b a g i a n d e l a p a n b e l a s

145 22 13
                                    

Harinya di kantor berlalu seperti angin. Januar melakukan apa yang perlu ia lakukan. Ia tidak banyak memiliki jadwal rapat yang membutuhkan kehadirannya. Jadilah sejak pagi, ia harus rela bosan dan terjebak di ruangannya dengan tumpukan berkas-berkas yang perlu ia cek sebelum membubuhkan tanda tangan.

Mami sempat menelponnya sebentar, memberinya sebuah kabar yang sangat tidak ingin Januar dengar.

"Mami denger Janitra balik. Tadi nggak sengaja temen satu arisan Mami bilang kalau dia udah deket sama anaknya. Kamu nggak apa-apa kan, Janu?"

Januar paham kenapa Mami terdengar begitu khawatir. Efek yang harus Januar alami ketika Janitra mengkhianatinya dengan tidur bersama orang lain beberapa tahun lalu cukup membuat Januar hampir gila dan depresi.

Semua keluarga intinya, juga teman-temannya tahu Januar membutuhkan lebih dari 3 tahun untuk sadar dan berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Bagaimana Sena dan Cakra akan mengumpat dan marah setiap kali Januar kembali pada episode depresi dan self-destruct diwaktu-waktu random.

Kevin tidak akan menyumpah, atau mengatainya bodoh. Cowok itu akan diam dan memukul Januar di kepala, kemudian memaki Janitra.

Tapi sepertinya Mami, keluarga, juga teman-temannya masih ingat bayangan tentang bagaimana jatuhnya Januar saat itu. Mereka jadi tidak sadar kalau sosok Janitra tidak lagi berarti apa-apa bagi Januar. Mendengar ataupun menyebut namanya tidak lagi menghadirkan rasa sesak dalam dada.

Setiap kali ia mengingat kejadian itu, sosok Calya bersama senyuman super tipis yang jarang ia tunjukkan akan memenuhi bayangan Januar. Mendorong pergi ingatannya soal Janitra 8 tahun lalu. Januar seperti ditarik keluar, dan yang ia lihat hanya Calya dengan tubuh mungil dan wajah datar namun tidak lagi dengan sorot dingin yang seperti Januar temui pertama kali.

Januar tidak pernah seyakin ini pada seseorang sebelumnya. Bahkan dengan Janitra dulu, ia perlu berbulan-bulan untuk mengucapkan lamaran meski ia sudah membeli cincin itu cukup lama. Dan seperti dunia memberi tahu, belum sempat cincin itu ia berikan, perselingkuhan Janitra sudah lebih dulu terjadi.

Hati kecilnya berterima kasih, setidaknya Januar tahu sebelum semuanya terlalu dalam. Meskipun hal itu sudah lebih dari cukup untuk membuatnya hancur dan terpuruk, setidaknya Januar dan Janitra belum memiliki ikatan rumit.

Januar menggelengkan kepala. Berusaha mengusir kilatan masa lalu yang meskipun tidak lagi menyakitinya, cukup menyebalkan untuk diingat-ingat.

Tangannya merogoh saku celana bahan yang ia pakai, ia melirik jarum jam yang ada di pergelangan tangan. Jemarinya menari di atas layar ponsel, kemudian berhenti di atas sebaris nama sebelum menekan tombol memanggil.

Deringan ponsel di seberang sana berlangsung hampir setengah menit lamanya, sebelum suara panggilan diangkat dan suara lembut milik Calya menyapa indera pendengarannya.

"Januar?

"Calya," Januar membiarkan senyuman tipis terbit di sudut bibir. "Aku otw sebentar lagi. Kamu udah siap-siap?"

"Perlu pake baju mewah emang?"

Januar menggeleng, kemudian ia sadar bahwa Calya tidak bisa melihatnya. Ia meloloskan tawa kecil. "Nggak perlu, Lya. Pake aja yang sekiranya bikin kamu nyaman. Kita cuma mau makan siang, bukan fancy dinner."

"Oh iya, aku juga mau ngomong sesuatu sama kamu nanti. Be ready, I'm on my way."

Calya diam sejenak, sebelum membalas menyetujui dan mematikan sambungan.

Januar menyambar kunci mobil yang tergeletak di meja. Meninggalkan blazer suit yang sempat ia kenakan dan membiarkan tubuhnya dibalut kemeja putih dan vest berwarna hitam dusty dengan lengan kemeja yang ia lipat sampai siku.

𝐑𝐨𝐬𝐞𝐬 & 𝐖𝐢𝐧𝐞Where stories live. Discover now