PART 39

10.5K 706 49
                                    

PART 39

Tentu saja berita kehamilan Nara disambut dengan sangat bahagia. Terutama oleh Rina yang memang sudah cukup lama mendambakan seorang cucu dari putra sulungnya. Karena akhirnya wanita setengah baya itu akan memiliki cucunya sendiri setelah beberapa tahun belakangan ini sibuk menimang ataupun mengajak bercanda cucu orang lain. Entah itu cucu kakaknya, ataupun cucu dari iparnya, bahkan kadang cucu teman dekat serta teman arisan yang membuatnya merasa gemas sendiri.

Meski begitu, selama ini Rina tidak pernah sekalipun menekan Nara agar segera hamil. Karena ia mengerti. Tidak semua pasangan yang menikah akan langsung memutuskan untuk punya anak secepatnya. Bisa saja mereka memang sengaja ingin menunda, entah karena belum siap ataupun karena alasan yang lainnya. Apa lagi ia juga dulu sempat menunda hampir 2 tahun lamanya sebelum memiliki Martin sebagai anak pertama.

Makanya, selama ini Rina tidak pernah bertanya ataupun menyinggung-nyinggung soal anak kepada Nara maupun kepada putranya—si Martin. Ia percaya, kabar itu pasti akan terdengar sendiri. Cepat atau lambat. Karena ia telah mengetahui sejak awal kalau baik Nara maupun Martin, tidak ada yang berniat untuk child free.

Setidaknya Rina bisa tenang dengan fakta yang telah diketahuinya. Karena saat sebelum keduanya menikah, Rina sempat mengetahui dari Kirana kalau Nara memiliki keinginan untuk punya anak secepatnya. Sementara itu, di sisi lain Martin juga sudah lama mengerti kalau dia memang harus memiliki keturunannya sendiri. Karena Martin adalah anak laki-laki, dia membutuhkan seorang pewaris. Jadi, tidak mungkin putranya itu memiliki keinginan untuk child free. Setidaknya dia harus memiliki anak, walaupun hanya anak tunggal. Karena tanggung jawabnya hampir sama seperti sang ayah—Fadil Fabian. Lantaran keduanya sama-sama anak lelaki tertua di dalam keluarga.

“Udah deh, Mas. Jangan manja. Kamu jauh-jauh sana dari Nara. Kasihan, nanti dia muntah-muntah lagi kalau terus-terusan kamu paksa.” Rina menegur putranya sembari menarik tubuh pria itu agar segera menjauh dari sosok menantunya. Sedangkan wanita hamil itu tampak sudah menutupi mulutnya menggunakan sebelah telapak tangan sambil memegangi perutnya. Terlihat tengah berusaha menenangkan diri agar tidak benar-benar muntah, dan perlahan-lahan berakhir duduk di atas sofa.

Rina tampak membantu Nara, dan memberikan segelas air putih supaya kondisi menantunya itu segera membaik.

Sementara itu, di sisi lain, Martin sudah mulai kumat lagi. Sibuk mengeluh, dan berakhir cemberut. Karena ia masih belum bisa mendekati istrinya dengan sangat leluasa seperti biasa. Lantaran wanita itu masih saja mual-mual kalau ia nekat memeluk dirinya ataupun berada terlampau dekat darinya.

“Aku curiga kalau ternyata anak kita itu cowok,” ucap Martin yang kini sudah terduduk di atas karpet bulu ruang tengah, bersandar di depan sofa. Di mana Nara sedang duduk di seberang meja bersama ibunya yang setia mendampingi wanita itu sekaligus melindunginya, supaya ia tidak dekat-dekat dengan istrinya yang masih merasa sangat sensitif terhadap aroma tubuhnya. Padahal ini sudah hampir 2 minggu, tapi belum juga ada perubahan apa pun. “Terus dia takut tersaingi sama aku, makanya dia jadi sensitif banget begitu. Padahal aku sama sekali enggak bau,” sambungnya sembari membuka ketiak dan mengendusnya secara bergantian.

“Jangan suudzon kamu,” balas Nara tidak terima. Suaranya terdengar sangat ketus dengan alis yang menukik tajam. Ia mulai mengomeli Martin sekaligus memberikan nasihat panjang lebar. Sedangkan Rina yang turut mendengar, hanya mampu menahan tawa, terlihat sangat puas dengan kesengsaraan sang putra.

Dan ini adalah satu lagi perubahan yang terjadi pada Nara. Selain merasa sensitif terhadap aroma tubuh Martin, beberapa hari belakangan ini Nara juga jadi sangat sensitif pada beberapa hal yang diucapkan oleh sang suami. Tetapi, untuk yang satu ini tidak dapat diprediksi. Sehingga Martin tidak tahu kata-kata seperti apa yang akan memancing kemarahan istrinya dan membuat wanita itu jadi merasa tersinggung. Sehingga ia pun hanya mampu menutup mulutnya, membiarkan Nara mengomeli dirinya sekaligus membela calon anak mereka.

DinaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang