TO BE 31 END

2.2K 168 8
                                    

Beberapa jam yang lalu, pukul sembilan pagi. Lio tengah asik bermain bersama dengan bunda dan kedua kakaknya, bahkan suara tawanya menggema di ruang kamarnya. Apa lagi kedua kakaknya yang selalu menggoda dan menjahilinya membuat raut wajah Lio kembali cerah.

"Akak enti, Io apek." Pekiknya lelah, kedua kakaknya itu tidak berhenti menggelitik perut kurusnya.

"Kalian ini, dengerin adik kalian tuh!" Godanya mengode kedua putranya agar berhenti mengganggu si bungsu.

"Tul tuh." Jawab Lio senang karena mendapat pembelaan dari sang bunda.

"Anak bunda senang hem?" Tanyanya seraya tangannya meraba ingin menggelitik perut sang anak.

Lio mengangguk mengiyakan ucapan sang bunda, namun suara tawa kembali terdengar tatkala sang bunda ikut menggelitik dirinya.

Lio tertawa dengan keras hingga tanpa di sadar dirinya mulai terbatuk tanpa henti, hingga mulutnya mulai mengeluarkan seteguk darah segar.

Dadanya menjadi sesak karena ia tidak henti hentinya terbatuk, rasanya Lio ingin sekali berteriak karena sakit yang mulai menyerang tubuhnya, apalagi ia merasa ulu hatinya seperti ada sebuah belati tajam menusuk kedalam, dan itu semua tidak bisa is lakukan karena terhalang darah yang terus menerus keluar dari mulutnya.

'Ah rasanya sakit sekali, ia tidak sanggup merasakan semua ini' batinnya menangis pilu, bahkan kelopak matanya mulai berderai air mata walau pun tidak ada rintihan kesakitan.

"LIO KENAPA NAK?" Tanya Nindira khawatir, Nindira menggeleng hebat, 'tidak, ia tidak boleh kehilangan putranya.' Batin Nindira.

"Panggil ayah Ethan!" Titah Nindira pada sang anak.

Tubuh Ethan dengan cepat langsung tergerak setelah mendengar titah sang bunda, sedangkan Daniel hanya bisa membantu sang bunda menenangkan sang adik yang terlihat kesakitan, walau pun bibir mungil itu tidak mengeluarkan satu kata pun karena terbatuk hebat tapi ia tau sang adik pasti sedang merasakan rasa yang teramat sakit.

Kesadarannya mulai menipis, dengan pandangan buram ia menatap wajah sang bunda yang menangis hingga air mata itu membasahi pipi Lio.

Lio bahagia, sungguh, baru kali ini ia merasakan perasaan bahagia di tengah rasa sakit yang ia alami, sebelumnya ia pernah melupakan keluarganya yang sekarang, sungguh bodoh rasanya karena ia sempat melupakan keluarga yang telah menyayanginya sepenuh hati.

Namun sekarang ia berjanji akan mengingat kenangan dirinya bersama keluarganya di dalam lubuk hatinya yang terdalam, dan kalau pun dirinya bisa terlahir kembali, ia ingin sekali menjadi anak dalam keluarga ini, lagi.

'Jika kehidupan selanjutnya memang ada, maka aku ingin sekali terlahir kembali menjadi anak, adik, dan menjadi bagian dari keluarga kalian.' Batin Lio tulus, perlahan netranya mulai menutup.

"TIDAK.... TIDAK... LIO BANGUN!" teriak Nindira pada sang anak.

.
.
.
.

"LIO!!" pekik Gerald dan Ethan berlari menuju ranjang Lio.

"Apa yang terjadi?" Tanya Gerald.

"Mas, lebih baik kita ke rumah sakit!" Ucap Nindira dengan derai air mata.

Gerald menuruti ucapan sang istri lalu mengendong Lio agar segera mendapatkan penanganan, tubuh anaknya sedikit membiru, juga deru nafas yang samar, apa lagi bekas darah yang mengotori mulut sang anak.

Gerald memacu mobilnya di atas rata rata, ia harus segera tiba di rumah sakit, batinnya kalut, ia tidak ingim sang anak pergi meninggalkan ia dan keluarganya.

TO BE PERFECT(D.R) ✔️Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin