Chapter 83 ♗

278 43 6
                                    

a/n: di akhir bab ada pertanyaan dari aku. Plis sumbangan jawabannya (⁠*⁠˘⁠︶⁠˘⁠*⁠)⁠.⁠。⁠*⁠♡. Wanna know you guys' preference

2nd a/n: Man... this one chapter is hella ugly I'm palming my face. L O L. Pardon me guys

_________

Di alam bawah sadar itu Abimala bisa menyimak semua yang terjadi sekeliling Valias Bardev sebagai pengambil alih kuasa sang tubuh. Dia melihat ketakutan Vetra yang memperoleh sikap dingin darinya. Melihat aksi tak terduga yang barusan dilakukan oleh Valias Bardev dalam tujuannya melepaskan kelompok Vetra dari belenggu jebakan itu. Dia hanya melihat bagaimana Valias Bardev menempatkan dua ujung jarinya pada kening sang mage Palis, tapi dia tidak tau apa sebenarnya yang direncanakan remaja itu. Namun dengan bagaimana kemudian dia bersikap seolah dia sudah tau semua yang harus dilakukan, Abimala membuat dugaannya bahwa Valias Bardev semacam membaca pikiran mage tadi.

Kini dia melihat Dylan yang melihat ke arahnya tapi sebenarnya tidaklah benar-benar melihat kepadanya. Rahangnya mengeras dan dia melihat Valias Bardev dengan penuh kewaspadaan.

Valias Bardev juga melihat hal yang sama. Dylan sang putra tunggal bangsawan Duke Adelard memandangnya dengan mata tajam penuh prasangka.

Di saat di dalam sana Abimala bertanya-tanya bagaimana Valias Bardev akan merespons, di situlah remaja itu menjawab Dylan. "Benar. Aku bukan Valias Bardev."

"Aku Norra. Valias yang kau tau saat ini sedang ada di sini." Valias Bardev dengan terang-terangan menunjuk kepalanya. "Maaf jika kau lebih menyukainya daripada aku. Tapi saat ini akan lebih cepat jika aku yang mengambil alih. Jangan begitu berprasangka kepadaku. Perkenankan dirimu untuk mendengarkanku sementara. Kau akan kembali bertatap mata dengan Valias yang kau kenal begitu peranku di sini telah usai."

Perbedaan cara bicara itu membuat Dylan bisa percaya bahwa sosok Valias yang ada di depannya saat ini bukanlah Valias Bardev yang sebenarnya. Cara bicaranya yang barusan itu benar-benar mudah dalam membuat Dylan kesal dan memendam rasa ketidaksukaan terhadapnya. Benar-benar berbeda dengan Valias yang dia tau. Valias, selalu memiliki cara bicara yang membuat Dylan senantiasa menyimak apa yang dia ucapkan dengan antusias. Sedangkan Norra ini, apapun yang dia ucapkan, rasanya Dylan akan senantiasa memiliki kerutan di kening karena dia benar-benar tidak menikmati keharusannya untuk menggunakan telinganya mendengarkan.

Alister di tempatnya terhenyak.

Tuan Muda Valias Bardev.

Di situ dia merasa bahwa dia bisa melihat sosok remaja yang sudah dari awal dia kenal itu untuk pertama kalinya sekali lagi setelah sekian lamanya. Sorot mata dan cara bicara itu, dia sang Valias Bardev yang sebenarnya. Kenapa dia malah memperkenalkan dirinya sebagai orang lain dan mengatakan si pemuda dua puluh empat tahun itu sebagai dirinya?

Jaeha mengesampingkan bekas rasa sakit di balik dadanya yang masih tersisa, seperti sebelum-sebelumnya dia mempergabungkan dirinya pada tukar kata antara dua orang lain yang berlangsung di area jangkauan matanya, tidak ingin sekali dirinya tidak memahami apa sebenarnya yang berlangsung. "Kau ini anak manusia atau bukan? Dari saat di bangsal bawah tanah tadi semua hal yang mengejutkan selalu saja berporos padamu. Kau masih punya stok kejutan yang akan kau pertunjukkan pada kami yang ada di sekitarmu di sini? Apa lagi yang akan kau tunjukkan? Bahwa kau putra Dewa? Bahwa kau tau nasib seseorang lima menit dari sekarang? Atau kau punya barisan prajurit yang siap maju memutarbalikkan sebuah kota kapan saja di ujung jari telunjukmu?"

Valias Bardev menolehkan wajahnya ke arah mage pria itu dengan kepala miring. Dia tersenyum menyeringai lebar dengan cara yang tidak akan pernah dimiliki Abimala di posisinya. "Tuan tau? Semua yang Tuan katakan tadi adalah sesuatu yang mungkin.

[HIATUS] Count Family's Young Master 백작가의 젊은 주인Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang