Jaya berlari kecil di sepanjang lorong rumah sakit bersama dengan keluarganya. Juan tidak berhenti menangis setelah mendapatkan kabar dari Sena tentang Satya. Saat tadi mereka sedang asik menikmati makan malam dengan canda tawa, Sena tiba-tiba saja menelpon sambil menangis. Sontak satu keluarga itu langsung buru-buru ke rumah sakit, meninggalkan meja makan yang masih penuh dengan hidangan. Sesampainya di depan ruang UGD, Jaya bisa melihat Sena dan Bi Ayu yang menunggu di kursi tunggu. Pemandangan mengerikan langsung terlihat. Baju yang Sena maupun bi Ayu pakai sudah penuh dengan darah.
"Sena."
Sena menengok, ketika suara lembut Kirana memanggilnya. Untuk kesekian kalinya Sena tidak bisa menahan air matanya. Ia langsung menangis ketika melihat Kirana, dan Kirana pun langsung memeluk Sena dengan erat.
"Kamu sudah menghubungi Papamu kan?" Bagas yang ada di sana bertanya sambil memegangi ponselnya. "Om sudah berusaha memberitahunya, tapi ponselnya tidak aktif."
"Sudah. Papa tadi gak bilang apa-apa dan langsung matiin sambungannya. Sepertinya Papa sekarang sedang dalam perjalanan pulang."
Pintu ruangan UGD terbuka, ada seorang dokter yang keluar. Semua orang yang ada di sana langsung mendekat ke arah sang dokter, seperti tidak ingin memberikan ruang sedikit ruang untuk sang dokter.
"Keadaan keponakan saya bagaimana dok?" Bagas langsung sigap bertanya. Dokter itu menatap seluruh orang yang ada di sana. Menghela napas kecil dan menundukkan kepalanya.
"Pasien untuk saat ini sudah melewati masa kritisnya. Luka di kepala yang diakibatkan karena terbentur, tidak terlalu parah. Namun.." Dokter itu menjeda kalimatnya. Ia menghela napas kecil sambil menunduk dan menatap Bagas.
"...kami menemukan tumor di struktur otak pasien dan tumor itu sangat ganas. Kami ingin melakukan tindakan operasi, tapi seperti itu sedikit terlambat. Tumornya sudah bermutasi dan mencapai stadium ke tiga."
Penjelasan sang Dokter membuat Bagas tidak mampu lagi berdiri. Jaya membantu sang ayah berdiri, ia juga mencoba menahan air matanya karena sedikit terkejut mengenai keadaan Satya. Setelah itu dokter pamit. Hening langsung menyelimuti orang-orang yang ada di sana, termasuk Sena yang menangis tanpa isakan di pelukan Kirana.
Sam berlari, masuk ke dalam rumah sakit segera setelah turun dari mobil. Saat di Malaysia, Sena tiba-tiba menghubunginya dan mengabarkan tentang Satya yang terjatuh dari tangga. Meski raut wajahnya tidak terlihat khawatir sama sekali, Sam tetap pulang dan menggerutui semua yang menghambat perjalanannya.
Sesampainya di ruangan, Sam masuk dan melihat putra keduanya tertidur pulas di atas ranjang pesakitan. Berbagai macam alat rumah sakit kini menempel di beberapa bagian tubuh Satya. Sam tidak mengerti apa yang terjadi. Bagas berjalan mendekati Sam yang sama sekali tidak melepas pandangannya dari Satya. Bagas menepuk pundak Sam, menatap adik iparnya itu sendu.
YOU ARE READING
Detik bersama Nabastala || Park Sunghoon
Fanfiction❝Waktu yang terus berjalan tidak pernah mengubah posisi antara Nabastala dan Bentala. Mereka berdua tetap di tempatnya dan melakukan tugas masing-masing sebagai komponen Dunia. Namun, bagaimana jika Nabastala yang terlalu lelah menampung luasnya mem...