Bayang 17 Datuk Pulang!

180 45 40
                                    

Chandra © Fukuyama12 (2023)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chandra © Fukuyama12 (2023)

Genre: Fantasi Gelap Nusantara

.

Bayang 17 Datuk Pulang!

"Saya hanya lewat dan tidak sengaja mendengar percakapan kalian saja," ucap pemuda itu. "Apa saya mengganggu?"

Suara yang mengalun dari mulutnya tidak jauh berbeda dengan apa yang kudengar saat itu. Namun kali ini, sesuatu tampak berbeda. Dia terlihat tenang, tetapi tidak tampak menyeramkan. Mungkin karena aku tidak sedang ketakutan dan berpikir macam-macam.

"Ah, tidak. Sama sekali tidak mengganggu," ucap Mahesa dengan menggeleng cepat.

Pandangan mata pria muda tu berpindah padaku. Aku tersentak dan membalas senyumannya dengan kaku. Aku tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi. Perasaan lega dan aneh bercampur menjadi satu.

Kupikir karena aku tidak sengaja berpapasan dengan pria ini pada malam hari, aku jadi berpikir yang tidak-tidak dan menganggapnya bukan manusia, tetapi saat melihatnya berinteraksi normal dengan Mahesa begini, aku jadi yakin jika dia memang benar-benar manusia.

Akan tetapi, ada satu hal lagi yang menarik perhatianku. Jika memang pertemuannya denganku di malam hari memang nyata dan ia berdiri di sini dengan sehat, maka mitos yang berkembang di desa memang hanya sekadar mitos yang salah.

"Kita bertemu lagi, ya?" ucapnya padaku.

Aku mengangguk sebagai jawaban. "Aku tidak menyangka bisa melihatmu lagi. Kupikir kamu sudah kembali ke desamu."

"Iya, saya sudah ke sana, tapi karena dusun ini menarik, jadi saya kembali lagi ke sini."

Aku tertawa mendengar ucapannya. "Maaf," ucapku saat melihat Mahesa dan pria itu tidak ikut tertawa, "rasanya aneh saat ada yang bilang dusun ini menarik. Ini hanya dusun biasa yang berbeda dengan pusat kota. Tidak ada yang menarik di sini. Ini pertama kalinya aku mendengar ada yang bilang jika dusun ini menarik."

"Aku juga baru mendengarnya," sahut Mahesa. Aku tidak menyangka jika Mahesa akan ikut dalam perbincangan ini.

"Benarkah? Menurut saya dusun ini sangat menarik," ucapnya.

Aku mengikuti arah pandang pemuda itu. Jika dicermati, ia menghadap ke arah di mana kami datang, tempat kami tinggal, Dusun Pedhukul.

"Setiap tempat punya keunikan dan harta karunnya sendiri-sendiri. Ngomong-ngomong, kalian sedang apa?"

Aku dan Mahesa saling melempar pandangan, lalu mengangkat pancing. "Memancing."

Dia menatapku diam, seolah menilai apa yang sedang aku lakukan. Jarinya menyentuh dagu dan matanya menyipit mengamati alat pancing dan tempat di mana kami meletakkan hasil pancingan.

ChandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang