Bab 1 - Sesuatu yang Pernah Terjadi

210 19 0
                                    


"KAMU, tuh, gemesin banget. Tahu, nggak? Saya suka pengen gigit jadinya."

Seperti biasa, Adam meremas pipiku yang semakin membulat setiap harinya. Aku malu. Adam selalu memperlakukanku seperti anak TK dan tingkahnya yang blak-blakan bagiku cukup menyebalkan.

"Adam!"

Aku merengek lalu mencebik ketika Adam akhirnya mau melepaskan tangannya. Kubiarkan bibirku mengerucut dan aku menangkup pipiku sendiri dengan kedua tangan.

Seenaknya saja cubit-cubit. Dia pikir pipiku ini bakpao apa?

Secepat kilat Adam mendaratkan kecupan di ujung bibirku. Seketika napasku terhenti dan mataku membola melihatnya yang cengengesan. Wajah kami hanya berjarak sejengkal saja. Aku mengulum bibirku sendiri dan menggigitnya kuat-kuat. Jantungku serasa mau meledak dibuatnya. Ya Tuhan!

"Coba saja bibirnya dimonyong-monyongin lagi kalau berani? Saya gigit beneran nanti!" bisiknya penuh penekanan dengan tatapan mata yang semakin intens.

Hei. Nakal!

Aku menggeleng cepat dan menutup wajahku dengan kedua tangan. Jantungku rasanya bertalu-talu. Aku tidak tahu lagi bagaimana warna wajahku saat itu. Bisa-bisanya lelaki yang baru dua bulan menjadi pacarku itu mencuri ciuman pertamaku di depan Pos Jaga. Kalau sampai Pak Bambang muncul, gimana? Atau kalau kami tiba-tiba digerebek warga Komplek Perumahan Citra Harmoni, gimana? Iya kalau bakal dikawinin langsung, kalau enggak, kan malu?

Bisa-bisa aku dipecat jadi anak karena menodai nama baik Pak Burhan Aditama selaku ketua RW 04 yang disegani, dihormati, dan disayangi oleh semua warganya.

Duh! Kenapa juga otakku bisa traveling sampai sejauh itu?

Bisa-bisanya, tadi Pak Bambang tiba-tiba menyerahkan tugas jaga pada Adam ketika melihat kami melintas.

Perutnya mulas katanya? Duh, Pak! Buruan balik, dong. Jangan kelamaan semedi di toiletnya.

Tuh, kan. Selalu begini.

Meski mulutku terkunci rapat, tetapi kepalaku selalu ramai sendiri.

"Hei, jangan ditutup gitu dong, mukanya. Nanti kalau kamu enggak bisa napas, saya juga yang repot harus ngasih napas buatan." Adam mencoba membuka paksa kedua tanganku tapi aku mati-matian mempertahankan posisinya yang menangkup wajah. Sepertinya cukup lama kami adu kekuatan tangan. Tidak ada satu pun yang berniat untuk mengalah.

"Khem!"

Sebuah suara muncul dari arah belakang kami. Adam seketika menghentikan gerakannya dan aku perlahan membuka kedua tanganku untuk mengecek siapa gerangan pemilik suara barusan.

Pak Bambang!

"Mas ngapain itu anak orang kok diuyel-uyel?" Pak Bambang berdiri di ambang pintu. Beliau tampak susah payah membetulkan letak ikat pinggangnya yang melorot karena perutnya yang gembul.

Sebuah pemandangan yang sebetulnya biasa saja, tetapi sanggup membuatku seketika merasa tersentuh dan sedih karena tiba-tiba harus membandingkan perut Pak Bambang dengan perutku sendiri.

Gusti! kapan, ya, tumpukan lemak manja dan gelambir tak tahu diri di perutku ini bisa berkurang? Aku kan juga ingin punya badan seperti Biola. Atau minimal Cello, deh, sekalipun berbadan besar, tetapi masih memiliki lekuk tubuh yang memukau.

"Habisnya punya pacar gemesin, sih, Pak!" sahut Adam sambil sesekali masih mendaratkan cubitan kecil di pipiku. Aku kembali mengerucutkan bibir.

"Kalau gemes, lamar! Halalin biar bisa diuyel-uyel sepuasnya!" seloroh Pak Bambang blak-blakan.

Ndut, Balikan, Yuk! by Annie FM.Onde as histórias ganham vida. Descobre agora