03 || Bertemu Imara

207 19 4
                                    

¤ بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ ¤

¤ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللّٰهِ ¤

"Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah."

"Menyimpan dendam atau kebencian hanya akan merusak hati dan iman, dan saya tidak mungkin merusak kedua yang saya miliki tersebut

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Menyimpan dendam atau kebencian hanya akan merusak hati dan iman, dan saya tidak mungkin merusak kedua yang saya miliki tersebut."


- Imara Alhudaibiyyah Az-Zahra -

¶¶¶

Baju kaos dan celana jeans yang menjadi pakaian Immanuel semula, telah dia tanggalkan dari tubuh. Berganti dengan sebuah jubah berwarna putih milik Gus Zaki yang tadi Gus Zaki berikan sebelum dia berangkat ke masjid.

Sekarang, di depan cermin full body itu Immanuel berdiri memandangi dirinya sendiri dengan rengutan jengkel di wajah. Dia kira Gus Zaki akan memberinya baju seperti yang sebangsa dengan baju milik dia sebelumnya, namun ternyata Gus Zaki malah memberikan baju terusan itu yang membuat Immanuel merasa sangat tidak keren.

"Masak gue pake ginian, sih? Udah kek cewek aja. Sekalian aja kepala gue juga ditutup kain kalo gini ceritanya." sejak tadi dia terus menggerutu.

"Nggak ada baju lain?" Immanuel bertanya ketika tadi Gus Zaki memberinya jubah itu.

"Pakai saja ini, pasti cocok buat kamu."

Dan hasilnya? Immanuel sangat tidak menyukainya. Bagi dia, penampilan seperti itu sangat tidak mencerminkan dirinya sebagai anak muda yang liar dan bebas, melainkan seperti anak cupu yang ketinggalan zaman.
Padahal baru tingkat pakaian, namun dia merasa jiwanya pun telah ikut terkekang.

"Si Zaki seleranya kenapa harus gini banget, sih? Apa dia nggak tahu adanya dunia luar, ya makanya masih kuno gini. Cowok zaman sekarang tapi, kok nggak ngerti fashion. Norak.

Malah anting gue juga disuruh lepas lagi. Kalau bukan demi diizininnya gue tinggal di sini, nggak bakal mungkin gue mau nurutin permintaannya dia. Untung kalung ini masih tetep boleh gue pake." ujarnya lagi sambil melihat kalung kepercayaannya yang ia masukkan ujungnya ke dalam jubah.

Pemuda itu menghela napas cukup panjang.
Malas melihat penampilan dia yang sekarang, Immanuel memilih menepi dari hadapan cermin dengan raut tak sedap dan pergi keluar kamar untuk menunggu kepulangan Gus Zaki. Dia akan melayangkan protes lagi pada pemuda tersebut.

Di sofa ruang tamu, Immanuel langsung duduk dan akan menaikkan satu kakinya di atas kaki yang lain. Namun, ruang jubah yang tak terlalu lebar membuat pergerakan kakinya terbatas, sehingga kaki itu tidak bisa mencapai ke atas.

PEMUDA MUALLAFWhere stories live. Discover now