Chapter 5: Penyiksaan

622 59 34
                                    

⚠️ WARNING! ⚠️
Chapter ini memuat adegan kekerasan yang mungkin akan memicu atau menimbulkan trauma bagi sebagian pembaca. Dimohon kebijakan bagi pembaca dalam menikmati chapter ini.

___________________________________________

Elio menempelkan pipi pada meja. Satu jengkal di hadapan, wajah Iluka yang memanjakan mata langsung menyambut iris hitam kelamnya. Gadis itu tertidur di tengah aktivitas membaca buku. Sepertinya faktor kelelahan karena bermain voli menjadi penyebab utama Iluka tertidur sepulas ini.

Tangan Elio terulur mengelus pipi penuh lemak bayi, setelahnya mendaratkan kecupan bertubi-tubi di pipi Iluka. Elio tersenyum tipis melihat Iluka yang tidak terusik sedikit pun. Ia menyingkirkan anak rambut yang menghalangi wajah rupawan sang pujaan hati, lalu memotretnya beberapa kali.

Elio tersenyum puas melihat hasil foto Iluka di ponselnya. "Cantik," puji Elio. Memasukkan ponsel ke dalam saku celana, lalu menatap pahatan sempurna Iluka penuh puja.

Kucing Kecilnya ini sangatlah sempurna. Dia yang paling sempurna di antara segalanya. Membuat Elio semakin tergila-gila. Ia tidak akan membiarkan siapa pun menghalangi cinta mereka berdua. Menjadi penghalang berarti siap untuk mati.

Ketika sedang asyik-asyiknya mengamati rupa Iluka, Elio menyadari sesuatu. Lekas menyentuh luka di sudut kening Iluka-yang sebelumnya tertutup poni. Seketika wajahnya menggelap diikuti tangan terkepal kuat.

Siapa yang berani menyakiti Iluka? Manusia lancang mana yang berani membuat Kucing Kesayangannya menanggung kesakitan ini?

Oh, ini pasti ada hubungannya dengan Ervin, 'kan? Setahu Elio, belakangan ini Iluka sering mendapatkan kekerasan di sekolah. Walau Elio tidak pernah melihat langsung lantaran para siswa tidak berani merundung Iluka kala dirinya berada di sisi sang kekasih. Memikirkan itu membuat amarah semakin menguasai.

"Gue pengen ngebunuh siapa pun yang bikin lo sakit." Elio mengambil plester dari saku seragamnya, lalu menempelkan pada luka Iluka.

"Udah cukup gue ngasih waktu buat main-mainnya, Iluka. Mulai sekarang gue gak bakal nahan diri lagi." Elio menyeringai. Setelahnya melirik Ervin yang sibuk memilih buku di rak sudut perpustakaan.

Merasa diperhatikan, Ervin menoleh. Menatap Elio bingung yang mendapat lemparan senyum. Ia mengedik, kemudian melanjutkan mencari buku yang dibutuhkan.

Tak berselang lama, lenguhan terdengar. Segera mengalihkan pandang menatap Iluka yang mengerjap menyesuaikan pencahayaan, kemudian mengucek matanya pelan. Setelah pandangannya tak lagi kabur, Iluka bertanya, "Kenapa lo ada di sini?"

Elio bertopang dagu. "Nemenin lo. Habisnya gue gak rela orang lain liat wajah jelek lo yang lagi tidur itu," jawabnya dengan mata yang tak lepas dari wajah Iluka.

"Sejak kapan?"

"Setengah jam yang lalu? Gue gak terlalu yakin. By the way, lo bisa tidur lagi, Ka. Toh, bel masuk udah bunyi dari tadi."

Iluka menggebrak meja. Membuat penjaga perpustakaan dekat pintu masuk menatapnya tajam. Iluka lekas mengucapkan maaf dengan tampang menyesal.

"Kenapa lo gak bangunin gue? Setelah istirahat ada ulangan harian lagi." Iluka menggerutu seraya merapikan buku yang berserak di meja. Setelahnya berlari keluar meninggalkan Elio yang masih setia menatap gerak-geriknya hingga hilang di balik tembok.

"Karena setiap liat lo, gue bakalan lupa sama hal lain," gumam Elio.

"Lo beneran suka sama dia?" Ervin bertanya sembari menarik kursi di samping Elio, kemudian mendudukkan diri dan menatap arah pandang temannya.

Elio's Obsession [END]Where stories live. Discover now