Chapter 2

552 134 5
                                    

[Cerita ini tayang di Wattpad satu minggu sekali, setiap hari minggu pukul 09.00. Bagi kalian yang merasa terlalu lama menunggu bisa langsung cek Karyakarsa kataromchick. Klik karya, di bawah seri, geser judul-judul yang ada hingga menemukan 'Why I Ain't Yours?' Terima kasih.]

Dean tahu dirinya sudah terlalu jauh melakukan kesalahan. Dia tidak seharusnya masuk dalam banyak perangkap yang berujung menyakiti Edna. Kebodohannya kali ini sudah sangat keterlaluan. Dia merasa dirinya cerdas, sudah merasa tepat mengambil segala keputusan. Namun, apa yang dirinya dapatkan sekarang? Penyesalan. Edna ... perempuan yang dicintainya lepas dari genggaman. 

Saat dirinya mengetahui bahwa sebagian besar anggota di keluarga Edna menginginkan wanita itu mundur dari posisi terpenting di perusahaan. Dean tahu dirinya sudah sangat bodoh. Dean sudah mengacaukan segalanya. Kepemimpinan Edna, kehidupannya, bahkan hatinya. Edna menangis malam itu, tanpa suara. Ketika seluruh keluarga menghakimi kehamilannya. Saat Dean menggeleng tak percaya dengan bukti-bukti yang ditunjukkan saudara wanita itu. Dean tak percaya dengan apa yang dilihatnya, Edna mencium pria lain, memeluknya, dan bahkan masuk ke kamar hotel. Semua bukti foto dan video sudah jelas menunjukkan apa yang terjadi, Edna mengkhianatinya. Itulah sebabnya Dean tak membela Edna, dan ikut meluapkan kemarahan pada wanita itu. 

"Aku nggak ingin terlibat dalam permainan apa pun lagi di sini," ucap Mason--pria yang bersama Edna di hotel.

Saat itu Dean tidak sengaja datang ke perusahaan keluarga istrinya yang sekarang dipimpin oleh anak laki-laki di keluarga itu, adik Edna sekaligus kakak kedua Jena. Dean tidak menyangka akan mendengarkan informasi yang sangat penting itu. 

"Mason, Mason, permainan ini nggak akan berjalan tanpa kinerja dan pengorbanan teman sepertimu. Aku harus menyampaikan rasa terima kasih yang begitu besar. Tapi, Mason ... kalau kamu mundur disaat seperti ini, banyak pihak yang akan bertanya-tanya. Edna belum melahirkan anaknya, kalau kamu pergi sekarang akan ada banyak kecurigaan muncul di keluarga besarku."

"Justru kalau anak itu lahir, aku akan menjadi pihak bodoh yang tertangkap basah! Anak itu nggak akan mirip denganku! Anak itu nggak mewarisi darahku, Brayden. I don't touch her. She's pregnant before I really touch her!"

Brayden tampak kecewa mendengarnya. "I thougt you like my sister."

"Ya! Siapa yang nggak menyukai Edna? Dia pintar, berwawasan luas, tangguh, dan bahkan cantik. Tapi dia sudah memiliki pria lain! Kalau aja aku nggak sadar dengan perutnya yang membuncit malam itu, mungkin aku akan memanfaatkannya. Untungnya aku tahu perut perempuan yang sedang hamil. Gladly I don't touch her, karena kalau aku menyentuhnya malam itu, pasti memerlukan bukti tes DNA kalau nantinya aku mau pergi."

"Tapi dia mabuk malam itu," ucap Brayden yang masih meragukan kehamilan kakaknya sudah selama itu.

"Kandungannya kuat, apalagi? Anak itu pasti ingin dilahirkan dan menunjukkan eksistensinya sebagai anak Edna. Makanya nggak ada keguguran atau apa pun."

Brayden berdecak dan mengibaskan tangannya. "Itu bukan masalah sebenarnya, Mason. Yang jadi masalah sekarang adalah kamu yang nggak bersedia melanjutkan permainan ini. Aku rasa mama bisa tetap menyembunyikan bayi yang akan dilahirkan Edna nantinya, orang lain nggak perlu tahu seberapa mirip kalian. Yang terpenting adalah pernikahan Jena baik-baik saja, dan Edna nggak kembali ke perusahaan ini. Papa pasti akan marah besar kalau tahu putrinya nggak sepenuhnya menodai keluarga ini."

Dean merasa darahnya mendidih di sana. Tangannya mengepal kuat dan matanya memerah. Dia merasa sangat bodoh karena tidak bisa membaca seluruh kemungkinan ini sejak awal. Kembali wajah Edna yang menitikkan malam itu seakan membutuhkan dukungan Dean justru mendapatkan kekecewaan yang begitu besar. 

Dean sepertinya sudah terlalu lama berdiri di depan pintu ruangan Brayden hingga saat Mason ke luar dari sana, tatapan mereka beradu kaku. Mason tidak terlihat seperti pengecut, tapi rupanya seorang chicken sejati. 

"Oh, Dean Ezra. Mau menemui adik iparmu?" tanya Mason tenang. 

"Mason Ragani, bisa kita bicara sebentar?"

Mason tidak terlihat siap dengan ajakan itu. Namun, Mason tak menolaknya. Dia mengiyakan dan mereka akhirnya bicara di restoran yang menjaga privasi. Mason bisa menebak apa yang ingin dibicarakan oleh Dean. Namun, dia berpura-pura tak peduli. 

"Melakukan kerjasama dengan Brayden, apa yang kamu dapatkan?"

Mason menyunggingkan sudut bibirnya. "Ini tentang Edna? Apa yang bisa kamu berikan yang sebanding dengan Edna?"

"Kamu bisa pergi sesuka hati dan nggak perlu masuk ke permasalahan keluarga ini lagi. Menjauhlah dari Edna." 

"Brayden sedang cemas kalau pernikahan Jena akan berantakan, dan itu artinya Brayden tahu kamu ayah dari bayi itu. Dan yang lebih Brayden takutkan adalah Edna yang kembali meraih kepercayaan Anthony Sanjana, ayah mereka. Aku sebagai orang yang dijanjikan bisa mendapatkan salah satu bisnis properti mereka, rasanya lebih baik menjadi kuda hitam, ketimbang lari tanpa hasil apa-apa."

"Picik," gumam Dean.

"So what are you, Dean Ezra? Kamu yang menghamili putri pertama Anthony Sanjana, lalu melimpahkan kesalahan, lepas tangan dari tanggung jawab dan menikahi adik dari wanita yang kamu hamili. Apa sebutan untuk sikapmu yang brengsek itu?"

Balasan dari Mason itu menghentikan gerakan tangan Dean. Membuat punggung pria itu menjadi dingin seketika. 

"Kalau Anthony Sanjana tahu, apa yang kira-kira akan dilakukannya? Membuatmu bercerai dari Jena? Memberikan kesempatan emas kepadamu untuk menjadi ayah yang baik bagi bayi itu?"

Apa yang akan ayah Edna lakukan? Anthony mungkin akan membunuhnya karena telah melukai Edna, cucunya, dan Jena. Namun, ini bukan keinginan Dean sepenuhnya. Dia dipaksa untuk menikah dengan Jena, tapi dia mencintai Edna. Jika saja tidak ada foto dan video Mason bersama Edna, malam itu mungkin dia tidak akan ragu untuk mengatakan bahwa dirinya hanya ingin bersama Edna. 

"Dean, urus saja lebih dulu pernikahanmu. Aku nggak akan perlu bantuanmu untuk bisa pergi kemana pun sesuka hati. Aku tahu apa yang harus kulakukan sendiri. 

Mason meninggalkan Dean yang tertegun di tempatnya. Mengabaikan Dean yang berada ditengah situasi tak menyenangkan. 

Saat akhirnya Dean memaksa untuk bertemu Edna, dia terpana. Berapa bulan mereka tak bertemu? Empat? Tidak heran jika Dean kehabisan napas untuk sejenak ketika melihat wanita itu di lantai dua, di rumah yang digunakan untuk menyembunyikan kondisi wanita itu. Edna terlihat sangat cantik dalam balutan gaun putih dengan perutnya yang menonjol. Wanita itu menunjukkan aura kehamilan dengan sangat luar biasa. 

Saat kemarahan tak lagi ditutupi oleh Edna, pria itu tahu bahwa hidupnya berada dalam masalah untuk sebenar-benarnya. Dia kehilangan ketenangan begitu Edna tak memberinya kesempatan mendekat atau bahkan bicara lagi. Matanya membasah bak anak kecil. Dia tertipu oleh permainan orang lain yang menginginkan perpisahannya dan Edna terjadi. Dean tertipu oleh siasat licik semua orang yang tak menginginkan Edna menjadi pemimpin. Dean benar-benar kacau. 

"Pak, maafkan saya, tapi Anda harus pergi dari sini. Mbak Edna tidak mau bicara lagi. Tolong pergi sebelum ada orangtua mbak Edna yang datang."

Pelayan itu adalah pelayang kepercayaan Edna. Sepertinya pelayan bernama Nura itu memahami apa yang terjadi. 

"Kenapa kalau saya bertemu dengan orangtua Edna? Apa kamu meragukan saya bisa mengatasi masalah--"

"Pak!" potong Nura lebih keras. "Mbak Edna sudah berbaik hati mau bicara dengan Anda sebagai pria, padahal Anda seharusnya mengormati mbak Edna sebagai kakak ipar. Ingat, Pak. Anda ini suami dari adiknya mbak Edna. Kalau ada orangtua mbak Edna yang datang ke sini dan mencari tahu, yang dalam masalah bukan cuma Anda, tapi mbak Edna yang bisa lebih bermasalah lagi."

Dean seolah kembali disadarkan dengan ucapan pelayan itu. Benar bahwa yang nantinya akan semakin bermasalah adalah Edna. Tidak akan lagi Dean biarkan wanita itu masuk dalam masalah. 

"Kapan biasanya orangtua Edna datang? Jam-jam atau hari khusus orangtuanya datang ke sini?"

Nura menatap Dean dengan gelengan kepala. "Maaf saya nggak tahu, Pak. Tolong Anda pergi sekarang juga. Jangan buat majikan saya dalam masalah lagi."


Why I Ain't Yours?Where stories live. Discover now