LUKA

43 9 0
                                    

Di UKS, Alen mendudukkan Alena di ujung ranjang. Kemudian, Alen pergi mengotak-atik rak P3K untuk mengambil obat. Sementara Alena hanya berdiam diri sambil menahan rasa perih di pergelangannya.

Alena bersyukur, waktu dirinya dan Alen datang ke UKS, kondisi lingkungan sekolah sedang sepi sebab jam pelajaran masih berlangsung. Kalau tidak, sudah pasti dirinya dan Alen akan menjadi topik perbincangan lagi, seperti ketika insiden di kantin waktu itu.

Alen datang dengan membawa beberapa obat di tangannya. Alen lalu menarik kursi dan duduk tepat di depan Alena. Alen menaruh obat-obatannya di atas kasur.

"Aku obatin, ya?" izin Alen bersamaan dengan menengadahkan wajahnya menatap mata Alena.

Alena menghela napas berat. "Terserah," jawab Alena sembari membuang pandangannya ke arah lain.

Alen tersenyum tipis. Kemudian tangannya pelan-pelan melipat seragam yang menutupi pergelangan Alena. "Aku gak jago nyusun kata-kata, tapi aku beneran gak suka liat kamu terluka."

Alena tetap diam mendengar itu. Namun, kalau mau main jujur-jujuran sekarang, Alena ingin bilang, dirinya sedikit tenang mendengar tuturan Alen barusan.

Saat luka di pergelangan Alena terekspos, kelopak mata Alen terbelalak kaget. Alen menatap Alena dengan sendu. "Ca-cantik?"

"Kalau lo gak mau ngobatin, gak usah. Biar gue ngobatin sendiri." Walau tidak menatap Alen, Alena bisa tau kalau cowok itu kaget melihat banyak goresan di pergelangannya.

Alen menggeleng. Tanpa banyak bicara lagi, Alen mengobati pergelangan Alena. Dimulai dari pembersihan luka gadis itu menggunakan alkohol sampai berakhir pada kain kasa yang menutupi luka Alena.

Hal yang paling epik menurut Alen, yaitu Alena sama sekali tidak mengeluarkan suara ketika kapas yang dibasahi alkohol menyentuh lukanya. Sepertinya Alena sudah terbiasa akan hal itu. Namun, tidak ada yang tau, mungkin pas Alen mengobati tadi, Alena cuma menyembunyikan rasa sakitnya. Tidak ingin memperlihatkan sisi lemahnya kepada lelaki yang selalu berbaik hati padanya.

"Sejak kapan?" tanya Alen hati-hati.

"Sejak kapan, apa?"

Alen menghela napas. "Sejak kapan kamu jadi suka cutting?"

***

Jam istirahat pertama berbunyi. Mayoritas para siswa dari seluruh kelas, keluar dan melangkahkan kakinya menuju kantin. Begitu pun dengan Citra.

Citra baru saja sampai ke kantin. Ia langsung menyapukan penglihatan ke seluruh sudut ruangan untuk mencari seseorang. Yap, Citra lagi mencari keberadaan Alen.

Saat menemukan tempat Alen berada, Citra melangkah ke sana dengan suasana hati yang buruk.

Alena lagi, Alena lagi. Ini cewek caper banget. Pantas aja dia kelengser dari kelas unggulan, kerjanya aja cuma godain cowok orang.

"Hallo, Alen, Alena," sapa Citra sambil memancarkan senyum termanisnya saat dirinya ada di dekat kedua remaja itu.

Alena hanya membalas dengan senyuman tipis, lalu kembali memainkan ponselnya. Alena sebenarnya sedang menunggu pesanannya datang. Sementara Alen tidak menjawab panggilan Citra. Alen masih menatap wajah Alena yang cuek terhadapnya. Alen tidak sadar kalau Citra menghampiri mereka.

Belagu banget ni Alena. Sok kecapean.

Citra mencoba menetralkan emosinya. Citra tidak boleh terlihat sebagai wanita kasar di depan Alen. "Aku boleh ikut gabung, gak Na?"

"Boleh," jawab Alena tanpa memalingkan wajahnya dari benda pipih di genggamannya.

Citra menggertak rahangnya kuat seraya memutar bola matanya malas. Kemudian, Citra mengambil posisi duduk tepat di sebelah Alen.

Citra menatap Alen dengan lekat. Cowok itu masih belum menyadari keberadaannya. Tanpa aba-aba pun, Citra langsung menyandarkan kepalanya di punggung Alen membuat Alen terkaget di tempat.

Alen menengok gadis di sampingnya. "Loh, Ci-Citra? Sejak kapan lo di sini?" Alen ingin menyingkirkan kepala Citra dari punggungnya, tetapi Alen tidak berani. Alen takut Citra malah tersinggung dan marah padanya. Bagaimana pun, Alen dan Citra adalah teman sejak kecil.

"Aku dari tadi manggilin kamu, tapi kamu malah bengong gak jelas. Lagi mikirin apa, sih?" Citra tidak berganti posisi. Citra sengaja mau memanasi Alena yang duduk di depan mereka.

"Ouh, gue gak mikir apa-apa, sih. Kayaknya gue terbius dengan kecantikan Alena. Soalnya, gue suka aja mandangin dia kalau lagi diem," tutur Alen terang-terangan membuat suasana hati Citra semakin rusak. Sedangkan Alena yang mendengarkan itu malah tidak peduli.

Beberapa menit pun berlalu. Pesanan Alen dan Alena sudah ada di depan mata. Citra membangkitkan kepalanya. Kemudian mengambil pisau untuk memotongkan jeruk nipis untuk Alen. Pasalnya, Alen memesan bakso.

"Aw," desis Citra yang sengaja melukai jari telunjuk kirinya sendiri hingga berdarah untuk mendapatkan perhatian Alen dan membuat Alena cemburu.

Alen yang mendengar rintihan Citra, sontak menoleh pada gadis di sampingnya. Matanya terbelalak kaget melihat darah bercucuran di jari Citra. Cepat-cepat, Alen langsung menarik pergelangan Citra dan mengisap jari Citra yang terluka untuk menghentikan aliran darahnya yang bercucuran.

Sedangkan Alena, diam-diam mengamati kejadian di depannya. Seperti biasa, Alena tidak peduli dan cuma memasang tampang datarnya.

Kok gue ngerasa kelakuan Citra ini agak, gimana, ya?

...

Hm, teman-teman ku sudah pada satu-satu sukses. Aing kapan, ya? Apa bisa aku jadi penulis sukses? Hahaha, ngarep aja aing.

Semangat!!! Aing gak boleh ketinggalan dari kemajuan teman-teman!!!

Semangat, walau gak ada yang baca!

CITRA 💝👇

CITRA 💝👇

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
PUTUS LIMA MENITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang