Haiii, guysss!
Aku balik lagi, dengan cerita paling fresh yang aku simpen di draft. Soalnya ada bbrp cerita lain yang udah aku pikirin duluan, tapi gak tahu kapan publishnya 😂
Soooo, happy reading yaa~~~
*****
PART 01
Nara tampak menghela napas panjang sebelum menundukkan pandangan, sedangkan sebelah tangannya masih terus memegang segelas minuman. Di depan sana, tepatnya di tengah-tengah ruangan pesta, terdapat sepasang suami-istri yang sedang asyik berdansa dengan raut wajah bahagia diiringi musik serta tepuk tangan meriah dan sorak-sorai dari para tamu undangan.
Ya, itu adalah sosok Jeandra bersama istrinya. Mereka tengah mengumbar kebahagiaan di depan seluruh tamu yang datang. Karena malam ini keduanya tengah melangsungkan acara resepsi pernikahan.
Berbeda dengan kebanyakan tamu undangan yang ikut berbahagia, Nara malah merasakan hal yang sebaliknya. Karena Jeandra itu adalah mantan tunangannya sekaligus pria yang pernah dijodohkan dengan dirinya. Hanya saja, saat itu ia masih terlalu bodoh dan tidak pintar untuk memanfaatkan kesempatan. Seharusnya ia memanfaatkan perjodohan itu untuk berusaha keras mengambil hati Jeandra. Bukannya malah bersikap dingin dan cuek pada hubungan mereka. Hingga ia pun menyesal, karena telah melewatkan sosok pria baik hati dan penyayang seperti sang mantan tunangan.
Seandainya saja ... saat itu ia mendengarkan apa kata ibunya. Apa kata orang-orang terdekatnya. Bahwa Ben bukanlah pria baik dan tidak pantas untuk mendapatkan cintanya. Sementara Jeandra adalah calon jodoh—serta masa depan—terbaik yang ia punya. Mungkin saja saat ini ia tidak akan tertunduk meratapi penyesalan.
Ia lantas mengangkat kepalanya, berjalan pelan membelah kerumunan, hingga berakhir di sebuah meja bundar yang nyaris berada di pojokan. Ia tidak tahu meja itu diperuntukkan untuk siapa. Karena beberapa tamu memang disediakan meja khusus dari si pemilik acara. Tetapi, yang jelas, meja inilah yang sedang diinginkan oleh Nara. Setidaknya, duduk di meja ini bisa membuatnya merasa sedikit lebih tenang dan nyaman. Ketimbang harus berada di dekat tengah ruangan, dan menyaksikan sepasang suami-istri yang sedang berbahagia itu secara jelas. Karena ia masih tidak sanggup untuk berlama-lama memandang ke arah mereka. Hatinya belum selapang itu, dan masih ada sedikit perasaan tidak rela yang bercokol di dada.
Entah kapan perasaan ini berhenti menjerat dirinya. Tetapi, demi apa pun, Nara juga tidak mau terus tenggelam, dan stuck di tempat yang sama. Ia ingin melangkah maju, tapi ia merasa ... jika hatinya terlampau sulit untuk berpindah. Entah sudah ada berapa pria yang sempat dikenalkan oleh orang-orang terdekatnya.
Namun, tak ada satu pun dari mereka yang berhasil membuatnya tertarik. Entah kenapa. Padahal ia pun sudah tidak ingin lagi berharap kepada Jeandra, dan berusaha keras melupakan sosok pria itu di dalam hidupnya.
“Ck, ck, ck, ck, ck.”
Decakan itu terdengar, yang sontak saja membuat Nara menoleh dengan raut wajah terganggunya.
“Masih berharap sama suami orang, huh?”
Nara mulai merapatkan bibirnya, terlihat kesal dan tidak terima atas pertanyaan pria dari itu barusan.
“Bukan urusan kamu. Mending kamu pergi sekarang. Gak usah ganggu aku.”
Bukannya segera enyah dari sana, pria itu malah tertawa meremehkan dan mengambil tempat duduk tepat di samping Nara. Membuat wajah gadis itu jadi bertambah kian kesal. Karena tidak suka kesendirian dan pelariannya ke meja ini diganggu oleh seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinara
RomanceSemua berawal dari busana biru pastel, ciuman terdesak, serta aksi yang dipergoki oleh ibunya, hingga membuat Nara harus terjebak bersama pria berengsek seperti Martin dalam kurun waktu yang lama. Entah sampai kapan, tapi mampukah Nara mengatasi ini...