06 || Dia, Non Muslim?

134 15 0
                                    

¤ بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ ¤

¤ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللّٰهِ ¤

"Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah."

¶¶¶

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

¶¶¶

"Ada perlu apa?"

Tiga kata bernotasi tanya yang terucap dari mulut Gus Zaki itu membuat senyum Zalia memudar. Pasalnya, pertanyaan itu dilontarkan dengan nada begitu datar seolah menunjukkan ketidaksukaan atas kehadiran Zalia yang juga diikuti oleh Layla di sebelahnya.

Bahkan, mereka masih berdiri di depan pintu dan tak diajak masuk oleh si pemilik rumah.

Sedangkan di tangan masing-masing Zalia maupun Layla, terdapat rantang berisi makanan yang akan mereka berikan kepada masing-masing targetnya.

"Mau tahu kabar Bang Zaki. Bang Zaki kabarnya gimana?" tetapi Zalia menegarkan diri dengan segala bentuk kedataran yang dia terima. Katanya, jika ingin meluluhkan hati sang pujaan, maka tak boleh lemah dan gampang menyerah sebelum apa yang dituju dapat dicapai.

"Waktu itu Imara datang ke sini sendirian nggak ngajakin kami, jadi hari ini kami datang." Zalia lanjut menjelaskan. Dan Layla mendukung pernyataan itu dengan mengangguk diiringi senyuman tipis.

"Alhamdulilah baik. Tapi Bang Zaki lagi sibuk, sebentar lagi ada costumer yang mau datang bicarain soal kaligrafi. Zalia sudah tahu kabar Abang 'kan? Jadi sekarang Zalia bisa pulang."

"Ya ampun, Bang, kejam banget, sih main langsung usir? Nggak ada basa-basi ngajakin masuk dulu gitu?" Layla menyerobot pembicaraan.

"Maaf, La, di rumah ini hanya ada laki-laki. Jadi tidak sepantasnya Abang mengajak kalian yang bukan mahram untuk masuk. Haram, berbahaya, banyak mudharatnya. Jadi ada baiknya kalian pulang, ya."

"Selain mau tahu kabar Bang Zaki, Zalia juga mau ngasih ini buat Abang." Zalia langsung menyodorkan rantang yang di tangan. Yang kemudian ditatap sejenak oleh lelaki itu.

"Terima, ya, Bang. Tadi Zalia masakin di kost khusus buat Abang. Siapa tahu Abang belum sarapan 'kan?"

"Seharusnya tidak perlu repot-repot, Abang dan yang lainnya sudah selesai sarapan." jawaban Gus Zaki lagi-lagi mengundang kekecewaan.

Selalu berakhir seperti ini, rantang yang dia beri tak pernah mendarat dengan mulus kepada yang dituju. Gus Zaki selalu memberikan sejuta alasan untuk menolak pemberian itu.

PEMUDA MUALLAFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang