Part 8 : Mayat

1.5K 110 2
                                    

"LEPPASSKAANNN ...!!!" Jeritan Wulan yang melengking tinggi itu seolah mampu menggetarkan jantung siapapun yang mendengarnya. Nenek tua yang tengah mencengkeram pergelangan tangan Wulan sampai terjajar mundur karenanya. Cengkeraman tangannya pada pergelangan tangan Wulanpun terlepas. Kesempatan itu tak disia siakan oleh Wulan. Gadis itu dengan cepat lalu menyambar sepotong dahan kayu kering yang tergeletak tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Dasar orang gila! Pergi kamu dari sini! Atau kupukul pakai kayu ini!" Wulan berteriak lantang sambil mengacungkan dahan kayu yang dipegangnya ke arah si nenek.

"Dasar bocah kurang ajar!" Si nenek tua yang terlihat sangat marah, kembali melangkah maju, bermaksud untuk menyerang Wulan kembali.

"Wulan! Jangan!" Lintang yang telah berhasil menyusul Wulan, segera menarik mundur lengan anak perempuan itu, lalu berdiri tepat di depan Wulan. Kedua tangannya ia rentangkan ke samping, untuk melindungi Wulan dari serangan si nenek tua.

"Pergilah Nek, dan tolong jangan ganggu kami," Lintang meringis. Bukan karena takut dengan si nenek yang tiba tiba tertegun menatap ke arahnya, melainkan karena hawa panas menyengat yang tiba tiba terasa di sekitar lehernya.

"Kamu...?!" Nenek tua itu nampak terkejut saat melihat kalung benang lawe berbandul bungkusan kain kumal yang dikenakan oleh Lintang.

"Tak kusangka kita bisa bertemu lagi cah bagus," nenek itu berkata, sambil terus menatap kalung yang dikenakan oleh Lintang. "Sudah lama aku mencarimu. Siapa sangka, kita bisa bertemu disini."

"Apa maksudmu Nek?" Tanya Lintang heran. Ia merasa tak mengenal nenek itu. Lalu kenapa nenek itu bilang kalau sudah lama mencarinya?

"Hehehe ...., sekarang belum waktunya cah bagus. Nanti, suatu saat kita pasti punya kesempatan untuk bertemu lagi. Demikian juga denganmu cah ayu," nenek tua itu terkekeh, sambil berbalik dan melangkah pergi dengan tertatih.

"Dasar orang gila," sungut Lintang kesal sekaligus lega karena nenek aneh itu akhirnya mau pergi.

"Kita kembali ke pondok yuk Lan," ajak Lintang. Wulan mengangguk. Berdua, mereka lalu berjalan beriringan menuju kembali ke pondok.

"Kau yakin nenek tadi orang gila Tang?" Tanya Wulan begitu mereka telah duduk kembali di balai balai bambu yang ada di teras pondok.

"Mungkin," Lintang menjawab setengah ragu. "Lihat saja pakaian yang dikenakannya tadi, compang camping dan bertambal tambal begitu. Mana badannya bau banget lagi. Pasti nenek tadi tak pernah mandi tuh."

"Aneh! Kenapa tiba tiba ada nenek nenek gila di desa ini? Setahuku hanya di Klanthung orang gila yang suka keluyuran ke desa ini," gumam Wulan.

"Apanya yang aneh? Sudah biasa kan kalau orang gila itu sukanya keluyuran kemana mana. Yang aneh itu justru kamu," ujar Lintang.

"Kok aku?" Wulan mendelik ke arah Lintang.

"Ya iyalah. Tadi kamu marah marah begitu, sampai mau mukul nenek tadi pake kayu. Kenapa sekarang tiba tiba berubah jadi kalem begini? Biasanya kan kamu kalau marah susah sembuhnya."

"Enak saja! Kamu tuh yang aneh. Kamu tadi habis megang apa coba?"

"Megang apa? Aku nggak habis megang apa apa. Kenapa memangnya?"

"Tanganmu dingin banget pas narik tanganku tadi. Kayak habis megang es batu. Aku sampai merinding pas kamu pegang tadi."

"Ah, perasaanmu saja kali, orang aku nggak habis megang apa apa kok. Kan dari tadi aku disini sama kamu."

Wulan terdiam. Ia benar benar merasakan hal aneh saat dipegang Lintang tadi. Tangan anak itu benar benar terasa sangat dingin saat menyentuhnya. Rasa dingin yang menjalar ke seluruh tubuhnya, membuat rasa marahnya pada si nenek tua aneh tadi mereda dengan sangat tiba tiba.

WULAN [Dendam Kesumat Dari Masa Silam]Where stories live. Discover now