Boss Bitches

57 7 0
                                    

Auman binatang di hadapannya membuat Brandon Darmendra bergidik. Lelaki itu menelan ludah, sementara ekor matanya tak berhenti mengikuti gerakan hewan peliharaan Jenna yang mondar-mandir di ruang sebesar lapangan bola itu.

"Jangan khawatir, Brandon. Archie itu jinak."

Brandon menoleh dan mengangguk, tetapi dalam hatinya mengumpat. Jinak dari Hong Kong! Mana ada hewan buas sebesar itu bisa patuh dan tunduk seperti anak kucing? Lelaki itu berusaha menampilkan dirinya senyaman mungkin, sementara para pelayan yang wajahnya sama tegangnya seperti dirinya menyajikan aneka kue-kue manis dan teh. Detik itu juga, Brandon menyesali telah menyetujui ajakan Jenna untuk minum teh bersama peliharaannya. Tangan lelaki itu terkepal, sementara keringat dingin mulai menetes-netes di punggung, dari balik kemeja. Namun, itu semua bukan salahnya. Mana ia tahu bahwa hewan peliharaan Jenna adalah seekor jaguar!

Para pelayan perlahan beringsut-ingsut menyingkir, dengan wajah girang ketika mereka berhasil lolos dari lubang maut

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Para pelayan perlahan beringsut-ingsut menyingkir, dengan wajah girang ketika mereka berhasil lolos dari lubang maut. Jaguar itu kini duduk dengan santai di sebuah sofa empuk tak jauh dari tempat mereka berdua duduk. Muka binatang buas itu tampak malas, bahkan mengantuk sekarang. Meskipun begitu, detak jantung Brandon tak juga berkurang kecepatannya.

Tangan Jenna meraih sebuah makarun dan memakannya dengan anggun. Sesekali ia menoleh ke arah binatang buas yang mulai memejamkan mata, menatapnya dengan penuh rasa sayang. Brandon merasakan tenggorokannya gatal, tapi ia berusaha menahan demi tidak membangunkan hewan kesayangan sang nyonya rumah. Sayangnya, tubuh lelaki itu tidak bisa berkompromi, hingga ia terpaksa batuk-batuk kecil. Setelahnya ia menoleh dengan panik ke si jaguar, yang tampak tak terganggu.

"Kok kamu kayak takut banget, Brandon? Sudah kubilang Archie itu jinak. Lagipula, dia udah makan, kok."

Helaan napas lega lolos begitu saja dari hidung Brandon yang kemudian mulai rileks dan menikmati tehnya. "Kamu dapat jaguarmu itu dari mana? Bisa dapet izinnya?"

Bibir Jenna melengkung membentuk busur. "Sure. Apa sih yang nggak bisa aku dapetin di dunia ini? Lagian itu hadiah dari Pangeran Dubai." Perempuan itu kini berpaling ke arah Brandon, dengan tatapan tajam seolah menguliti lelaki itu hidup-hidup. "Jadi, kamu mau apa ke sini?"

Kali ini lelaki itu belingsatan. Hati Jenna bersorak sorai saat ia berhasil membuat para lelaki berada dalam situasi yang terpojok. Lagipula, sedari awal, perempuan itu tahu apa motivasi Brandon mendekatinya. Uang. Bisnis orangtuanya terancam bangkrut, tetapi hobi berjudinya sudah kepalang akut. Lelaki itu sedang berada dalam jeratan maut.

"Aku pengen ngajak kamu makan malam."

Mata Jenna melirik ke arah gawai yang tergeletak di atas meja, yang menunjukkan pukul empat sore. Sebentar lagi, Celine akan menjemputnya untuk pergi ke bandara. Mereka akan singgah di Hong Kong sebelum bertolak ke New York untuk urusan pekerjaan. Kedatangan Brandon yang mendadak ini sungguh membuatnya jengah.

"Boleh. Aku bakal makan malam sama Celine abis ini. Kamu boleh ikut."

Wajah Brandon mendadak pias. "Kalian mau pergi?"

"Yeah. Aku ada urusan ke Hong Kong abis itu ke New York. Mungkin seminggu baru balik." Jenna menjentikkan jemarinya sebelum meraih cangkir teh kesayangannya. "Kamu nggak ngabarin sebelumnya, jadi aku nggak bisa spare waktu buat kamu hari ini."

"Kamu bilang bakal ngabarin setelah kamu nyuruh aku pulang dari party-nya Tian waktu itu." Bibir lelaki itu mencebik. Ia merasa terkhianati apalagi setelah mendengar bahwa Jenna pulang bersama seorang lelaki perlente. Ia merasa dicurangi bahkan sebelum permainan dimulai.

"Ah, maaf." Wajah datar Jenna tampak menunjukkan sebaliknya. Ia sama sekali tak menyesal mengusir Brandon, lagipula Javas jauh lebih menantang ... dan menggairahkan. Persetan bahwa lelaki itu adalah polisi. Terserah saja jika Brandon menganggapnya jahat. Ia sudah biasa dituduh dan digosipkan yang tidak-tidak. "Okay, kalau emang kamu nggak mau ikut, aku mau siap-siap dulu ya."

