02. Kalut

3.8K 413 68
                                    

"Mama mau kalian bisa menjalankan panti asuhan ini dan bermanfaat bagi orang banyak." tambah wanita itu.

Tante Talia lalu beralih menatapku.

"Oh ya, Ra, besok ketua umum yayasan sosial Harsa Sagara mau berkunjung kesini," wanita itu menggantung kata.

"Sebagai simulasi jadi istrinya Dio, Ra mau ga, ikut tante menyambut beliau?" lanjutnya antusias.

Laki-laki itu melirik kepadaku, bibir tipisnya tersenyum kecil. Entah kenapa pipiku juga langsung memanas saat membayangkan bisa menikah dengan pacarku sejak dua tahun lalu itu.

"Heh, ntar aja saling tatapnya. Ra, kamu mau ikut tante besok?" tanyanya lagi.

Setahuku, ketua umum yayasan Harsa Sagara bukan orang sembarangan. Wanita itu memiliki banyak sekali prestasi, tidak pernah terlilit kasus korupsi, serta suka memberi bantuan pada panti asuhan kecil seperti milik tante Talia.

"Ra mau banget, tan." sahutku dengan sorot mata berkilau, semangat.

***

Matahari menerik, kakiku menapak mansion papa yang katanya seharga lebih dari empat miliar rupiah. Rumah besar ini selesai dibangun setelah kepergian bunda. Dulu, sebelum papa menjabat, aku, ia, dan bunda awalnya tinggal di perumahan biasa. Ketika usiaku beranjak lima belas, papa menjabat sebagai menteri. Kabar gembira itu ditutup oleh berita bahwa bunda tewas karena longsor.

Tak lama setelah pemakaman bunda, seorang wanita tiba-tiba muncul sambil membawa dua anaknya. Mengaku sebagai keluarga tiriku dan akhirnya tinggal di mansion baru ini.

Kak Arjun yang sedang duduk di sofa ruang tamu melirikku singkat.

"Lo bau, mending mandi" cibir Arjun sembari menyantap potongan pizza.

"Lain kali, habis ketemu anak penyakitan lewat pintu belakang aja," timpal sinis Jessica, istri kedua papa.

"Mereka bukan penyakitan." sosorku.

"Marah dia, kurcacinya diejek" Arjun tergelak, lalu beralih menyeruput wiski dari gelasnya.

Setelah melempar tatapan dingin, aku angkat kaki dari ruang tamu. Kata bunda, tidak ada gunanya berdebat dengan orang yang jelas-jelas membenci kita. Karena itu hanya buang-buang tenaga.

Kini kedua tungkai kakiku bergegas menaiki tangga mansion.

Setelah delapan jam mengajar anak-anak di panti asuhan, sekujur tubuhku tentu saja perlu istirahat.

Setelah mandi, aku merebahkan diri di kasur sambil menggeram lega. Tiba-tiba, ponselku berdering singkat.

Segera aku mencarinya dari dalam tas, mengecek siapa yang menghubungi.

Rasa penatku langsung sirna ketika melihat notif laki-laki yang kutunggu.

Dio GGS🐺❤
Ra cantik
Udah nyampe rumah??
15.12

Udahh Dioo😆
Kenapaa
15.13

Dio GGS🐺❤
Udah mandi, sayang?
15.13

Udah dong, ini Ra lagi rebahan
15.14

Dio GGS🐺❤
Kecium loh wanginya😍😍
Oh ya, coba buka gorden Ra
15.14


Ntah kenapa, walau sekarang kami tidak bertatap muka, pipiku langsung panas saat Dio memuji. Pacaran dengan Dio selama dua tahun terasa seperti baru dua hari jadian.

Aku penasaran kenapa laki-laki itu memintaku untuk melihat ke jendela.

Tanpa pikir panjang, kuturuti saja.

Married With BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang