Bab 2 - Hantu Bernama Mantan

98 16 3
                                    


Ingatanku melesat cepat pada hari di mana aku memergoki Adam sedang duduk di atas motornya, seorang gadis yang berdiri di hadapannya, tertawa renyah dan sesekali menepuk pundak juga menggenggam tangannya.

Hari itu cerah. Tetapi mendung hitam menyelimuti seluruh hidupku. Hatiku memanas, darahku mendidih, gemuruh cemburu dan juga emosi meledak bersahutan di dalam sana. Tetapi aku hanya bisa mematung di tempatku berdiri.

Mataku yang kurang ajar begitu egois menumpahkan genangan bening yang mengaburkan pandangan. Aku ingin berlari sejauh mungkin. Aku ingin menghilang. Aku ingin membenamkan wajah pada tumpukan bantal dan menangis sejadi-jadinya. Lututku mulai lemas, badanku gemetaran, tetapi aku tidak sanggup bergerak sedikit pun.

"Ciye, aroma-aromanya ada yang diselingkuhi, nih. Kesian. Mana masih muda!"

Sebuah suara menyapa telingaku diikuti oleh cekikikan lain yang menyayat hati. Susah payah aku bertahan untuk tidak menoleh ke arah sumber suara. Aku tahu betul siapa yang baru saja mengolokku.

Sa'adah, gadis berlipstik semerah darah yang selalu naik pitam jika ada orang yang kelepasan memanggil nama aslinya. Dia, hanya ingin dikenal sebagai seorang Sasya.

Aku bergeming. Bungkam seribu bahasa. Air mataku lolos, menderas begitu saja. Mengatasi rasa sakit di hatiku saja rasanya aku sudah kehilangan semua tenaga yang kupunya. Aku tidak memiliki energi lebih untuk meladeni mereka.

"Kenapa, Tut? Kok diem aja? Kecewa, ya? Aa Adam ternyata enggak sebaik yang kamu pikir, iya?" Itu suara Rosmini, gadis yang mengklaim bahwa dia secantik Rossie, personil idol Blackpink.

Sekuat tenaga aku menggigit bibirku sendiri. Dadaku terasa begitu sesak. Aku mulai terisak. Sialnya, geng Lapis Legit yang beranggotakan empat gadis pemuja skincare itu terus-menerus menggodaku. Mengikis pertahananku dan membuatku merasa semakin terhina.

Tuhan, kenapa hari ini harus terjadi? Kenapa harus aku? Kenapa aku terlahir dengan begitu menyedihkan? Aku harus bagaimana sekarang? Tuhan, kumohon buat aku menghilang!

"Tapi cewek yang itu cakep sih, ya? Itu Siti Rodiah, bukan?" Kali suara Juminten kini mengudara. Gadis yang bersikeras meminta untuk dipanggil dengan panggilan Juju itu merangkul pundakku. Aku mematung dengan degup jantung yang semakin bertalu-talu. "Pantes aja kamu dilupain. Ada yang lebih bening. Ck Ck Ck, poor you, Gendut!"

Aku menunduk semakin dalam. Air mataku kian menderas. Kerikil-kerikil di bawah kakiku saja seolah ikut menertawakanku.

Ya. Gadis yang bersama dengan Adam saat itu adalah Siti Rodiah. Dan siapa pun juga tahu jika dia adalah gadis yang berwajah cantik. Lebih dari itu, dia juga merupakan kakak tingkat yang cukup populer di kampus.

"Lagian, beruang salju kaya kamu itu enggak cocok punya gebetan secakep Adam. Untung Si Adam anak fakultas lain, coba kalau dia kuliah di sini juga. Aku tikung kamu dari depan!"

Dalipah menepuk-nepuk pipiku yang gembul. Meremasnya kasar dan membuatku meringis menahan sakit. Gadis yang juga memiliki gigi besi sepertiku itu menyeringai tepat di depan wajahku. Bagiku, dia adalah Lily beracun. Ucapannya saja sanggup membuatku seketika merasakan sesak sekaligus nyeri yang luar biasa.

"C-Cukup. Cukup!"

"Uu ... Beruang kutub bisa ngomong juga?"

Mereka berempat tergelak, lalu terbahak bersama dengan posisi mengelilingiku. Tangan mereka liar menunyuk-nunyuk tubuhku. Menjawil dagu, meremas pipi, juga memainkan rambutku yang keriting. Mereka puas mengeroyokku dan tanpa segan melakukan kekerasan verbal.

Aku memeluk tubuhku sendiri. Merapatkan jaket yang kupakai. Berkali-kali aku tersedak air mataku sendiri. Dalam keadaan terpuruk itu, aku berharap Adam mau menoleh dan menolongku. Tetapi harapanku pupus. Adam pasti tidak akan pernah memalingkan pandangan dari gadis cantik di depannya. Semakin aku tertunduk, aku semakin terisak. Mereka semakin menjadi-jadi untuk merisak. Sesak. Aku mengutuk kakiku yang tidak juga bisa membantuku pergi dari tempat itu.

Kenapa mereka semua begitu kejam? Kenapa begitu mudah menyamakan manusia dengan binatang? Bukankah mereka juga sama-sama perempuan? Di mana letak hati mereka berada? Aku bukan beruang! Aku ini masih manusia!

Tidak! Mungkin bukan mereka yang kejam. Semua penghinaan itu tidak akan pernah terjadi jika Adam adalah laki-laki setia. Aku tidak akan pernah mengalami perundungan jika Adam tidak berselingkuh.

Kenapa harus Adam? Kenapa harus gadis dari kampus ini? Kenapa aku harus menyaksikan mereka berduaan? Kenapa aku harus menerima perlakuan kasar karena ulah Adam? Adam jahat! Hati yang mati-matian kujaga, akhirnya harus patah juga.

"Argh! Sial, sial!" Serta merta aku membanting kemasan sabun pencuci muka ke lantai. Menginjak-injaknya dengan gegabah. Aku bahkan sempat menyumpah. Napasku memburu. Air mataku meleleh begitu saja. Jantungku berdegup kencang mengimbangi ledakan emosi yang memuncak.

"P-Permisi, Mbak. Mbak enggak apa-apa?"

Aku menoleh kasar. Mataku tajam membingkai wajah seseorang. Ekspresi bingung Mas-mas berseragam biru-merah-kuning khas Indoapril itu memaksaku kembali pada kenyataan.

Mataku membola. Aku gelagapan. Aku berada di mana sekarang? Apa yang baru saja terjadi? Apa yang baru saja kulakukan? Apa aku melakukan hal bodoh? Apa aku benar-benar berteriak? Apa aku sudah gila?

Aku membekap mulutku sendiri, menggigit lidah, dan mengusap kasar air mata yang membasahi pipi. Aku baru saja menyadari kekacauan yang kuperbuat. Lantai minimarket tempatku berdiri penuh dengan ceceran sabun cuci muka.

Aku memaksakan sebaris senyuman yang mungkin tampak menyebalkan, "M-Maaf, Mas?"

Mas Indoapril menggelengkan kepalanya. Aku tertunduk pasrah. "Saya bantu bersihkan, tetapi barang yang rusak harus tetap dibayar, ya, Mbak."

Aku mengangguk paham. "I-Iya, pasti saya bayar. Maaf. Maaf banget." Aku menangkupkan kedua tangan di depan dada.

Ya Tuhan! Harus kusembunyikan di mana mukaku? Bagaimana bisa aku bertindak begitu ceroboh?

Astuti, bodoh. Bodoh. Bodoh.

Mas itu pergi dengan kain lap di tangannya. Mati aku! Bisa-bisanya ingatanku melayang jauh pada sosok Adam hanya karena aku memegang sabun cuci muka dengan merk yang biasa dia pakai.

Aku menepuk keningku berkali-kali, kuseret langkah menuju barisan lorong yang lain. Ada apa denganku? Kenapa aku harus mengingat lagi kejadian hari itu? Kenapa aku harus kembali terbayang pada wajah Adam? Sabun cuci muka? Ayolah, bagaimana bisa hanya dengan memegang benda itu kepalaku langsung penuh oleh bayangan Adam?

Mataku membola saat memindai barisan rak yang berjejer. Oh, tidak! Sekarang aku bahkan bisa melihat wajah Adam sedang tersenyum di sebuah botol sampo, kemasan sabun mandi, dan juga di beberapa kemasan makanan ringan.

Oh, hai. Apa aku benar-benar mulai gila? Apa aku sedang merindukannya? Ayolah, setelah semua yang pernah terjadi? Pengkhianatan itu? Perselingkuhan itu? Perundungan yang terjadi hari itu? Masihkah ada peluang untuk tumbuh rasa rindu? Sungguh?

Tidak, Tidak! Aku menggeleng dengan cepat untuk mengusir pikiran-pikiran tidak masuk akal yang mulai merangsek ke dalam kepalaku.

Ish.

Jangan-jangan minimarket ini berhantu? Atau mungkin, mitos hantu bernama mantan itu benar-benar ada?

Aku terkesiap. Semakin kusangkal, semakin aku dibuatbingung. Tiba-tiba saja semua benda yang kupegang seolah tertempel jelas wajahAdam di sana. Seketika bulu halus di belakang kepalaku meremang dan akubergidik sendiri karenanya.

--

Ciyaan yaa Astuti dihantui Mas Adam. Etapi ini bukan Mas Adam-nya Mbak Inul, ini buedda!

Guis, kalau kelen suka sama Mas Adam, eh, Ndut Balikan, Yuk!, jangan lupa bantu tekan tanda bintangnya, yah, biar penulisnya semangat update. Makasi lhooo..

Ndut, Balikan, Yuk! by Annie FM.Where stories live. Discover now