TO BE 2

2.8K 220 5
                                    

Saat di tempat les tadi, fikiran Lio tidak bisa fokus pada pelajaran yang di ajarkan okeh guru pembimbing yang ada di sana dan berakhir dirinya kena tegur oleh sang guru.

Sekarang sudah waktunya untuk pulang, Lio tiba di mansion saat jam sudah menunjukkan pukul 6 sore berdekatan dengan waktu makan malam di dalam keluarganya.

Langkah demi langkah ia menaiki anak tangga menuju kamar nya, kakinya terasa berat setelah ia melalui hari yang begitu panjang setiap harinya.

Ingin rasanya ia mengeluh pada kedua orang tuanya atas kegiatan yang ia lalui, namun ia merasa tidak ada hak untuk mengeluh, masih syukur ia bisa menikmati semua fasilitas yang di sediakan untuknya, setidaknya ia bisa membalas budi atas kebaikan orang tuanya dengan selalu menjadi juara dan menuruti kemauan orang tua nya.

Setibanya di kamar, Lio merebahkan tubuhnya sejenak untuk menghilangkan penat pada tubuhnya, matanya mulai sedikit terpejam, namun, saat itu juga kemudian ia bangkit, ia tidak boleh telat untuk makan malam, bisa bisa sang ayah akan mulai menceramahinya lagi, karena bagi ayahnya waktu adalah sesuatu yang penting, jadi tidak boleh membuang waktu untuk sesuatu yang tidak penting.

Butuh waktu dua puluh menit agar Lio bersiap dan turun keruang makan, saat sampai di anak tangga terakhir, tatapan tajam dari sang ayah di layangkan untuknya, Lio paham maksud dari sang ayah, mungkin nilai ulangannya telah di laporkan pada sang ayah atau bisa saja guru lesnya memberi tau perilaku dirinya saat di tempat les tadi.

Terkadang Lio merasa tertekan, apa sebegitunya dirinya tidak dapat di percaya hingga seluruh kegiatannya harus di laporkan pada sang ayah.

Lio duduk di kursi miliknya, lalu sang bunda mulai menyiapkan makanan untuk Lio.

"Kamu mau lauk apa Lio?" Tanya sang bunda.

"Ayam goreng sama sayur aja bunda." Ucapnya pelan.

"Jangan biasakan harus di layani, Kamu juga Lio, kedua tanganmu itu masih berfungsi jadi ambil sendiri, udah tau bundamu itu capek habis kerja." Sarkas sang ayah menatap tajam Lio, membuat Lio menundukkan pandangan tanpa berani melihat ke arah sang ayah.

"Maaf." Cicit Lio pelan, hanya itu yang dapat ia ucapkan.

"Udah mas nggak apa apa, lagian aku juga kok yang mau." Sanggah sang istri.

"Udah Lio, di makan makanannya." Ucap sang bunda yang hanya di angguki oleh Lio.

Dentuman sendok beradu, menambah kecanggungan di ruang makan, andaikan saja kedua kakaknya pulang, pasti suasananya tidak akan secanggung ini, ya walau pun jika ada kedua kakaknya dirinya akan lebih terasingkan.

"Setelah selesai makan ke ruangan kerja ayah Lio." Titah sang ayah menghentikan pergerakan Lio.

"Baiklah ayah." Jawab Lio.

Setelah mendengar jawaban dari sang anak, gelard langsung melangkahkan kakinya meninggalkan meja makan.

"Di habisin makanannya, terus pergi ke ayah." Imbuh sang bunda.

"Iya." Balas Lio singkat.

Setelah menyelesaikan acara makannya, Lio pergi menuju ruangan kerja sang ayah.

Ada perasaan gugup saat ia tiba di depan pintu ruang kerja sang ayah, perlahan ia mengetuk pintu yang ada di hadapannya, selang beberapa saat, suara berat sang ayah menyuruhnya untuk masuk.

Tepat di depan meja kerja sang ayah, Lio hanya diam tidak berani membuka suara.

"Apa ini Lio?" Suara bariton sang ayah menyentak lamunan Lio.

Tangan sang ayah melempar sebuah kertas hasil ulangan milik Lio.

"Apakah selama ini uang yang ayah keluarkan untuk biaya belajarmu masih kurang Lio?" Sarkas sang ayah, namun Lio masih tidak menjawab.

TO BE PERFECT(D.R) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang