7 || Siapa Rea?

10 3 2
                                    

Minggu pagi yang cerah.

Cuaca yang sempurna bagi Stella untuk melaksanakan ritual jogging nya. Gadis itu selalu mengawali akhir pekannya dengan melakukan jogging selama 30 menit. Dia selalu menyempatkan waktu untuk berolahraga, tak peduli seberapa melelahkan hari-harinya.

Meski penampilan gadis itu terlihat santai, namun pikirannya berpikir keras. Gadis itu masih belum bisa melihat adanya hubungan antara Linewill High School dengan kematian kembarannya.

"Stella?"

Langkah gadis itu terhenti. Kepalanya menoleh cepat, penasaran dengan siapa yang mengenalnya di kota metropolitan yang baru saja ditinggalinya selama 2 mingguan ini.

Gadis dengan hoodie merah yang kini berdiri di hadapan Stella, menampilkan senyum manisnya. "Stella Neoditama, kan?"

Oke, satu lagi gadis asing yang mengenalinya. Stella mengerutkan kening.

"Gue Reastha Anindya. Tapi gue lebih senang dipanggil Rea. Anak Linewill juga."

Stella menyerngit heran. "Darimana lo tau nama gue?"

"Gue ngeliat profil pribadi lo di dokumen siswa. Prestasi-prestasi lo keren banget, lho!"

"L-lo, baca profil pribadi gue? Bukannya itu-"

"-hak Asosiasi Perwakilan Siswa." potong Rea.

"Asosi-apa?"

Rea mengangguk kecil. "Asosiasi Perwakilan Siswa. Gue ketuanya. Mungkin lo belum tau tentang itu. Singkatnya, pengurus inti APS punya izin buat baca seluruh data pribadi anak-anak sekolah kita. Nah, Linewill High School jarang banget nerima anak pindahan. Makanya gue kepoin profil lo."

Stella mengangguk paham. "Berarti ... si El Zura itu anak APS juga, ya? Pantesan dia tau tentang prestasi gue di sekolah lama dulu."

"El Zura?" ada nada terkejut di sana.

"Iya."

"Apa maksud lo dia bisa tau prestasi lo?" Rea bertanya curiga.

Stella mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum kemudian menuturkan kejadian di café sekolah tadi pagi. Rea terlihat menghela napas panjang. Untuk sesaat, keduanya terdiam.

"Well, gue harap lo nggak nyari masalah aja sih, sama dia," pesan Rea kemudian.

"Sebagai anak baru yang menjunjung tinggi perdamaian, gue nggak ada niatan nyari masalah sama siapapun," sahut Stella. "Kadang, masalah aja yang demen datang ke gue."

Rea terkekeh. "Ngaco, lo. By the way, daripada kita ngomong berdiri gini, mending ke café seberang, yuk! Biasanya pagi-pagi gini udah buka. Biar gue yang traktir. Anggap aja ... ucapan selamat datang dari si Ketua APS yang baik hati dan tidak sombong ini."

"Pede banget."

"Nggak pede, bukan Rea namanya. Yok, ah. Ntar keburu rame, tuh café."

"Emang gue udah bilang iya?"

"Emang lo bisa nolak tawaran gue? Lo haus, kan?"

Stella terkekeh. "Tau aja."

"Gue tuh orangnya 3P. Selain pede, gue juga populer dan peka," ucap Rea sembari menarik tangan Stella mendekati zebra cross. Ketika jalanan sepi, kedua gadis yang baru saling kenal itu menyeberang.

"Lo orangnya emang humble ke semua orang?" tanya Stella basa-basi.

"Yap. Gue emang humble. Bahkan bapak-bapak yang jual batagor dekat sekolah kita aja bakal setuju sama fakta itu."

"Ck! Serah lo, dah."

Stella menyerah menghadapi gadis cerewet yang kini berjalan 3 sentimeter di depannya itu. Dia memilih untuk diam dan memperhatikan Rea dengan lebih teliti. Rambut sebahunya yang diikat satu, bergoyang dengan lembut setiap kali ia melangkahkan kakinya. Stella baru menyadari, bahwa sneakers yang dikenakan Rea memiliki corak sapi. Bahkan, gantungan kunci pada tasnya dan case handphone yang dipegangnya juga memiliki corak yang sama.

Seketika Stella merasa sedikit lucu.

Ni anak fandom sapi apa gimana?

•••

Tiba di café yang dimaksudkan Rea, kedua gadis itu memesan makanan masing-masing dan memilih meja yang nyaman untuk mengobrol. Sesaat sebelum Stella menyentuh lemon tea dingin yang sangat menggoda tenggorokannya, gadis itu menatap Rea dalam-dalam.

"Lo ... perlu apa dari gue?"

Pertanyaan singkat itu, membuat Rea terkesiap selama beberapa saat. Namun kemudian, gadis itu kembali terlihat biasa saja dan menggigit sandwich nya dengan tenang.

"Bukannya lo yang perlu gue?"

"Maksud lo?"

Rea kembali menggigit sandwichnya. "Lo jauh-jauh dari Surabaya ke sini, bukan tanpa alasan, kan?"

"Gue ke sini karna tertarik sama Linewill High School. Itu aja," sanggah Stella meyakinkan.

Rea melempar tatapan menyelidik. "Bukan karena kejadian bunuh diri 3 bulan lalu?"

Dan gadis itu tak perlu merasa bingung dengan reaksi Stella yang terkejut bukan main.

"M-maksud lo?"

"Gue tau, cepat atau lambat, lo bakal datang ke sini," ujar Rea. "Ella banyak cerita tentang lo."

Begitu nama kembarannya disebut, Stella meremas jari-jemarinya. Pikirannya kalut. Tidak tahu bagaimana harus merespon.

"It's okay. Gue nggak bakal ngebocorin apapun yang gue tau. Tentang lo ... atau saudara kembar lo." Rea berkata dengan sedikit berbisik.

Stella dapat melihat dari sorot matanya, bahwa gadis itu juga merasakan hal yang sama seperti apa yang Stella rasakan sejak kepergian kembarannya. Mereka sama-sama kehilangan.

"Lo siapa?"

•••

Thankyou for your
VOTE, COMMENT & SHARE 🖤

EliminationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang