BAB 02- Asal-Usul Panggilan Micin

1.1K 129 11
                                    

"Nama gue Dinda," ucap Dinda mengulurkan tangannya.

Sasa menerima uluran tangan Dinda dengan malas. Entah kenapa ia merasa jika Dinda mempunyai maksud lain.

"Gue Sasa," balas Sasa.

Dinda tersenyum mendengarnya. Ah ternyata namanya adalah Sasa. Sangat lucu pikirnya.

"Eh ini kita gak mau cari orang lain lagi? Kita kurang 2 orang," ucap Laras, membuat Dinda dan Agatha menatap ke arahnya.

"Boleh tuh. Yuk lah kita cari orang lain lagi," ucap Agatha.

Ke-empatnya lantas berjalan bersama guna mencari dua orang lagi untuk bergabung di kelompok mereka. Mereka pikir mencari kelompok itu gampang, tapi ternyata tidak. Ada yang sudah dapat kelompok. Ada juga yang ingin satu sekelompok dengan teman sekolahnya.

"Anjir susah banget nyari 2 orang lagi," ucap Sasa dengan menghela napasnya pelan.

"Bener banget anjir. Kirain bakalan gampang, ternyata susahnya minta ampun," ucap Agatha yang merasa setuju dengan ucapan Sasa.

"Sabar dong. Daripada ngeluh, mending kita cari lagi aja yuk," ucap Laras yang memberi semangat kepada Sasa dan Agatha.

Dinda sedari tadi hanya diam saja memperhatikan Sasa dan Agatha yang mengeluh. Tapi sejujurnya, ia juga kesal kerena susah sekali mencari orang untuk bergabung di kelompok mereka.

"Eh gimana kalo kita ngajak cewek yang berdiri di sana," ucap Agatha dengan menunjuk seseorang yang tengah berdiri bersama dengan 1 orang yang mungkin mereka tengah mencari kelompok lain.

Sasa melihat ke arah yang Agatha tunjuk. Dirinya lantas tersenyum karena akhirnya mereka bisa melengkapi kelompoknya.

"Ayo kita ke sana. Sebelum mereka diambil sama kelompok lain," ucap Sasa dengan berlari menunju ke arah dua orang tersenyum.

"Sasa tunggu gue," ucap Agatha dan Laras bersama.

Dinda hanya tersenyum melihat tingkah dari Sasa yang sangat lucu itu.

"Lo berdua," ucap Sasa yang masih berlari.

Kedua orang itu menengok ke arah Sasa, mereka melihat Sasa yang tengah berlari menuju ke arahnya.

"L-lo," Sasa berucap setelah sampai di hadapan keduanya. Dengan posisi masih mengatur napasnya.

"Iya, kenapa ya?" tanya salah satu dari mereka.

Sasa menatap ke depan, dengan masih mengatur napasnya.

"Lo berdua udah punya kelompok belum??" tanya Sasa.

Kedua orang itu saling pandang, lantas mereka menggelengkan kepelanya, yang mana hal itu membuat Sasa tersenyum senang.

"Gimana kalo lo gabung sama kelompok gue aja? Kebetulan kelompok gue kurang 2 orang lagi. Dan kayanya kalo lo berdua masuk ke kelompok gue, kita bakalan pas. Punya 6 orang dalam satu kelompok," ucap Sasa dengan berharap keduanya akan ikut bergabung dengan kelompoknya.

"Emang boleh?" tanya salah satu dari kedua orang itu.

"Ya, boleh lah. Masa lo gak boleh gabung ke kelompok gue," balas Sasa dengan cepat.

"Kenalin, nama gue Sasa Meira. Panggil aja Sasa," ucap Sasa mengenalkan dirinya.

"Gue Citra. Dan ini Santi," balasnya Citra.

Sasa tersenyum ke arah Citra dan Santi. Akhirnya kelompok mereka sudah pas. Jadi mereka tidak perlu repot-repot cari orang lain lagi untuk bergabung dengan mereka.

"Sasa bangke. Lari lo cepet banget anjir," ucap Laras setelah sampai di hadapan Sasa.

"Ya maaf. Soalnya gue takut kalo nanti mereka diambil sama kelompok lain. Kan berarti kita harus cari kelompok lagi," balas Sasa yang merasa tidak enak.

"Gimana Sa? Mereka mau gabung sama kita?" tanya Agatha. Sasa hanya mengangguk dan tersenyum.

"Kenalin. Ini Laras, ini Agatha, dan ini-" Sasa menjeda ucapannya kala ia lupa dengan nama Dinda.

"Nama lo siapa tadi? Gue lupa nama lo," ucap Sasa, yang membuat Dinda merasa kesal.

