21. Marahnya Elia

61 27 98
                                    

Elia turun dari motor, tidak lupa mengucapkan terima kasih pada supir ojol barusan. Lalu masuk ke dalam rumah.

Bahunya merosot seraya menghela napas pelan, wajahnya sembap akibat menangis tadi di rooftop sekolah. Teringat kembali soal perkataan Nathan.

Begitu ia masuk langsung mendapati ayah dan papah yang sedang mengobrol, membuat Elia menatap sang ayah dengan geram.

"Udah pulang? Sama siapa?" tanya Kala menatap ke arah luar rumah mencari seseorang.

Elia mengepalkan tangannya. Menatap Kala dengan wajah sembap juga bibir yang sudah bergetar menahan tangis.

"Lo mau gue gimana? Jujur? Gue tuh kesel El, sama semuanya, sama cara papah yang ngatur hidup gue, terus ayah yang ngeharusin gue banget buat gue pulang bareng sama lo, dan lo yang cuma diem aja, nurut sama mereka padahal lo tau gue gimana"

"Iya, karena penyakit lo kambuh di tempat yang jauh. Padalah lo sendiri yang nekat pergi sendirian dan minta gue buat nggak usah anter karena lo balak di jemput Aska, akhirnya apa? gue lagi yang kena marah sama papah juga ayah." 

"Lo egois El,"

"Lagian ayah tuh harusnya nggak punya hak dalam hidup gue cuma karena dia bantu papah yang hampir bangkrut."

"Nggak, El pulang sendiri." jawab Elia dengan berani, sengaja memancing emosi Kala.

Alhasil ayah langsung berdiri sedangkan papah mengecek hpnya hendak menghubungi Nathan. "Suruh siapa pulang sendiri, Nathan mana?" 

 "Kenapa? Ayah mau marahin Nathan lagi?" tanya Elia ketus. Ayah langsung menyerngit tak suka.

"Papah juga ngapain sih? Call Nathan? Ngapain?" 

Zena, mamah Nathan yang baru keluar dari dapur menyengit bingung. "Ini kenapa nih?"  

"Ya ayah salah-in Nathan, karena itu tugasnya Nath--"

"Persetan sama tugas! Ayah tuh udah ngekang dia tau nggak." sentak Elia marah. "Papah juga sama aja!" untuk pertama kalinya Elia membentak sang ayah.

"El?" ayah berjalan mendekat. Membuat suasana jadi makin mencekam dan mamah memilih menghampiri papah yang hanya diam.

"Minggu lalu aku di rumah sakit, iya kan? Nanti bisa aja aku kecelakaan atau mati tiba-tiba, dan Nathan nggak bisa selalu ada di samping aku. Ayah sama papah mau salahin dia juga?!"

Ayah bungkam, seakan kehilangan kata untuk bicara. Dan papah langsung diam berfikir soal putranya.

"Yah! Pah. Nathan tuh punya kesibukannya sendiri, dia hidup tuh punya tujuan! bukan robot yang harus ikut semua perintah dari ayah dan ikut aturan dari papah. Nathan nggak bisa terus ada di deket Elia, papah sama ayah mau salahin dia juga?!"

"Senggaknya ayah bisa tenang kamu di samping Nathan, ataupun sekarang ada Aska yang ikut jagain kamu."

"Aku yang nggak tenang. El malu, El kesel, El pengen marah karena liat Nathan yang cuma bisa diem aja di marahin ayah atau papah. Dan lagi nggak usah bawa-bawa Aska ke dalam masalah kaya gini! Cukup Nathan, jangan ada lagi. Aku muak sama semuanya." 

Ayah akhirnya duduk lagi, menunduk dan menutup wajahnya karena tertampar dengan kalimat yang Elia lontarkan. Raga yang berada di kamar sampai keluar untuk melihat.

Elia makin menangis kejer, tak bisa memungkiri perasaannya sangat terpukul dengan kalimat yang dilontarkan Nathan di sekolah. Mamah berjalan mendekat ke arah Elia agar ia jauh lebih tenang.

"El pengen kaya temen yang lain, bisa jalan-jalan, main sepulang sekolah, apa-apa bisa tanpa laporan ataupun di temenin Nathan. Pengen kaya mereka yang nggak harus pulang tepat waktu lah, berangkat wajib di anter, pulang harus banget di jemput. Sekalinya El bilang pulang bareng temen, ayah selalu interogasi mereka."

Swastamita di Cakrawala ( On Going )Where stories live. Discover now