Adhinata Willson Darren

117 2 0
                                    

"jangan lupa besok kita ada kelas pertama Jira, jangan sampai kesiangan, lagi lagi bahkan lagi" Airin merapihkan barang barangnya lalu turun dari mobil Jira

Jira tak menanggapi, dari iya masuk sekolah menengah atas sampai kuliah semester 4 mana pernah Jira ikut mata pelajaran pertama, orang bangun tidur aja jam 8 kok

"Heh! Ingat kita ada kuliah pagi! Jangan lupa dism aja kalau aku ngomong"

"Iya Airin iya! Nanti aku pasang alarm jam 6, apa jawaban ku sudah bisa menenangkan hati mu" ujar Jira sambil melihat Airin menutup pintu mobilnya

"Dadi jaman purba juga kamu selalu bilang pasang alarm jam 6, mana sampai sekarang selalu muncul di mata pelajaran ke 2"

"Kalau begitu kamu tahu watak ku, untuk apa menanyakan lagi? Dah ya aku pulang "

Jira langsung menutup jendela mobilnya lalu berjalan meninggalkan rumah Airin

"Adhinata Willson Darren" gumam Jira ssmbil menyetir

"Menarik " kembali ternyum saat fikiran nya mulai kemana mana

***

"Selamat siang Noona muda" ucap Raphael membukaan pintu mobil Jira

"Ada mamah dan juga papah di dalam Raph?" Tanya Jira saat melangkah keluar

"Ada Noona muda, tuan besar dan nyonya besar datang sekitar jam 10 tadi pagi" ujar Raphael kemudian

"Ada minji?" Tanya Jira kemudian

"Noona minji tak ikut, mungkin saja masih di London karna ini bukan waktunya liburan sekolah"

Minji adalah anak dari paman nya Jira yang memang kebetulan masih sangat masih berumur 15 tahun, sejak kecil iya di aduh dan di besarkan oleh keluarga nya Jira, ya Jira bahkan sudah menganggap minji adiknya sendiri mengingat perbedaan usia mereka hampir 5 tahun

"Kamu udah pulang Ra?"

Jira menoleh ke ruang keluarga saat sebuah suara menyapanya

"Aku kira papah sama mamah lagi istirahat, mengingat Raphael bilang kalau  Daan mamah datang jam 10 pagi" ujar Jira lalu mendekati papahnya

"Ini bahkan sudah jam 3" jawab sang papah sambil memainkan tab yang ada tangan nya

Jira melihat jam tangan nya, lalu menyadari kalau sekarang sudah mulai jam 3

"Aku mandi terlebih dahulu ya pah, badan ku lengket"

"Bagaimana tak lengket, orang kamu habis bermain basket kok"

Baru saja Jira ingin melangkah masuk ke dalam kamarnya, ucapan sang papa berhasil menghentikan langkahnya

"Aaaah! Ko papah tau?"

Padahal hanya pertandingan basket biasa, tidak di siarkan di televisi dan tidak pula di siarkan di radio bagaimana bisa papahnya mengetahui kalau iya bermain basket?

"Papah udah bilang perspa kali untuk kamu mundur?"

Jira diam, ini bukan peringatan pertama dari papah nya, entah sudah berapa kali tapi Jira seolah tuli, basket adalah dunia nya, apa salahnya sih jika wanita bermain basket

"Itu hanya hobi pah" jawab Jira

"Kaki mu pernah cidera loh gara gara basket"

Iya tau, semua tindakan yang di ambil pasti memiliki resiko tapi mau bagaimana lagi, Jira menyukainya dan dia ahli di bidang tersebut

"Loh! Loh! Looooh anak baru pulang ko udah di marahin"

Tanpa menengok pun Jira tau itu suara mamahnya, mamahnya Jira turun secara perlahan dari tangga lalu menghampiri di mana anak satu satunya sedang di marahi suaminya

"Ada apa sayang? Apa ini masalah basket lagi? " Tanya sang mama, namun hanya hanya Jira yang memberikan anggukan kepala

Alice mengusap rambut putrinya lalu tersenyum, Aryan memang suka berlebih mendidik Jira, padahal dia dengan bangga memamerkan Jira pada rekan rekan bisnisnya

"Udah Sanah, mandi dulu! Mamah udah siapin beberapa gaun nanti kamu pilih ya sayang"

"Gaun? Untuk apa?"

"Ya untuk makan makan kita dong sayang, masa mau pakai pakaian seperti ini" ujar Alic mendorong tubuh putrinya ke arah tangga agar tak banyak bicara lagi

"Jira" panggil Alice yang lagi lagi memberhentikan langkah Jira

"Usahan gaun nya yang berwarna biru " ujar Alic sambil menik turunkan alisnya

"Biru?"

Jira bahkan tak paham kenapa makan malam saja harus pakai gaun? Dan sekarang mamahnya menyurhn untuk dia memakai gaun biru?

Ini sebenarnya ada apa?

***

Jira nampak begitu anggun memakai gaun berwarna abu abu yang memperlihatkan pundaknya, tadi pas iya masuk kamar memang ada beberapa pilihan gaun teringat pesan mamahnya untuk melihat gaun biru, Jira langsung melihatnya tapi tak menyukainya, iya malah lebih menyukai gaun abu abu

Terlihat simpel karna di atas lutut, memperlihatkan bahu mulusnya dan juga leher jenjangnya

" Kita sebenernya mau makan malam dengan siapa si mah? Ko pake acara dandan seperti begini?" Tanya Jira sambil menatap cermin

Terlihat Alice sedang memainkan ponsel sambil menunggu putrinya selesai di makeup oleh ahlinya

"Sama pengusaha muda sukses dan yang pasti tampan" ujar Alice sambil sesekali melihat riasan putrinya

"Pengusaha muda?" Gumam Jira

Mengapa yang terbesit di dalam dirinya adalah Adhinata Willson Darren? Bahkan seharian ini sudah dua kali iya bertemu dengan Adhinata itu

"Sudah selesai nyonya"

Alice tersenyum begitupula dengan Jira, merasa puas dengan perasaan berbeda, namun sepertinya perasaan Jira tak enak

***

Lestoran bintang 5 tamu VVIP

Aryan berserta anak dan juga istrinya sudah sampai di tempat makan yang sudah di janjikan dua belah keluarga, berjalan santai menuju ke salah satu ruangan yang sudah di tunjukan

"Hallo tuan Aryan, lama sekali tak berjumpa dengan anda"

Baru saja pintu terbuka, Aryan sudah mendapat sambutan hangat dari rekan bisnisnya atau teman seperjuangan nya sejak kecil

"Hallo juga Bram, maaf sudah membaut mu menunggu lama, kau tau lah bagaimana macetnya kita Jakarta"

"tak apa, aku mengerti sialhkan mari mari kita duduk dan mulai makan"

Ini kenapa yah?

Sena seperti bertanya tanya di dalam dirinya sendiri, mengapa jantungnya terus berdekat tak nyaman? Kalau harus makan malam sesama pengusaha mengapa dirinya juga di ajak?

"Ini yah yang namanya Jira Anastasya? Ya ampun kamu sudah besar sekali nak" tampak wanita seusia Alice sedang tersenyum sambil memuji Jira

"Wajar dia sudah besar Rossie, terakhir kali kalian bertemu adalah 20 tahun lalu, sejak aku melahirkan nya" ujar Alice sambil mengusap rambut Sena

"Ini yang nama ya Adhinata Willson Darren? Wajah aku sering sekali melihat berita anak ku di televisi"

Jira langsung menegakan kepalanya saat nama seseorang di sebut, persis di depan nya ada sosok Adhinata, yang sedang menatapnya dengan senyuman

"Panggil saja Nata, rasanya terlalu panjang jika memanggil Adhinata" ujar Rossie sambil mengusap bahu putra satu satunya

"Ini putriku satu satunya, masih ingatkan kau dengan Jira?" Tanya Aryan di balas anggukan kepala oleh Bram

"Bagaimana aku bisa lupa dengan wajah Jira, namanya sering di sebut oleh banyak orang, sepertinya anak ku populer" ujar Bram sambil ternyum melihat anak dari sahabatnya

" Bukankah sangat cocok jika Jira bersatu dengan Adhinata?"

Jira terdiam membisu, melihat sekeliling di mana semua orang tersenyum, hanya dirinya yang masih bertanya tanya, ada apa ini sebenernya?

Di Jodohin Ceo Dingin Where stories live. Discover now