"Aku ikut. Ke Hong Kong kan?" Brandon tampak antusias. "Visa dan pasporku masih aktif. Akan kusuruh asistenku mengambilnya."

Rasanya Jenna seolah menjadi perempuan culas. Lelaki itu pasti akan segera menyeberang ke Macau setelah dari sana. Surganya judi. Belum-belum sudah menunjukkan rupa aslinya. Ah, lelaki. Mereka sangat mudah sekali menggali lubang kuburnya sendiri.

"Bayar sendiri-sendiri, ya?" goda Jenna lagi. Ia sendiri tak punya masalah harus membiayai lelaki yang tampaknya bahkan tidak bisa membayar makan siangnya sendiri, tapi ia ingin tahu kesungguhan Brandon. Jika memang lelaki itu serius mendekatinya, dan lolos ujian kesetiaannya, kenapa tidak? Loyalitas untuk seorang Jenna adalah sesuatu yang bernilai mahal. Tidak banyak orang yang bisa setia kepadanya. Lagipula Jenna akan naik jet pribadi. Mana bisa keuangan Brandon membayari setengah ongkosnya.

Bibir Brandon terkatup rapat. Jenna sudah ingin sekali menertawai lelaki itu, tetapi ia tahu bahwa itu hanya akan melukai harga diri Brandon. Perempuan tersebut ingin melihat bagian mana dalam diri Brandon yang berguna baginya. Setelah dua belas kali salah memilih pasangan, mungkinkah ia dan Brandon adalah match made in heaven? Bola mata Jenna berputar. "You're not made in heaven, Jenna. You're a bitch which born in hell." Seorang perempuan binal dan seorang pejudi. Serasi sekali. Jenna mendengkus.

"Baiklah. Kamu kira aku miskin ya?"

Ah, ia tersinggung. Jenna kembali merekahkan bibirnya, membentuk senyuman yang mampu meluluhkan lelaki manapun. "Bukan begitu, Babe. Aku lagi diawasi. Mungkin nanti bakal bikin kamu repot."

Wajah Brandon kembali melunak. Dalam hati, Jenna tahu pasti lelaki itu sedang mengumpulkan kesabarannya demi bisa memuluskan rencananya. Setiap orang yang berada di dekatnya selalu memiliki motif. Kebanyakan hanya ingin kecipratan uang dan sedikit kekuasaan yang dimiliki oleh seorang Jenna Salim. Sudah terlalu banyak pengalaman yang dimiliki oleh perempuan itu hingga ia bisa melihatnya secara tembus pandang setiap berjumpa dengan orang baru. Jenna seolah berada di atas singgasana dan para lelaki itu—Javas dan Brandon—seumpama bidak catur yang ingin menyeretnya ke dalam permainan, menanam jebakan danmemasang jerat sampai Jenna masuk perangkap. Menarik sekali.

"Kamu diawasi?" Mata Brandon mendadak siaga. "Sama siapa?"

Nah kan. lelaki itu juga memiliki ketakutannya sendiri. Pasti dirjen pajak atau OJK sudah menyita banyak aset keluarga mereka, sehingga seorang Brandon Darmendra sampai harus datang merayu Jenna. Biasanya keluarga mereka tak mau berurusan dengan Salim. Apalagi citra Jenna bukan seorang perempuan alim. Jenna benar-benar puas dengan aktingnya kali ini.

"Bercanda, Brandon. Aku siap-siap dulu ya." Jenna bahkan bisa melihat mimik lega yang segera tertera di wajah Brandon tanpa ditutup-tutupi. Perempuan itu bangkit kemudian menghampiri hewan peliharaannya dan mengecup puncak kepalanya. "Bye, Archie." Jaguar itu hanya mendengkur, seolah tidak peduli bahwa majikannya akan pergi selama beberapa hari. Berbeda dengan para pelayan yang gemetar menyiapkan kandang karena Archie tidak suka dikurung terlalu lama.

Jenna segera mengirim pesan kepada Celine, mengabarkan ada penumpang tambahan. Setelah membaca pesan balasan dari sahabatnya, perempuan itu segera meraih kosmetik dan memulas wajah, bersiap untuk mengajak lelaki yang sedang menunggunya di bawah untuk bercinta di dalam jet pribadinya nanti. Tidak ada Javas, Brandon pun jadi.

*episode05*

Hai. Keliners. Akhirnya nyonya udah update lagi deh. Semoga kalian suka versi yang ini ya. Oh ya, masalah cast, kalian suka yang versi Korea atau Barat? Jawab di komen ya. Atau ada yang udah ngeh kata kunci untuk part ini? Masak nggak ada yang ngeh sih? He he he.

Setelah ini, aku mungkin update rutin, tapi gantian sama Daylight. Sama repost dua ceritaku yang lain. Jadi sambil nunggu, kalian bisa baca-baca ceritaku yang lain. Atau ramein komennya, biar aku jadi lebih termotivasi buat update. Kadang kalau sepi komen macam ini, mau nulis juga mager. Ups, maafin ya, biasa lagi labil.

Nyonya DurjanaWhere stories live. Discover now