27. Sayang

5.2K 432 23
                                    

Rianda dan teman setimnya satu persatu sampai di pelabuhan. Mereka akan nyeberang ke pulau salah satu pulau tempat mereka akan mencari sumber untuk artikel mereka. Mereka membawa barang masing-masing, rianda hanya membawa satu ransel.

Mereka gelisah menunggu kapal yang akan membawa mereka ke seberang.

"Mel, bukannya udah pesan kapal?"

"Udah Nda, sebentar ya ini lagi coba di hubungin" ujar melisa yang panik karena telpon tak diangkat, akhirnya setelah beberapa kali menelpon pihak kapal mereka bilang kapal sudah di cancel, rianda dan timnya pun semakin panik.

"Kita pulang aja atau gimana?" Tanya melisa, rianda menggeleng pelan. Anggaran kapal sudah keluar, siapa yang berani mencancel kapal mereka begitu saja, apalagi pihak kapal bilang itu dari kantor mereka juga.

Suara klakson kapal terdengar. Mereka berputar mencari asal suara. Rianda ternganga, begitu juga teman yang lain. Alana berdiri di balik kemudi dengan pakaian serba hitam, kaca mata hitamnya dan gayanya mengemudi speedboat membuatnya semakin keren.

"Pagi bu" sapa melisa dan yang lainnya pada alana. Rianda masih ternganga tak percaya melihat alana disini. Alana membuka kaca matanya.

"Ayo naik" ucap alana, seorang pria keluar dari speedboat dan membantu rianda beserta tim masuk ke kapal. Mereka duduk dengan tenang, sedangkan rianda mengemudikan speedboat ditemani seorang pria yang bertugas sebagai guide mereka.

Setelah 40 menit speedboat pun bersandar. Pria yang bersama alana mengurusi kapal dan membantu mereka turun. Pria itu membawa koper kecil berwarna hitam milik alana.

"Silahkan Non" ujar pria itu meminta alana mengikutinya, rianda dan tik juga mengekori alana. Mereka sampai ke sebuah villa terbesar di pulau itu. Mereka disambut sang pemilik villa.

"Ok, karena kalian semua masih baru di perusahaan saya. Pertama kalinya juga kalian kerja di luar kantor, jadi saya disini memastikan kalian tidak ada masalah" jelas alana, ia menatap karyawannya satu persatu dan berhenti di rianda.

"Silahkan ke kamar masing-masing, kalian boleh istirahat dulu sebelum kerja. Jangan perdulikan saya, silahkan kerja senyaman kalian" jelas alana lagi, ia lalu berbalik meninggalkan karyawannya. Ia pergi dengan pria tadi menuju kamar yang telah disiapkan untuknya.

"Kalau ada perlu apa-apa panggil saya non" ujar pria tadi sebelum menutup pintu kamar alana. Alana membuka jendela kamar dengan lebar, angin pantai menerpa wajahnya dengan lembut, pemandangan dari kamarnya sangat indah. Ia berjalan ke balkon kamar dan duduk santai disana.

Rianda menarik napas panjang sebelum membuka pintu kamar itu. Ia masih bingung bagaimana menjelaskan ke temannya kenapa ia harus satu kamar dengan bos mereka. Rianda membuka pintu perlahan, mengintip ke dalam kamar yang kosong. Ia pun masuk dan meletakkan barangnya, jalan perlahan ke arah balkon.

"Kamu gak istirahat?" Tanya alana

"Kamu denger aku masuk?" Tanya rianda duduk di samping alana yang bersandar memejamkan mata

"Gak, aku cium parfum kamu" ujar alana sembari membuka matanya. Ia menarik tangan rianda hingga terduduk di pangkuannya.

"Na.." tegur rianda hendak berdiri. Alana memeluk pinggang rianda dan bersender di lengannya.

"Kenapa kamu selalu nolak aku?" Gumamnya pelan, rianda berhenti berontak. Tangannya melemah.

"Anak-anak bakal buat gosip deh kalau aku sekamar sama kamu"

Light in YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang