RAJUT

44 9 0
                                    

Alen dan Alena berjalan beriringan menuju pintu masuk setelah memarkirkan motor di samping rumah. Sore ini, Alen mengajak Alena untuk ke rumahnya dalam rangka menyelesaikan tugas prakarya.

Semua yang Alena list selama di perpustakaan tadi, tidak ada yang dipilih. Sebab, Alen si cowok menyebalkan bersikeras untuk membuat kerajinan rajutan.

Alen berpikir, kalau Alena merajut, itu bisa membuat Alena merasakan relaksasi ketenangan dari emosional yang didapatnya. Hal ini Alen yakin bisa membuat Alena menghindari tindakan self harm yang lagi sering dilakukannya.

Alena sudah menginformasikan kepada kedua orang tuanya bahwa hari ini dirinya tidak pergi ke tempat les sebab harus menyelesaikan tugas kelompok. Kini, Alen dan Alena sudah berada di dalam rumah makan milik keluarga Alen.

"Kamu tunggu sini, ya?" pinta Alen, lalu tanpa menunggu jawab dari Alena, Alen melangkah pergi menuju dapur untuk menemui Nenek.

Alen langsung mendekatkan bibirnya ke telinga Nenek ketika dirinya telah sampai ke tujuan. "Nek, Nenek ajarin Alena ngerajut dulu, ya? Nanti tugas di dapur Alen yang ngerjain semuanya," bisik Alen membuat kesepakatan.

Nenek kemudian menjauhkan telinganya sambil menatap Alen dengan bingung. "Nenek yang ngajarin?" tanya Nenek tidak menduga, Alen hanya mengangguk semangat tanda membenarkan.

"Tapi bahan-bahan ngerajut Nenek udah abis, Len."

"Tenang aja, Nek. Soal itu udah kami beli, kok. Nenek tinggal ngajarin Alena aja. Ini juga demi tugas sekolah. Alen dan Alena sekelompok," jelas Alen panjang lebar sambil tersenyum dengan menampakkan deretan gigi putihnya yang tertata rapi.

***

Alena dan nenek naik ke lantai dua. Di sana, Alena dapat melihat foto-foto kecil Alen yang diletakkan tepat di samping telivisi. Di depan televisi terdapat tiga kasur gulung berserta beberapa bantal dan di pojok ruangan ada beberapa lemari plastik.

Jadi, ruangan ini cuma untuk kamar Alen dan Nenek Kakeknya, ya?

Nenek berjalan di depan Alena, lalu melebarkan karpet untuk digunakan duduk.

"Maaf, ya Nak. Rumah kami emang cuma seadanya aja," kata Nenek yang baru saja duduk. Nenek mempersilahkan Alena juga untuk duduk dengan menepuk area di sampingnya.

"Duduk sini, Nak." Alena pun dengan perasaan canggung ikut duduk di samping Nenek.

Kemudian tanpa basa-basi lagi Nenek mulai mengajarkan Alena tahap demi tahap dalam merajut. Tidak ada yang dibahas oleh Nenek selain mengajarkan Alena merajut. Alena ingin membuka topik untuk mencairkan gravitasi yang berat itu, tetapi sayangnya, Alena sedikit takut dan segan untuk melakukannya.

Kenapa gue ngerasa sifat Nenek Alen gak kayak waktu pertama kali ketemu, ya? Apa gue ngelakuin kesalahan?

...

Alena turun dari motor Alen. Lalu menatap cowok itu tanpa ekspresi. "Makasih, ya," ucap Alena sambil memegang selempang tas punggungnya.

Alen mengangguk semangat. "Sama-sama. Jangan lupa tugasnya cepat diselesein," peringat Alen dengan nada bercanda.

Alena memicingkan matanya curiga. "Jadi maksud lo, tugas ini gue sendiri yang ngerjain?" Suara Alena tampak kesal.

Alen menggeleng. "Nggak. Aku juga buat, kok."

"Emang lo jago ngerajut, gitu?" Alena menaikkan alisnya.

"Em ... Sedikit," jawab Alen sambil menatap Alena dengan perasaan bahagia.

Alena menghela napas bersamaan memutar bola matanya malas. "Trus kenapa lo gak ngajarin gue aja?" Alena semakin kesal.

Alen diam sejenak seraya tersenyum menggoda. "Hm, emangnya kamu mau aku yang ngajarin?" tanya Alen dengan menaik turunkan alis tebalnya.

Alena membisu sebentar. "Tau, ah," jawab Alena asal lalu membalikkan badannya untuk masuk ke dalam rumah.

"Alena," panggil Alen pelan membuat gadis yang berencana pergi itu berhenti melangkah.

"Nanti kalau kamu sedih atau stres lagi, kamu ngerajut aja, ya? Jangan ngelukain diri lagi," pinta Alen tulus. Sementara Alena masih diam di tempat tanpa membalikkan badan.

"Kalau ada apa-apa, kamu bisa bilang semuanya ke aku. Aku bakal nemanin kamu dan aku bakal ngertiin semuanya."

Alena menghela napas berat. "Makasih karna lo udah perhatian sama gue. Tapi gue gak bisa berharap sama manusia." Kemudian Alena kembali melangkahkan kakinya untuk masuk. Sedangkan Alen hanya menatap punggung gadis itu sampai benar-benar hilang dari pandangannya.

Cantik, dugaanku emang gak salah kalau kamu itu emang sangat menarik.

...

Di malam hari yang semakin larut, di kamar dengan lampu yang telah padam, Alen, Nenek, dan Kakek sudah terbaring di kasur masing-masing. Alen masih membuka matanya menatap langit-langit kamar.

"Nek, Nenek masih gak setuju kalau Alen sama Alena pacaran?"

"Nenek bukan gak setuju, Len. Tapi Nenek cuma takut kamu gak bisa nerima kenyataan kalau suatu saat nanti, dia gak milih kamu. Saingan kamu anak pemilik sekolah. Kita cuma orang miskin, Len."

Alen tertawa kecil. "Alen rasa, Alena bukan tipikal cewek mandang harta, Nek."

"Udah-udah, tidur. Gak usah ngelantur kalian. Kakek udah ngantuk," sahut Kakek yang sengaja memotong dialog antara Alen dan Nenek. Setelah itu, sudah tidak ada lagi yang mengeluarkan sepatah kata.

Tuhan, harapanku malam ini, selain kebahagiaan kedua orang tua ku di sisi-Mu. Aku minta Alena menjadi jodohku.

...

Tetap semangat, ya nulisnya walau ceritanya agak absurd, hehehe.

Keep spirit buat diri sendiri!!!

Harapanku semoga ada yang baca!!!

PUTUS LIMA MENITWhere stories live. Discover now