Confess

78 14 2
                                    

"Haru!" Berteriak memanggil, Ningning terlihat berjalan kesusahan seraya menghampiri Haruto yang berada didepannya.

Seakan mengerti, Haruto segera berbalik arah. "Sini gue bantuin"

Ningning menyerahkan lembaran kertas dari genggamannya, membiarkan Haruto yang membawa barang-barangnya. "Thankyou, seneng deh lo pekaan gini. Jadi cowok gue aja gimana?"

"Gak dulu" Haruto menjawabnya cuek. Mereka kini saling berjalan bersebelahan menuju kelas.

Haruto sudah hafal dengan selera humor Ningning, ajakan seperti itu mungkin sudah didengar ribuan kali dari mulut Ningning. Rekan mahasiswanya itu tidak pernah serius dengan segala ocehan yang diucapkannya, dan Haruto tentu selalu menanggapinya dengan bercanda.

"Gimana? Kunci mobil lo udah ketemu?" Tanya Haruto mengawali pembicaraan.

"Loh kok tau?"

"Kemarin si PaJi ngomong katanya kalo nemu kunci mobil di ruangan bem, itu punya lo. Tapi gue gak liat"

"Oh, udah ketemu kok, tadi gue tanyain satpam" Ningning merogoh saku celananya, lalu menunjukkan kunci itu ke hadapan wajah Haruto. "Tapi gue bawa kunci cadangan juga sih, takut bener-bener hilang"

"Terus lo balik sama siapa kemarin?"

"Gue pulang telat bareng si PaJi"

Haruto seketika mengeluarkan ekspresi terkejutnya. Tak disangka kalimat yang keluar dari mulut Ningning barusan benar-benar diluar dugaannya, bukan hanya dirinya, mungkin teman-teman yang lain juga akan ikut terkejut mendengarnya.

Tentu bukan karena apa, Ningning dan Jihoon adalah musuh bebuyutan yang tiada akhir. Dan sangat tidak mungkin keduanya bisa pulang bersama.

"Serius?"

Ningning mengedikan kedua bahunya, "jangan mikir macem-macem, gue agak terpaksa karna kemaren hujan gede banget dan si Jihoon nawarin gue"

"Ya gapapa juga sih, jalan buat lo akur sama si PaJi"

"Yaudah lah, ayo lo mau kemana sekarang? Gue ikut" celetuk Ningning dengan wajah polosnya.

"Dih ngapain ngintilin gue?"

"Kok lo gitu sih, lo gak mau ditemenin cewe secantik gue?"

"Gak, gue ada urusan penting sama dosen"

"Ngapain?" Ningning mengerutkan dahinya penasaran.

"Kepo banget —Ini gue bantuin taro meja lo kan?" Haruto mengisyaratkan barang bawaan Ningning yang berada digenggamannya.

"Iya"

"Yaudah ayo" lalu dibalas dengan Ningning yang memutar bola matanya.

Cukup sulit memang, meski hanya ingin sekedar menghabiskan waktu berdua bersama pria yang dijuluki kulkas sepuluh pintu itu. Segala rajukan tidak akan membuat celah untuk bisa melunakkan sikapnya yang dingin. Biarkan Ningning berusaha dengan sendirinya walau entah sampai kapan Haruto akan membuka hatinya.

"Kalian ngapain pagi-pagi dateng udah barengan?" Dengan nada suara yang tak enak didengar tiba-tiba mengintrupsi keduanya sesaat begitu memasuki ruang BEM.

Tentu tidak lain tidak bukan, laki-laki bermata sipit itu mendelik tidak suka ketika Haruto dan Ningning dengan sengaja tak memperdulikan kehadirannya yang lebih dulu berada di ruangan.

"Kalian denger gue gak sih?" Jihoon merengut, raut wajahnya tak dapat disembunyikan. Karna dengan secara terang-terangan ia sebenarnya tidak menyukai kedekatan Ningning dengan Haruto seperti yang ia lihat sekarang.

"Kebetulan papasan sama Ningning tadi, gue cuma bantuin dia"

Sebenarnya tidak ada yang salah apa yang Haruto lakukan, mungkin Jihoon merasa interaksi mereka terbilang sedikit lebih akrab dibanding interaksinya dengan Ningning. Ya mengingat kemarin Jihoon sudah menyatakan inisiatifnya untuk membuat Ningning menyukainya.

Ada sedikit kecemburuan sosial timbul di hati Park Jihoon.

"Lagian kenapa sih lo tiba-tiba bawel banget?" Kini Ningning mulai risih dengan pertanyaan yang dilontarkan Jihoon.

"Gue cuma nanya" nadanya merendah ketika mendengar ucapan ketus dari Ningning. "Lupa ya apa yang gue omongin kemarin di mobil?"

Mendengar hal itu ekspresi wajah Haruto berubah penasaran, ia langsung membulatkan kedua bola matanya pada Jihoon seolah meminta penjelasan terkait kata-kata yang dimaksud. Sementara Ningning dengan cepat melempar pulpen ke arah Jihoon, dan menimbulkan bunyi PLETAKK..! begitu tepat mengenai kening Jihoon yang terhalang rambut.

Ningning segera melayangkan tatapan tajamnya, berharap agar Jihoon tidak mengatakan hal itu lagi. Ningning benar-benar merasa mual ketika mendengarnya kemarin.

"Sakit woyy!" Jihoon mengaduh miris sembari mengusap-usap keningnya dengan tidak tenang.

"Diem gak lo?!"

"Lo berdua ngapain kemarin?" Haruto masih dibuat bingung dengan pertanyaan Jihoon pada Ningning.

Nyali Jihoon seakan menciut ketika melihat Ningning memegang sebuah buku di meja yang seolah ingin kembali melemparkan benda lain padanya. Dan ia pun hanya berdehem takut.

"Lo bukannya mau ketemu dosen tadi?" Ningning mengalihkan perhatian Haruto dari rasa penasarannya.

Seakan teringat, "oh iya, gue duluan" Haruto kemudian bergegas keluar, meninggalkan mereka berdua didalam ruangan.

Seperginya Haruto yang baru saja keluar, suasana di ruangan BEM berganti menjadi sebuah kecanggungan diantara dua manusia berkedok musuh itu. Mereka seolah tak mau meradu kontak mata akibat kerusuhan yang ditimbulkan tadi dihadapan Haruto. Beruntung meski hanya Haruto yang mendengar pernyataan ambigu dari mulut Jihoon, tapi jika itu Haechan atau Yuna, tentu mereka tidak akan tinggal diam sampai mengetahui yang sebenarnya.

"Bisa gak sih gak usah pake kekerasan sama gue?" Jihoon tetap mengadu kesal setelah jidatnya berhasil dilempari pulpen. "Sakit tau"

"Lo tuh emang dasarnya nyebelin anjing, pingin gue amuk terus bawaannya"

"Kasar banget ngomongnya"

Ningning menghela nafas sabar. Hari-harinya ini memang selalu diberatkan dengan keberadaan Jihoon disekitarnya. Entah karena takdir atau apa, Jihoon selalu dihadirkan dengan tingkahnya yang membuat Ningning kehilangan kesabaran.

"Gue gak mau denger lo bahas yang nggak-nggak lagi, berenti bikin gue darah tinggi"

"Tapi gue beneran suka sama lo" Jihoon secara spontan mengatakannya. Ia tak memikirkan akibat dari apa yang diucapkannya barusan.

Ningning terdiam, kemudian memejamkan matanya sejenak. "Gak, gue gak suka sama lo"

"Gue bakal kejar lo sampe jatuh cinta sama gue"

"Jihoon, gue minta lo buat fokus sama tugas lo di organisasi. Lo nyusahin gue terus tau gak?"

"Oke, lo gak perlu bantuin gue lagi, tapi lo harus terima perasaan gue" Tetap pada pendirian, Jihoon tidak mau melibatkan posisinya di BEM dengan urusan pribadinya.

"Terserah, gue mau kelas" Ningning lalu beranjak melangkahkan kakinya meninggalkan Jihoon atas jawaban abu-abunya.









Update update! Ayoo masih ada gak yang nungguin PaJi sma Ningning??

Hari-hari PaJi | Jihoon • NingningWhere stories live. Discover now