08. Mereka dan Hujan

2.9K 376 43
                                    

Sebenarnya aku ragu mengijinkan seorang laki-laki masuk ke kediaman papa. Alasan pertama, papa pasti marah besar jika sampai tahu. Kedua, Gavin adalah orang asing yang baru saja kukenal. Ketiga, kami belum sah menjadi pasangan suami-istri.

Masalahnya, walau aku sudah menolak tegas, Gavin terus mendesakku agar mengijinkan dia menginap. Buat alasan bannya kempes lah, padahal nyatanya aman-aman aja. Kebelet buang air kencing lah, padahal ada SPBU.

"Pulang aja, Gav!" aku sudah kehilangan stok kesabaran.

Namun, laki-laki itu malah membuka pintu Teslanya. Lalu keluar dari mobil. Berjalan cepat menghampiriku.

"Cepet, udah ngantuk" desaknya.

"Gak boleh!" tubuh kecilku berusaha menahannya agar tidak masuk.

Tapi Gavin terlalu kuat, ia merangsek tubuhku agar masuk gerbang. Lalu menguncinya dari dalam.

***

Seriusan, Dio aja ga pernah aku ajak ke rumah. Tapi chindo satu ini? Benar-benar tak tahu malu.

Ia berjalan dua langkah di depanku, mengedarkan pandangan ke seluruh sudut mansion papa. Gavin juga menyentuh beberapa vas milik Jessica.

"Ra..? Ini siapa?"

Bibi Siti menyambut kami, Gavin sontak menerbitkan senyum ramah.

"Halo, bi, saya calon suami Kiran." sapanya sembari tersenyum lebar.

"Loh, trus yang kemarin dateng siapa?" Bibi Siti menatapku dengan kerutan di dahinya.

"Enggak, bi. Nih orang cuma gelandangan yang gak punya rumah, makanya minta nginep." ceplosku.

Manik Gavin melirik tajam padaku.

"O-oh..." sahut bibi canggung.

"Duluan ya, bi, saya sama Kiran mau bobo bareng," tambah laki-laki itu.

"Ngawur!" pekikku.

Bibi Siti sampai mengedikkan bahu,  wanita paruh baya itu terkejut dua kali. Pertama karena kalimat Gavin, dan kedua karena teriakanku.

"Kalau begitu saya ijin istirahat ya, Ra?"

Aku mengangguk. Lalu beralih melirik chindo menyusahkan itu.

"Gak ada kamar lagi, sana tidur di sofa ruang tamu kalo mau!" suruhku.

"Gak nyaman lah, gue sama lo aja" Gavin menarik senyum miring.

"Gila kamu, cowo mesum!"

"Apasih, orang gue calon suami lo!"

"Kan masih calon, udah belagu" suaraku memelan di akhir.

Di tengah perdebatan itu, kepala kami sontak berpaling ketika mendengar guyuran air dari arah luar. Hujan mendadak turun dengan sangat deras.

"Pas banget di luar langsung hujan," Gavin menatapku.

"Ranti, gue boleh minta sesuatu ga?"

"Bisa gak stop manggil Ranti?" sergasku.

"Dih, suka suka gue lah!"

"Serah, deh!" kakiku menapak anak tangga pertama.

"Dengerin dulu!" Gavin menyambar lenganku.

"Apa lagi, ha?" jengkelku.

"Kita bentar lagi mau nikah, gimana kalo pemanasan?"

"Ngomong tuh langsung ke intinya, emangnya olahraga?"

Setelah kalimat yang kulontarkan, atmosfir mansion sempat lengang sesaat, sebelum Gavin mengayun kakinya mendekatiku.

Telapak kaki ini otomatis melangkah mundur. Masuk ke area dapur.

Married With BenefitOù les histoires vivent. Découvrez maintenant