Part 17 : Tawaran Pak Marto

1.1K 92 5
                                    

Gema adzan Shubuh membangunkan Pak Slamet. Laki laki itu menggeliat, lalu membuka matanya. "Eh, dimana ini? Kok gelap? Mana dingin banget lagi. Dan kenapa aku tidur di ubin seperti ini?" Seribu satu pertanyaan memenuhi benak laki laki itu. Ia meraba raba, sambil mencoba mengingat ingat kenapa ia bisa terbangun di tempat asing seperti ini.

"Lho, ini kan ..., batu nisan?!" Pak Slamet tersadar. Ingatannya sedikit demi sedikit mulai terkumpul. Dari saat ia memergoki Ki Suryo, mengikutinya sampai ke rumah Pak Marto, lalu dikejar kejar para peronda malam, dan ..., Astaga! Pak Slamet bergidig ngeri saat teringat sosok wajah gosong meringis yang semalam dilihatnya.

"Asem tenan!" Sambil bersungut kesal, laki laki itu lalu bergegas melangkah meninggalkan area pemakaman. Sengaja ia memilih untuk lewat di jalan setapak di tepi desa, untuk menghindari bertemu dengan warga yang hendak berangkat ke sawah atau ke pasar. Bisa heboh orang sekampung kalau sampai ada warga yang tahu bahwa ia ketiduran di kuburan.

Sampai di rumah, laki laki itu segera mandi dan bersiap untuk berangkat ke sekolah. Ia ingin cepat cepat bertemu dengan Bu Ratih. Selain ingin mengetahui keadaan Bu Ratih yang semalam mendapat teror dari setan gosong, ia juga ingin menceritakan kejadian yang ia alami semalam kepada guru muda itu.

Sambil bersiul siul kecil, Pak Slamet mematut diri di depan cermin. Namun alangkah terkejutnya ia, saat melihat pantulan wajahnya di permukaan cermin. Wajah yang biasanya bersih terawat itu kini dipenuhi oleh luka berupa goresan goresan kecil yang memerah disana sini.

"Ah, sial! Ini pasti gara gara semalam aku nekat menerabas kebun jagung itu. Pantas saja tadi terasa sedikit perih pas aku mandi," gerutu Pak Slamet. Sisi sisi daun jagung yang telah meninggi itu memang lumayan tajam. Tak heran kalau sampai bisa menggores kulit wajahnya.

"Ah, tapi tak apa lah. Cuma luka goresan kecil ini. Toh tak sampai mengurangi aura ketampananku. Justru bisa memberi kesan jantan saat aku bertemu Bu Ratih nanti," Pak Slamet tersenyum simpul, membayangkan wajah wanita pujaannya itu.

Namun saat sampai di sekolah, Pak Slamet harus menelan kekecewaan. Karena hari ini Bu Ratih izin tak masuk mengajar dulu. Lagi kurang enak badan katanya. Mungkin gara gara peristiwa yang semalam itu. Mau tak mau, Pak Slamet harus menggantikan Bu Ratih mengajar di kelasnya, karena guru guru yang lain juga sibuk mengajar di kelas mereka masing masing.

Tak apa lah, batin Pak Slamet. Menggantikan tugas dari orang yang ia sukai bukanlah sesuatu yang merepotkan baginya. Soal niatnya untuk mendiskusikan kejadian yang ia alami semalam dengan Bu Ratih, bisa ditunda sampai siang nanti. Dan ini kesempatan emas baginya. Dengan alasan menjenguk Bu Ratih yang sedang sakit, ia bisa datang ke rumah guru muda itu tanpa canggung canggung lagi.

Namun lagi lagi Pak Slamet harus menelan kekecewaan, karena ternyata beberapa orang guru juga punya niat yang sama dengannya. Jadilah, setelah bubaran sekolah, mereka berombongan datang ke rumah Bu Ratih.

Praktis, Pak Slamet tak punya kesempatan untuk bicara berdua dengan guru muda itu. Sementara para guru perempuan masuk menjenguk Bu Ratih ke dalam kamar, Pak Slamet justru dihadapkan pada wajah masam milik Pak Sholeh yang sepertinya sejak pagi belum tersentuh air. Apes! Laki laki itu hanya bisa menggerutu dalam hati.

****

Sementara itu di pondoknya, Mas Joko kedatangan tamu. Pak Marto. Tak biasanya laki laki itu berkunjung ke pondok Mas Joko. Bahkan dengan keluarga Mas Jokopun, hubungan Pak Marto Tak begitu akrab. Hanya sebatas kenal saja sebagai sesama warga desa Kedhung Jati. Hal ini jelas membuat Mas Joko sedikit heran. Meski begitu, Mas Joko yang memang terkenal ramah dengan semua orang itu menyambut baik kedatangan Pak Marto.

"Wah, pantesan dari semenjak pagi burung prenjak di depan rumah itu terus terusan berkicau. Mau ada tamu agung to rupanya. Mari Pak, silahkan masuk. Kok tumben lho main kesini, ada perlu apa cuma sekedar mampir nih?" Ramah sambutan Mas Joko, mempersilahkan sang tamu untuk masuk.

WULAN [Dendam Kesumat Dari Masa Silam]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora