6

1.3K 231 21
                                    

"Kenapa pergelangan tanganmu?" Turman duluan yang menyadarinya saat aku dan Nadine kembali ke ruang kelas untuk latihan.

Ah,

Ini bekas genggaman yang tadi, ternyata memerah, "Tidak ini..."

"Apa karena yang tadi, astaga Harim, kau terluka karena yang tadi." Nadine memotong ucapanku, dia yang lebih panik melihat pergelangan tanganku yang memerah.

"Apa sakit?" Arka mendatangiku, aku tidak sadar tapi semua orang tiba-tiba berkumpul di dekatku.

"Tidak, sakit kok." jawabku, sedikit nyeri tapi nyerinya tipe yang dapat aku tahan. "Jangan sampai berbekas, kan gawat kalau berbekas saat kita tampil," ucap Turman, lebih memperdulikan penampilan kami di panggung.

Anehnya, hanya Wolf satu-satunya yang tidak mendekatiku.

Dia lebih mendekati Nadine, "Siapa..."

Eh, Nadine jelas terkejut, ini pertama kalinya dia berbicara dengan Wolf, "Siapa yang melukai Harim?" tanya Wolf lagi, memperjelas pertanyaannya.

Entah kenapa Nadine merasakan firasat buruk, Wolf jelas marah, apa karena luka di tangan Harim? pikir Nadine, Arka yang mendengarnya tersenyum penuh arti.

Dari wajahnya, arka seolah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

***

Aku? sama sekali tidak tahu.

Aku tidak dapat mencegah Nadine memberitahu Wolf ciri-ciri senior yang memegang pergelangan tanganku. Iya, hanya ciri-ciri karena kami berdua pun tidak tahu nama senior tersebut, yang kami tahu dia adalah salah satu dari rombongan sirkus tadi.

Wolf pun pasti tidak bisa menemukan senior itu,

Lah senior itu punya penampakan pasaran, yang dimana wajahnya dapat di temui di mana-mana, kecuali jika kau menelusuri orang-orang di sekitar Kera Sakti, tapi orang-orang di sekitar Kera Sakti juga punya penampakan yang mirip, nasib jadi pemeran tambahan yang tidak penting.

Tapi itu tidak penting sekarang,

Yang penting sekarang-

"Boleh kah kita pulang?" ucapku ke Om Sasha setelah berkonsultasi ke dokter di sebuah rumah sakit ternama. Iya, kami pergi berkunjung hari ini dalam rangka memeriksa pergelangan tanganku yang memerah.

Om Sasha memaksa untuk membawaku ke rumah sakit. Padahal aku sudah bilang ini hanya memerah karena di genggam, lagipula sekuat apa sih kekuatan murid laki-laki kelas 3 SMA, sangat tidak mungkin pergelangan tanganku patah hanya karena genggaman.

Dokter yang memeriksaku agak bingung, tapi baiknya, aku tetap di izinkan rontgen atas keinginan Om Sasha. Om Sasha bahkan tidak keberatan untuk membayar lebih karena tindakan rontgen berdasarkan keinginan pribadi, bukan rekomendasi medis.

Untung saja, sesuai perkiraan dokternya, benar-benar tidak ada patah ataupun hal aneh lainnya.

Sekali lagi, tanganku hanya memerah.

"Sebentar, aku belum puas." ucap Om Sasha kemudian masuk lagi ke ruangan dokter untuk di yakinkan. Maafkan aku, dok. Om Sasha ku pasti menjadi keluarga pasien yang paling merepotkan hari ini.

Pas Om Sasha masuk ke ruangan dokter, seseorang menyapaku, "Anaknya Dennis, bukan?" eh, aku tidak pernah di panggil begitu, kecuali...

...oleh calon istri ayahku,

"Halo, tante." jika dia tidak memanggilku dengan namaku, maka aku juga tidak perlu memanggilnya dengan namanya.

"Sungguh kebetulan kita bisa bertemu disini, apa kau sedang berobat juga?" tanyanya ramah,

After Break UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang