Part 12

1.7K 270 12
                                    

Clarencia membuka matanya. Ini sudah kesekian kali ia melakukan hal demikian. Kantuknya tak kunjung menjemputnya dan inilah jadinya. Ia masih terjaga bahkan disaat malam sudah begitu larut. Gadis itu terlalu banyak berpikir. Ia terlalu merindukan rumah beserta Ayah dan Ibunya. Clarencia kembali memperbaiki posisi tidurnya. Kali ini ia terlentang dan menjadikan tangan kanannya sebagai tumpuan. Kebiasaan tidak bisa tidur di tempat baru terbawa-bawa hingga saat ini. Inilah juga alasan lain mengapa ia tidak kunjung terlelap.

Clarencia menghembuskan napasnya. Dengan malas ia beranjak dari atas tempat tidurnya. Ia membutuhkan udara segar atau sekedar menikmati sesuatu seperti roti selai kacang. Membayangkan itu saja, Clarencia dibuat resah. Sudah berapa lama ia tidak menikmati itu? Biasanya ia tidak pernah absen ke kedai Paman Blue bersama Ian.

Dengan gaun tidur putihnya ia berjalan menyusuri lorong menuju dapur. Rambutnya yang ia biarkan tergerai berkibar saat disapu angin. Pelan-pelan ia mendorong pintu dapur lalu masuk ke dalam. Dapur khusus pelayan itu begitu luas dan rapi. Clarencia membuka lemari yang ia yakini sebagai bahan makanan. Matanya dengan jeli menatap ke segala sudut. Namun ia harus menelan rasa kecewa, jika makanan favoritnya tidak ada di sana. Clarencia akhirnya pasrah saja. Sebagai gantinya ia membuat secangkir susu yang ia campur dengan cokelat batang.

Kepulan asap dengan aroma susu dan cokelat menyatu dan masuk ke dalam penciumannya. Ya, Clarencia harusnya bersyukur jika para pelayan mendapatkan kebebasan memakan apa saja yang disediakan di dapur. Karena itu ia tidak lagi takut jika dipergoki sebagai pencuri. Sambil menenteng cangkirnya, Clarencia berencana kembali lagi ke kamar dan menghabiskan susunya di sana. Namun di pertengahan jalan matanya tersangkut di taman yang berada di samping kediaman utama.

Clarencia mulai berpikir. Bukankah lebih nikmat menikmati susunya di sana? Lagipun tidak ada salahnya, ia juga tidak mengantuk sama sekali. Dan juga, tidak ada siapapun di saja. Jadi ia bisa bebas.

Akhirnya gadis itu memutuskan putar arah. Ia berjalan ke arah taman penuh hamparan bunga Dandelion. Clarencia duduk di bangku yang berada di tengah-tengah. Gadis itu meletakan cangkirnya begitu saja di samping, lalu beralih untuk memetik setangkai dandelion. Ia kemudian menatapnya dengan intens seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Kenapa sangat tidak asing?" gumamnya. Ia seperti pernah melihat hamparan bunga dandelion, tapi ia tidak tahu kapan dan dimana. Ia seperti familiar dengan ini. Tapi jika dipikir-pikir, ia belum pernah melihat hamparan bunga dandelion seperti sekarang. Biasanya ia hanya melihat bunga ini hidup satu batang saja. Dan ia sering mendapatinya di pinggir sungai.

Tak ingin ambil pusing, Clarencia segera menyesap susunya semberi menikmati suasana segar. Ia menyukai suasana sunyi dan damai ini. Bahkan langit pun ikut mendukung dengan keadaannya yang cerah tanpa awan hitam. Kerlap-kerlip bintangnya terlihat begitu indah dan kompak, mirip dengan bunga dandelion sendiri.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

Suara berat yang menyapa secara tiba-tiba sukses mengagetkan Clarencia sendiri. Gadis itu menoleh, menatap sosok tinggi tegap yang berdiri di belakangnya dengan hanya menggunakan piyama tidur hitam. Clarencia mendelik seperti tidak menyukai kehadiran Kenrich yang telah mengacaukan ketenangan.

"Apa?" gadis itu bertanya setengah kesal.

Menanggapi sikap Clarencia, Kenrich mengangkat alis. Dengan santai ia duduk di samping gadis itu dan menyilangkan kakinya dengan angkuh.
"Apa kau benar-benar menganggapku majikanmu? Sangat tidak sopan." Kenrich menatap datar Clarencia.

"Apakah harus?" dengan bodohnya Clarencia berkata.

Saat itu juga gadis itu melotot dan segera memundurkan kepalanya saat pemuda satu itu mendekatkan wajahnya. Clarencia tidak bisa berkutik lagi saat pinggangnya ditahan oleh telapak tangan besar Sang Duke.
"Bersyukurlah aku mau mengasihani nyawa kecilmu itu, Nona." bisik Kenrich disertai seringai iblisnya.

Hai, Duke! Where stories live. Discover now