Maya terdiam menatap langit-langit kamarnya. Dia tidak menyangka akan melakukan ini lagi. Setelah Saka hadir dalam hidupnya, mainan-mainan yang dia beli itu tidak pernah lagi dia jamah. Saka jelas jauh lebih nikmat daripada harus bermain solo dengan alat seperti ini. Maya masih belum puas.

Maya kembali bangkit lalu meraih sebuah alat panjang menyerupai organ vital pria. Maya menggeseknya di bibir liang kewanitaannya, memasukkannya inci demi inci, laluㅡ

Ting! Tong!

Bel rumahnya berbunyi, membuat Maya sontak terkesiap. 

Siapa malam-malam berkunjung ke rumahnya? Apa Brian sudah kembali? Tapi, jika itu benar dirinya, untuk apa dia membunyikan bel seperti itu?

Bel tersebut berbunyi lagi, membuat Maya cepat-cepat bangkit dari ranjangnya. Saking kelabakannya, Maya bahkan lupa memakai underware dan merapikan lingerie-nya yang sudah acak-acakan. Wanita itu segera berjalan menuju pintu lalu memeriksa layar interkom yang ada di dekatnya.
Mata Maya nyaris membulat begitu melihat pria yang tiga hari ini membuatnya uring-uringan, sudah ada di balik pintu rumahnya. 

Saka. Dia di sini.

Tanpa menunggu lebih lama, Maya pun segera meraih daun pintu lalu membukanya kasar. Keduanya sama-sama tercekat selama beberapa saat.

Maya tercekat karena tak menyangka Saka ada di hadapannya. Sementara Saka tercekat karena penampilan Maya yang terlalu seksi untuk menyambut "tamu". Saka bahkan bisa melihat puting susu Maya yang menegang di balik lingerie-nya.

"Mayㅡ"

Sebelum Saka bicara, Maya lebih dulu menarik tangan pria itu, menutup pintu, lalu menyambar bibir dan melumatnya kasar. Meski sempat kaget dengan serangan Maya yang tiba-tiba, Saka langsung berusaha menyesuaikan ritme permainan dan membalas kecupan demi kecupan yang Maya berikan.

Tanpa melepas pagutan di bibir, Maya menuntun Saka menuju sofa ruang tamu lalu mendudukkannya di sana. Wanita itu ikut duduk di atas tubuh Saka sambil mengangkang lebar, membuat paha mulusnya terekspos jelas.

"Ahh ...."

Desahan Saka lolos begitu saja saat merasakan inti tubuh Maya yang telanjang menggesek kejantanannya yang masih tertutup celana jins. Wanita itu terus menggeseknya, bergerak ke atas dan kebawah hingga Saka nyaris menggeram frustrasi.

"May, kita perlu bicaㅡ"

"Nanti. Puaskan saya dulu."

Saka hanya mengangguk dengan mulut setengah terbuka. Gairah di diri Saka semakin menggila saat Maya beringsut turn, melepas celana jins dan boxer-nya, lalu mengulum sekaligus mengocok kejantanannya dengan ritme cepat.
Saka meraih sejumput rambut Maya lalu ikut mendorong pelan kepala wanita itu agar lebih membenamkan miliknya di dalam mulutnya.

"May ...."

Maya menghentikan kulumannya sebelum cairan cinta Saka menyembur. Setelah itu, dirinya kembali duduk di atas tubuh Saka lalu melesakkan kejantanannya dengan sekali entakan, membuat keduanya sama-sama mendesah kasar.

Perlahan Maya mulai menggerakkan tubuhnya ke atas dan ke bawah, membenamkan kejantanan Saka hingga menyentuh titik terdalam liang senggamanya. Maya hanya bisa mendesah sambil memegang tengkuk Saka, sementara Saka sendiri ikut bergerak cepat menyesuaikan ritme permainan Maya sambil meremas kencang gunung kembarnya yang memantul dari balik lingerie-nya.

"Saka ... saya ...."

Saka menghunjam kejantanannya dalam sebelum keduanya sama-sama mencapai puncak. Cairan mereka merembes membasahi paha Maya.
Maya langsung ambruk di pelukan Saka, membuat pria itu refleks menyentuh punggung Maya lalu merengkuhnya erat.

"Maaf soal tiga hari yang lalu. Saya terlalu sensitif," ujar Saka setengah berbisik. Maya mengangguk sambil melepas pelukannya.

"Saya juga minta maaf. Tidak seharusnya saya membentak kamu seperti itu," balasnya. "Omong-omong, kenapa kamu ada di sini? Bukannya kamu pergi lima hari?"

Saka mengulas senyum tipis sambil meremas bongkahan bokong Maya, membuat keduanya mendesah kecil karena milik Saka masih terbenam sempurna di dalam inti tubuh Maya. Pergerakan sekecil apa pun membuat mereka kembali terangsang.

"Saya kangen kamu. Tiga hari belakangan rasanya sangat menyiksa. Akhirnya saya izin kembali ke Jakarta lebih dulu, bilang kalau pacar saya sakit dan butuh bantuan saya."

Mendengar kata "pacar saya" sontak membuat Maya bersemu. "Dan Pak Mujib mengiakan?"

"Awalnya enggak. Tapi setelah negosiasi, akhirnya beliau setuju asal saya bisa menyelesaikan semua permintaan klien dalam waktu semalam. Dan ya, sekarang saya ada di sini."

Tangan Saka beringsut naik menuju tali di pundak Maya. Setelah menurunkannya, lingerie Maya pun ikut turun hingga sebatas perut, menampilkan dada sintal Maya dengan puncak mencuat sempurna.
"Kamu sendiri? Kenapa tiba-tiba minta saya memuaskan kamu dengan pakaian seperti ini? Ke mana underware kamu?"

Mata Maya memejam saat Saka memilin puncak dadanya, membuat kedutan di bawah sana kembali terasa.
"Saya ... kangen kamu. Jadi ... saya main pakai alat. Lalu kamu datang ... jadi ...."

Suara Maya terdengar semakin terbata seiring dengan permainan Saka yang semakin liar di atas dadanya. Pria itu meremas lalu mengulum puncak dadanya dengan kuat dan kencang.

"Sak ...."

Belum sempat Maya menguasai diri, Saka sudah lebih dulu bangkit sambil menggendong Maya, membuat Maya refleks mengaitkan kedua kakinya di pinggang kiri dan kanan Saka. Tanpa melepas penyatuan mereka, Saka membawa Maya masuk menuju kamarnya.

"Kita butuh tempat lebih luas dari sofa," bisik Saka sebelum merebahkan tubuh Maya di atas ranjang. Seringainya muncul saat melihat beberapa “mainan” milik Maya tergeletak tak beraturan di atas sana. "Kamu nggak butuh mereka lagi selama ada saya."

Saka membuang alat-alat tersebut, melepas kemeja yang menjadi satu-satunya kain yang membalut tubuhnya, lalu kembali menghunjam Maya dengan cepat dan kuat.

Lagi-lagi Maya tidak pernah membayangkan ini terjadi. Membawa seorang pria ke rumah lalu bercinta di atas ranjang yang biasa dia tiduri bersama Brian.

Di saat seperti ini, Maya tidak bisa memikirkan apa pun. Bahkan jika Brian datang dan memergoki mereka, Maya tidak lagi peduli. 

Persetan dengan itu. Maya hanya ingin Saka memuaskannya. Dia hanya ingin bergelung dengan kenikmatan yang Saka berikan. Tidak ada yang lain.

(Short Series) Brondong Simpanan Bu BosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang