PART 22

13K 839 46
                                    

PART 22

Kelopak mata Nara tampak menyipit, memandang tajam ke arah Gea yang saat ini sedang digendong oleh Martin. Karena perempuan itu tadi—entah sengaja atau tidak—tiba-tiba saja bisa tersandung dan terpeleset. Beraduh kesakitan sembari memegangi kakinya yang memang terlihat agak memerah. Lalu, Bram, yang awalnya segera mengecek keadaan Gea, malah seenaknya meminta tolong kepada Martin untuk membawa perempuan itu agar segera masuk ke dalam kamar.

Nara lantas memasang sedikit wajah sebal, meski tidak terlalu kentara, tapi Shintya yang berdiri di dekatnya sempat menangkap ekspresi itu dengan cukup jelas.

Nara tampak ikut berjalan di belakang Martin yang sedang menggendong Gea. Tak lama kemudian, ia pun mulai membelalakkan mata. Karena sebelah tangan Gea yang sedang melingkar di leher Martin, malah bergerak untuk mengusap bahu pria itu dengan lembut, bahkan sampai beberapa kali. Tepat di depan matanya.

Sementara itu, Martin yang menyadarinya, lantas berdecak dan memandang Gea dengan penuh peringatan.

Gea hanya tersenyum santai, sama sekali tidak merasa takut dengan apa yang telah ia perbuat. Padahal apa yang telah dilakukan oleh perempuan itu barusan adalah hal yang terasa sangat nekat. Apa lagi di sana juga ada cukup banyak orang yang mengikuti langkah kaki mereka. Termasuk Bram dan beberapa pegawai resort juga. Lantaran para pegawai itu tidak mungkin diam saja dan tidak ikut turun tangan. Karena Gea jatuh di sekitaran resort, dan memang cukup menarik perhatian.

Begitu Gea sudah diturunkan di atas ranjang, Nara pun segera bergerak maju ke depan, dan merangkul sebelah tangan Martin, hingga membuat pria itu sontak menoleh.

Nara hanya melempar senyum tipis, sementara pria itu langsung terkekeh, lalu menarik dirinya untuk berdiri di depan. Sehingga posisi tubuh mereka saat ini terlihat paling intim dan mesra. Karena Martin tidak sungkan untuk mendekap dirinya dari arah belakang.

Keduanya lantas bergeser, memberikan akses kepada pegawai resort agar segera bergerak maju, memeriksa kaki Gea yang sudah memerah akibat terjatuh.

Sementara itu, diam-diam Gea sempat melirik ke arah pasangan tidak tahu tempat itu dengan perasaan yang sangat dongkol. Bisa-bisanya mereka tetap mengumbar kemesraan di depan orang yang baru saja terkena musibah.

“Gimana? Kakinya enggak apa-apa, ‘kan?” tanya Bram kepada seorang pegawai resort yang tengah duduk di pinggir ranjang dan memeriksa kaki Gea.

“Ini kayaknya cuma keseleo aja sih, Pak. Nanti kami bantu urut pelan-pelan—”

“Ih! Gak! Gak mau! Aku gak mau diurut.” Gea langsung memprotes dengan cepat, bahkan sembari menggeleng kuat. “Mas, aku gak mau diurut sama orang sembarangan,” rengeknya yang kini sudah mendongak ke arah Bram.

Pegawai perempuan itu segera menenangkan Gea dengan suara lembut dan sabar. Dia mengatakan kalau yang akan mengurut kaki Gea nanti adalah pegawai spa & massage yang memang sudah sangat ahli di bidangnya, bukan dirinya. Karena ia juga tidak berani mengurut orang secara sembarangan. Bisa panjang nanti urusannya kalau Gea sampai kenapa-napa akibat dirinya yang salah urut, atau apa.

Setelah ikut menyimak dan mengamati sedikit drama kecil yang terjadi di sana, hingga keputusan dari Bram pun sukses membuat Gea jadi bungkam, tidak berani lagi untuk melayangkan protes dan segala macam, Martin pun akhirnya angkat bicara, kemudian mengajak Nara untuk segera pamit undur diri dari sana.

Bram mengucapkan terima kasih dan mempersilakan mereka untuk pergi. Tak lupa, meminta maaf karena telah mengacaukan acara mereka sore ini.

Martin mengangguk, tidak memperpanjangnya sama sekali. Malah bagus kalau Bram jadi tertahan bersama Gea di dalam kamar ini. Karena dengan begitu, mereka tidak perlu sibuk berbincang-bincang lagi seperti tadi. Dan ia bisa menikmati waktunya berdua bersama sang kekasih.

DinaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang