028: beribu maaf

2.4K 188 6
                                    

Sang bibi yang memang baru memasuki area dapur langsung melebarkan matanya, mendapati darah yang mengalir di kaki Renjun. "ADEN DARAH!" Ucapnya dengan heboh. Renjun yang memang tak menyadari nya langsung menundukkan kepalanya, walaupun sudah mulai terhalang perut buncitnya. "Perut adek sakit banget bi" keluhnya, Renjun tak dapat lagi menahan rasa sakit di perutnya.

"TUANN, ADEN BERDARAH" ucapnya dengan nada nyaring.



°°°°°°°°°°°°





Haechan yang mendengar keributan langsung menuruni tangga dengan tergesa-gesa karena sang bibi yang sudah teriak-teriak. Di dapatinya Renjun yang terduduk di meja bar dapur dengan kepala yang terlungkup dan kaki yang mengalir darah segar. "Jun!" Haechan dengan sigap langsung membopong tubuh mungil Renjun. Membawanya ke dalam rengkuhannya. "Jun, jangan merem ya, Jun" panggil Haechan terus.

"Sakit banget" rintih Renjun. Haechan yang sudah di dalam mobil dengan Renjun yang masih dalam dekapannya langsung meminta sang supir untuk membawa mobilnya dengan cepat. Dengan sesekali ia berusaha mengajak Renjun berbicara agar sang empunya tak menutup matanya.

"Jun maafin aku ya" tutur Haechan.




°°°°°°°°°°






Haechan dengan gelisah menunggu Renjun di depan ruangannya, karena tak di izinkan masuk. Fikirannya entah kemana. Ia saja sampai tak mengabari keluarganya. Rasa penyesalan dan bersalah selalu menghampiri dirinya. Ia menyesal karena membentak Renjun. Jika saja ia tak membentak Renjun, mungkin saja Renjun tak akan emosi hingga bisa terjatuh di tangga.

Tak lama dari itu, pintu ruangan berbau obat itu terbuka, menampilkan dokter laki-laki yang memakai jas putihnya lengkap dengan stetoskop yang menggantung di lehernya. Haechan buru-buru melayangkan puluhan pertanyaan untuk sang dokter.

"Renjun tidak apa kok pak, hanya saja kandungannya masih rentan, jangan terlalu stress juga itu sangat berpengaruh dengan janinnya. Tolong jangan kena benturan ya pak, ini akan sangat membahayakan. Walau begitu saya akan tetap menyuruh tuan Renjun untuk melakukan rawat inap, agar di observasi lebih lanjut, khawatirnya akan ada sakit di daerah perutnya." tutur sang dokter.

"Terimakasih ya dok" sang dokter langsung pergi meninggalkan Haechan. Haechan langsung mengabari keluarganya, setelahnya ia langsung memasuki kamar yang akan Renjun tempati selama beberapa hari kedepan.

Ceklek

Usai pintu terbuka, menampilkan Renjun yang tiduran di ranjang rumah sakit dengan mata yang kosong.

"Jun" panggil Haechan membuyarkan semua lamunan Renjun. Haechan langsung mendekati Renjun, mengambil duduk di samping ranjang Renjun.

"Bisa tolong engga dekat-dekat ga? Kalo bisa tunggu di luar aja, gara-gara kamu aku hampir kehilangan anakku sendiri" ucap Renjun dengan tegas.

"Jun, maaf ya" Haechan berusaha ingin menggenggam tangan Renjun, tapi Renjun dengan cepat langsung menepisnya.

"Bisa tolong keluar ga?" Ucap Renjun lagi.

Tanpa di perintah ketiga kalinya, Haechan duduk di ruang tamu yang berada di dalam kamar Renjun, menunggu Renjun disana. Ia takut jika keluar dari ruangan ini, ia takut sewaktu-waktu Renjun membutuhkan dirinya, entah untuk ke kamar mandi, ngambil minum di meja nakas. Atau apapun itu. Walau kenyataannya setelah hampir satu jam ia tak mendengar suara Renjun.

"Chan" panggil sang ibu mertua (winwin). Winwin datang bersamaan dengan Ten dengan wajah khawatir di wajah keduanya.

"Renjun gpp kan?" Tanya Ten.

"Gpp kok ma, kalo mau masuk, masuk aja gpp, Renjun sendirian." Walaupun muncul pertanyaan di benak keduanya, seperti 'kenapa Haechan hanya menunggu di luar?' mereka mengurungkan niatnya untuk bertanya. Kedua nya langsung memasuki kamar Renjun, memastikan bahwa keadaan Renjun baik-baik saja.






Mas dan Adek (Hyuckren)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang