TO BE 29

1.4K 155 6
                                    


Pria berusia lima puluh sembilan tahun itu terduduk angkuh di kursi kebesarannya, seraya mendengarkan sebuah informasi dari sang bawahan.

Bibirnya tersenyum tipis, ia merasa senang atas kabar yang ia dapat saat ini, tidak sia sia ia melakukan rencana itu, sekarang cukup baginya untuk bertindak, hanya tinggal menunggu waktu yang akan menyelesaikannya.

"Bagaimana keadaannya?" Tanya Biron tenang, hatinya sekarang merasa puas.

"Sudah mulai menunjukkan gejalanya tuan, mungkin hanya tinggal beberapa bulan lagi atau bahkan lebih cepat tuan." Jelas sang bawahan.

Hati Biron semakin senang, berharap anak itu cepat mati, ya walau pun Lio adalah cucu bungsunya tidak menutup kemungkinan dia bisa membunuh sang cucu, seharusnya cucunya itu bersyukur karena tidak langsung ia bunuh, apa lagi dengan Lio yang penyakitan, anak kandungnya saja bisa ia bunuh, apa lagi sang cucu yang darahnya sudah bercampur dengan orang lain.

"Hah aku tidak sabar, baiklah kau boleh keluar, ah dan ya, jangan lupa kau kasih bonus wanita yang bertugas itu." Titahnya, lalu sang bawahan pamit undur diri dari sana.

Tidak ada yang bisa menghentikan perbuatannya, apa lagi seluruh keluarganya mendukung, namun yang bikin ia geram adalah anak bungsunya, padahal ia sudah memberikan pilihan terbaik, tanpa harus membunuh makhluk kecil itu, namun putranya malah memilih jalan lain, jadi untuk menyadarkan sang putra, tidak ada salahnya kan ia bermain main dengan sang cucu.

Di dalam kamus hidupnya, bagaimana pun caranya semua harus terlihat sempurna, tidak boleh ada celah, bahkan walau pun ada celah, tidak ada salahnya untuk membunuh demi menutupi celah itu.

.
.
.
.

Sekarang Gerald tengah berada di ruang kerjanya, ia memanggil sang sekertaris untuk mendengar hasil penyelidikan yang ia perintahkan.

"Apa kau telah mendapat informasi?" Gerald bertanya dengan nada tegas.

"Maaf tuan, saya masih belum menemukan hal yang mencurigakan." Jawabnya dengan pandangan ke bawah.

"Apa kau sudah memeriksa CCTV di vila?" Tanyanya lagi.

"Sudah tuan, tidak ada yang mencurigakan, namun ada beberapa rekaman yang sepertinya mengalami kerusakan." Sautnya.

"Ck, apa kau lupa memeriksa kamera CCTV yang aku pasang di tempat tempat tersembunyi Sam?" Decaknya.

"Maaf tuan saya melupakannya, dan mengenai hasil pemeriksaan tuan muda sepertinya di sabotase tuan, saat saya menyelidiki dokter yang memeriksa tuan untuk memastikan kebenaran, dokter itu di temukan telah meninggal di rumahnya beserta keluarganya tuan." Jelas Sam panjang lebar.

"Hah... baik lah, kau boleh pergi, dan selidiki lagi." Titahnya.

"Baik tuan." Jawab Sam lalu undur diri.

Jika sampai seperti ini, ia yakin pasti pelakunya adalah sang ayah, tidak mungkin orang lain yang melakukannya, karena selama ini ia tidak pernah melakukan hal yang buruk.

"Lebih baik aku bersama Lio." Tukasnya lalu beranjak dari sana dan pergi menuju ruang bermain.

Saat pintu ia buka, matanya sudah di sambut dengan wajah tersenyum sang anak.

"Yah ini ain..." panggil Lio sembari melambaikan tangan.

Gerald tersenyum, lalu menghampiri Lio yang bermain dengan sang istri, setelah melakukan pemeriksaan dua hari yang lalu, kondisi sang anak tidak ada perkembangan, atau bahkan mungkin lebih buruk.

"Anak ayah lagi main apa?" Tanya Gerald sembari mengusap pelan pucuk rambut sang anak.

Di lihat anaknya seperti kesusahan memaksukkan balok sesuai bentuknya, seingatnya anaknya dulu sangat pandai melakukan hal itu, apakah daya ingat sang anak semakin buruk sehingga hal yang biasanya ia lakukan menjadi terlupakan?

Nindira menatap sang suami berkaca kaca, Gerald tentu mengerti kenapa sang istri bersikap demikin, Gerald mendudukkan diri di samping sang anak, tangannya terulur membenarkan pergerakan tangan Lio yang salah.

"Begini sayang!" Ucapnya lembut pada sang anak, sedangkan sang anak hanya tersenyum menatapnya.

.
.
.
.

Di dalam pikiran Lio, anak itu tidak henti hentinya merasa senang, akhirnya ia bisa mendapatkan keluarga yang begitu menyayanginya, tapi sejujurnya Lio lupa, kenapa dirinya bisa berada di raga ini, dimana keluarga aslinya berada, dan apa yang terjadi sehingga ia bisa berada di sini?, ingatan Lio sekarang menjadi acak, muncul ingatan ingatan baru yang seperti sebuah boomerang baginya.

Selama berada di sini, ia selalu merasakan perasaan sakit sekaligus bahagia, tapi ia tidak tau apa penyebabnya, ia selalu merasa dejavu atas tindakan orang orang di sekitarnya.

Dan sekarang di hadapannya, orang orang itu memperkenalkannya kepada seorang wanita paruh baya.

Ia merasa asing dengan wajah itu, namun sepertinya ia mengenalnya, tapi Lio lupa, dimana ia bertemu orang ini?

"Lio ini bi Mira!" Ucap Nindira seraya menggandeng tangan Lio.

Beberapa waktu lalu, Gerald dan Nindira memutuskan untuk membawa bi Mira ke mansion, mereka berfikir mungkin bi Mira bisa membantu agar sang anak kembali ingat.

Walau pun hanya beberapa bulan Lio tinggal dengan bi Mira, mereka yakin sang anak telah sangat dekat dengan wanita paruh baya itu.

Lio bersembunyi di balik tubuh sang bunda tidak berani menyapa.

"Tidak apa apa Lio, ini bi Mira orang yang menjaga Lio." Jelas Nindira karena melihat respont sang anak yang terlihat takut, namun Lio tetap menggeleng, akhirnya tidak ada pilihan lain selain mengajak Lio menjauh.

"Maaf ya bi!" Ucap Nindira karena merasa bersalah atas sikap sang anak.

"Tidak apa apa nyonya." Sautnya.

Nindira pergi ke taman dengan Lio di Gendongannya, tinggal satu jam lagi Gerald akan pulang, lalu ia dan sang suami akan pergi untuk mengambil hasil pemeriksaan sang anak

.
.
.
.

Mereka terkejut saat membaca deretan huruf yang tertera di lembaran kertas hasil pemeriksaan sang anak, bahkan Nindira sudah mulai terisak.

"Apa... bagaimana mungkin?" Lirih Nindira membekap mulut menahan isakan, ia tidak percaya atas apa yang ia baca.

Gerald menegang, wajahnya merah padam menahan amarah, jika sampai terbukti sang ayah yang melakukan ini, ia jamin, walau pun Biron adalah ayahnya, jika sesuatu terjadi pada sang putra, ia pastikan Biron akan menerima akibat dari perbuatannya.

"Apa yang harus kami lakukan agar Lio dapat sembuh kembali?" Ganya Gerald.

Gani menghela nafasnya pasrah, ia merasa berat harus menyampaikan kebenaran ini kepada sang sahabat, terlebih tidak ada solusi untuk mengatasi hal ini.

"Aku turut menyesal, tapi tidak ada yang bisa kita lakukan, kita sudah terlambat." Jelasnya.

"Bagaimana bisa hah? Anakku baru dua minggu yang lalu mengalami hal ini, dan kau.... kau seenaknya berucap seperti itu!" Marahnya pada sang sahabat.

"Justru karena sudah menunjukkan tandanya kita terlambat Ger, umumnya racun itu akan menunjukkan gejala setelah empat sampai lima bulan terjangkit." Jelas Gani, ia juga merasa bersalah karena tidak bisa melakukan apa pun untuk menyembuhkan anak dari sahabatnya.

"Racun dimethylmercury tidak ada penyembuhnya, percuma kita melakukan semua upaya pengobatan, yang ada kita hanya kan menyakiti anak kalian." Imbuhnya.

"Mas.... tidak... aku tidak mau Lio pergi dari kita mas...." lirihnya di sela sela tangisan.

"Aku mohon sembuhkan anakku Gan....." mohon Nindira, bahkan sekarang wanita itu tengah bertekuk lutut memohon agar anaknya bisa kembali sehat.

"Percuma kau melakukan itu Nindi, aku bukan tuhan yang bisa mengabulkan permohonanmu." Tolaknya.

"Lebih baik kalian pulang, tenangkan diri kalian." Tegasnya.

Sekarang Gerald dan Nindira hanya bisa pasrah, entah apa yang akan terjadi pada sang anak kedepannya.












Nama racunnya emang bener, ciri cirinya juga ada yang bener, soalnya aku google, tpi selebihnya aku ngarang, iya lah namanya juga fiksi 🙂

Jangan lupa vote loh yaaa😌

TO BE PERFECT(D.R) ✔️Kde žijí příběhy. Začni objevovat