SEULAS senyum terukir di wajah Rabella. Gadis yang sedari tadi sibuk berinteraksi dengan tamu itupun mengambil langkah seribu ke arah pintu. Meski sedikit kesulitan karena kebaya yang dikenakan, Rabella tetap bersemangat menyambut kedatangan sepasang muda-mudi. Yahya—mempelai pria sekaligus suami Rabella —yang tampak kebingungan pun tersenyum. Laki-laki itu terlihat menyusul sang istri.
“Mas Pierre sama Naina kok baru datang? Udah aku tungguin dari tadi.” Nada bicara Rabella terdengar merajuk.
Naina dan Pierre tersenyum.
“Ada sesuatu tadi di perjalanan. Tapi sekarang kami udah di sini. Jadi, jangan bersedih, okay?”
“Okay!” Rabella menatap Pierre. “Oi, Mas. Kenapa masih diam? Nggak kangen adikmu yang lucu dan menggemaskan ini kah? Mentang-mentang udah melepas kangen sama kakak iparku.”
Pierre tersentak. Pemuda itu mengantongi gawainya lantas menatap sang adik. “Mengapa aku harus kangen?” tanyanya kembali membuat Rabella mengerucutkan bibir.
Tidak tahan menjahili sang adik, Pierre pun memeluk Rabella. “Ik maakte een grapje. Ik mis je zo erg, mijn vervelende zusje.” (Aku hanya bercanda. Aku sangat merindukanmu, adikku yang menyebalkan)
“Je bent zo vervelend. Gimana bisa Naina mau sama orang nyebelin kayak Mas Pierre,” tutur Rabella setelah melepas pelukan sang kakak. (Kau sangat menyebalkan)
“Karena Naina memang mencintaiku. Lagipula, siapa yang tidak jatuh cinta dengan pemuda tampan dan pemberani sepertiku?” ujar Pierre berbangga diri.
“Kepedean banget,” gumam Naina disambut kekehan Rabella.
“Bener tuh, Nai. Mas Pierre emang sok kegantengan orangnya. Kalau dia nyebelin, pukul aja. Emang pantas dipukul dia tuh,” tukas Rabella.
“Tenang aja, aku udah siapin rotan sepanjang satu meter buat dia,” canda Naina.
“Tidak masalah. Aku akan menerima pukulan cinta darimu dengan segenap jiwa raga,” goda Pierre membuat Naina membulatkan mata.
“Gombal,” tutur Naina seraya mengalihkan pandangannya. Pipi gadis itu turut bersemu merah. Gombalan receh Pierre tampak berhasil mempengaruhi dirinya.
“Mas Pierre? Senang melihatmu datang.”
Pierre dan Naina menoleh. Tampak Yahya—si mempelai pria—menghampiri mereka. Pierre lantas merangkul adik iparnya yang berpakaian beskap warna biru senada dengan Rabella.
“Yahya, selamat atas pernikahanmu, ya. Aku titip adikku yang menyebalkan itu,” pesan Pierre dibumbui candaan.
Yahya tersenyum. Ia melirik Rabella yang terlihat kesal. “Tentu, aku akan menjaga Rabella seperti Mas Pierre menjaga dia.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu Lukisan ( SELESAI )
Teen Fiction[ Terinspirasi dari lagu Rindu Lukisan ciptaan Ismail Marzuki ] Menjadi seorang bibliophile dan menyukai sejarah membuat Naina Arzia-anggota klub sejarah SMA Anumerta-dapat dengan mudah menamatkan setiap buku sejarah yang ia baca. Namun, hal berband...