8. Luka

101 112 17
                                    

~Happy Reading~


Vlora memasuki UKS yang nampak kosong, dia berjalan ke arah brankar, merebahkan badan untuk mengurangi rasa pusing yang ia rasakan. Melupakan tujuan utamanya yang ingin mengobati bekas cakaran Adiva pada lengannya.

Sementara Erin pergi ke kantin untuk membeli minuman. Kepala Vlora terasa sedikit nyeri, Adiva benar-benar kuat saat menjambak rambutnya, bahkan dia merasakan banyak helai rambutnya yang rontok. Sialan.

"Rin, lo kalo mau balik ke kelas balik aja. Gue masih mau di sini, kepala gue pusing" Ujar Vlora, saat mendengar pintu UKS yang terbuka, tanpa melihat terlebih dahulu siapa yang datang.

"Ini air kamu"

Tidak, itu bukan suara Erin.

Vlora yang tadi memejamkan mata langsung membuka matanya dan duduk tegak di atas brankar. "Abyan??"

Abyan duduk di kursi sebelah brankar, meletakkan kresek berisi air dan makanan ringan yang baru saja dia beli. "Kenapa bertengkar?" Tanyanya.

Vlora menunduk sambil memainkan jarinya. "Dia duluan yang nyari masalah, dia nuduh gue, dia jambak gue, bahkan dia juga nyakar lengan gue sampe perih" Vlora mengadu.

"Padahal ya By, gue sama sekali udah gak berhubungan sama Devran. Adiva tuh bener-bener definisi over posesif tau nggak, dikit-dikit di tuduh selingkuh, lama-lama Devran botak tuh gara-gara mikirin si Adiva" Cerocos Vlora.

Adiva dan sikapnya benar-benar kombinasi yang sangat menyebalkan, Vlora bahkan heran, ada ya manusia seperti itu?

Abyan terkekeh kecil. "Lengan kamu sudah di obatin?"

Vlora menggeleng, Abyan lantas berdiri, mengambil salep dari lemari obat dan kembali duduk di tempat semula. Dia mengambil tangan Vlora, kemudian mengoleskan salep ke lengan Vlora dengan penuh ke hati-hatian.

"Abyan, lo nggak ke kelas?"

Abyan menggeleng. "Jamkos" Vlora mengangguk-angguk mengerti.

Setelah itu mereka diam, entah tidak punya topik pembicaraan atau memang malas untuk mengeluarkan suara. Vlora hanya menatap Abyan yang mengobatinya sesekali meringis saat lengannya perih.

"Takdir lucu ya, kemarin-kemarinnya kamu yang selalu ngobatin saya. Sekarang saya yang ngobatin kamu" Abyan tertawa kecil.

Vlora ikut tersenyum. Kalau di ingat-ingat, dia memang cukup sering mengobati Abyan, entah itu di UKS, atau pun di rooftop.

"Sepertinya.. Takdir kita memang seperti itu" Abyan menutup salep dan menaruhnya di atas nakas.

"Seperti itu bagaimana?"

Abyan menatap Vlora lama, sebelum akhirnya berbicara.

"Untuk saling mengobati"

Vlora diam, namun tidak dengan jantungnya yang mulai berdetak kencang. Semakin mengenal Abyan, dia semakin tau, laki-laki itu tidak bisa di tebak. Entah kenapa suasana di ruang itu tiba-tiba terasa canggung.

Ceklek

Pintu terbuka, seorang siswi masuk memanggil Vlora.

Never Goodbye [ON GOING]Where stories live. Discover now