26.| Benteng Kedung Cowek

350 75 1
                                    


PIERRE memarkirkan mobilnya di tempat penitipan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

PIERRE memarkirkan mobilnya di tempat penitipan. Ia kini bersama dengan Naina berjalan beriringan menyusuri jalan setapak yang dipenuhi pohon di sisi kanan dan kiri. Meski memiliki banyak pertanyaan di kepala, Naina memilih diam. Tampak sekali gadis itu sedang marah pada Pierre. Bahkan tiga puluh menit berlalu dari Museum 10 November, keheningan tercipta di antara keduanya.

“Kau ingin berkunjung ke Museum 10 November, kan?” Pierre bersuara saat langkah mereka sudah cukup jauh. “Maka aku bawa kau ke salah satu tempat di mana Pertempuran 10 November terjadi,” imbuhnya setelah tidak mendapat jawaban dari Naina.

Pierre menyingkir.

Netra Naina menjadi berbinar begitu melihat bangunan tua di hadapannya. “Benteng Kedung Cowek?” tanya gadis itu dengan antusias.

Pierre mengangguk. “Ternyata kau mengetahui begitu banyak mengenai peninggalan sejarah bangsa kita.”

Sembari menyusuri setiap inci benteng tua, Naina sesekali mengambil gambar bangunan bersejarah itu. “Nggak begitu banyak. Untuk benteng ini sempat disinggung di salah satu pertemuan klub Sejarah.” Naina menatap Pierre. Pemuda itu mengangguk.

“Benteng ini baru dijadikan cagar budaya tahun 2019 kemarin. Dulunya merupakan benteng pertahanan belanda sebelum akhirnya diambil alih pasukan Sriwijaya dari TKR untuk bertahan dan menyerang Sekutu saat pertempuran 10 November terjadi,” jelas Pierre menambahi.

Naina mengangguk paham. “Katanya benteng ini udah berumur 100 tahun, kan?”

Pierre tersenyum. “Kau benar, meski begitu semua bagian benteng ini masih asli seperti saat selesai dibangun. Tidak ada pemugaran sama sekali,” imbuhnya.

Naina dan Pierre kini berada di luar benteng. Sementara Naina sibuk memotret, Pierre justru sibuk mengatur kamera yang entah sejak kapan berada di tangannya.

Tanpa disadari, Pierre diam-diam memotret Naina. Bibirnya membentuk lengkungan begitu melihat hasil fotonya.

“Kenapa senyum sendiri, kesambet?”

Pierre mendongak. “Jaga bicaramu,” tegurnya.

Naina mendecih. Ia kembali memeriksa hasil fotonya.

“Ada satu tempat yang paling indah di sini.” Pierre menyeletuk.

“Di mana?”

Pemuda di hadapan Naina itu tersenyum. “Ikuti aku,” singkatnya seraya menuruni anak tangga benteng.

Naina mendengus. “Ikiti iki, singkat amat,” gerutunya. Ia tetap berjalan di belakang Pierre.

Lima puluh langkah dari depan benteng, Pierre tiba-tiba berhenti membuat Naina yang berada di belakangnya hendak menabrak punggung laki-laki itu jika ia tidak menghentikan langkahnya.

Rindu Lukisan ( SELESAI )Where stories live. Discover now