Entah kenapa ia merasa tidak suka dengan Sasa yang lupa akan namanya. Tapi tidak dengan Agatha dan juga Laras.

"Ye malah diem, gue tanya nama lo siapa," tanya Sasa sekali lagi, karena belum ada jawaban dari Dinda.

"Nama gue Dinda," ucap Dinda memperkenalkan dirinya.

Citra dan Santi tersenyum ke arah mereka. Akhirnya keduanya mendapatkan kelompok.

"Nah karena kita udah pas nih kelompoknya. Gimana kalo kita ke sana aja," ucap Sasa, dengan mengajak mereka untuk lapor ke senior mereka.

"Yaudah ayo," balas Dinda.

Ke-enam orang itu lantas berjalan menuju ke arah senior mereka untuk melaporkan bahwa kelompok mereka telah pas 6 orang.

"Kak, permisi. Kami mau lapor kalo kelompok kita sudah pas, ada 6 orang," ucap Dinda dengan sopan.

Senior itu lantas melihat ke arah kelompok Dinda. Tidak lupa juga untuk menghitung jumlah orang dalam kelompok.

Senior itu lantas mengangguk dan menyuruh Dinda serta teman kelompoknya untuk menunggu info lebih lanjut dari seniornya.

"Baiklah, kalo gitu kalian bisa nunggu di mana aja untuk info lebih lanjut ya," ucap sang senior itu.

"Baik Kak," balas ke-enam orang itu dengan kompak.

Setelahnya, mereka pergi dan mencari tempat duduk untuk mereka tempati tentunya.

Akhirnya mereka berjalan menuju taman belakang sekolah. Di sana juga banyak siswa atau siswi yang tengah duduk dan menikmati cuaca hari ini.

"Eh gimana kalo kita saling bagi nomor telepon? Biar kita bisa lebih deket gitu loh," ucap Laras memberi usul.

"Emm boleh tuh," balas Agatha dengan mengeluarkan ponsel miliknya.

Sasa juga mulai mengeluarkan ponsel miliknya dari dalam saku. Dinda yang melihat itu sontak melakukan hal yang sama juga.

"Nih nomor gue," ucap Sasa dengan menaruh ponselnya di tengah. Agar mereka bisa mencatat nomornya dengan mudah.

"Wah, ternyata Sasa yang pertama ngasih," ucap Agatha yang mulai mencatat nomor Sasa.

"Micin lo tinggal di mana?" tanya Dinda, membuat yang lain mengerutkan keningnya.

Micin? Siapa micin? Perasaan tidak ada yang namanya micin di sini.

"Micin? Siapa yang lo panggil micin hah?!" ucap Sasa dengan sewot.

Dinda lantas menatap ke arahnya dengan tersenyum.

"Ya, lo lah. Siapa lagi di sini yang punya nama merek bumbu masakan kaya lo," balas Dinda dengan tersenyum. Sasa yang melihat itu sontak memukul pelan bahu Dinda.

"Nama gue Sasa bangsat bukan micin! Jadi jangan pernah lo manggil gue micin lagi, ngerti lo!" ucap Sasa dengan menatap Dinda sengit.

"Lo itu gak pantes buat dipanggil Sasa. Lebih pantes kalo lo dipanggil micin," ucap Dinda yang membuat Sasa semakin naik pitam dengan Dinda.

"Bangsat lo!" Sasa hampir saja memukul Dinda. Namun Agatha segera menahan tangan Sasa untuk memukul Dinda.

"Eh udah Sa jangan dipukul anak orang kasian," ucap Agatha menahan Sasa.

"Mending sekarang kita balik ke lapangan aja? Nih senior udah ngechat suruh kumpul di lapangan sekarang," ucap Agatha.

Sasa hanya bisa menghela napasnya kesal. Lantas dirinya pergi lebih dulu menuju lapangan. Yang lain tentu mengikuti Sasa di belakang.

Dinda pun sama, hanya saja Dinda berjalan dengan tersenyum. Mulai sekarang, ia akan panggil Sasa dengan sebutan micin, dan bukan lagi dengan nama aslinya.

"Mulai sekarang, lo bakal gue panggil micin bukan Sasa. Dan panggilan micin, itu adalah panggilan sayang gue buat lo," ucap Dinda dalam hati dengan tersenyum menatap punggung Sasa.

TBC

Agak gaje dikit sih sebenernya wkwkw. Oh ya mau ngasih tau kalo 1 minggu ke depan aku bakalan sibuk, jadi kalo gak up maaf ya

DISA (DINDA&SASA)Where stories live. Discover now