Bab 07- Lelah

716 83 3
                                    

Bel istirahat telah berbunyi, menandakan kegiatan belajar telah selesai. Sasa serta Dinda kini tengah berada di dalam kantin. Dinda sedari tadi hanya menahan tawanya kala melihat tingkah Sasa yang terus saja mengoceh tidak jelas.

"Sumpah ya si botak ngeselin banget anjir!! Bisa-bisanya kita disuruh ngerjain tugas padahal baru selesai ngejalanin hukuman yang dikasih tuh botak. Mana keliling lapangan 20 kali lagi," ucap Sasa, yang masih menggerutu.

"Ya itu kan salah kita sendiri karna gak ngerjain tugas yang kasih sama si botak, makanya kita dihukum gini," ucap Dinda, dengan meminum es teh miliknya.

"Bener sih, tapi hukumannya gak ngotak anjir! Masa kita dihukum lari keliling lapangan sampe 20 kali," ucapnya, dengan menghembuskan napasnya pelan.

"Coba aja kalo ada Agatha, pasti kita gak bakalan dihukum gini," lanjutnya.

"Tapi kan Agatha lagi ada acara keluarga, makanya gak bisa hadir. Lo lupa kalo tadi pagi Om Andi ngomong gitu?" tanya Dinda, Sasa hanya menggelengkan kepalanya.

"Gue inget kok Din," balas Sasa.

"Udah yuk mending kita ke kelas aja. Bentar lagi mau masuk nih," ucap Dinda, yang mulai beranjak dari duduknya.

Sasa hanya mengangguk dan mengikuti Dinda dari belakang. Sasa berlari kecil agar bisa menyesuaikan langkah Dinda.

"Lo kalo jalan cepet banget sih?" tanyanya, Dinda hanya mengangkat bahunya acuh.

Sesampainya di dalam kelas, Dinda serta Sasa duduk di bangku mereka. Selagi menunggu bel masuk berbunyi, Dinda menelungsupkan kepalanya di atas meja. Ia kini tengah berpikir, bagaimana ia bisa mendapatkan Sasa hanya dalam waktu 1 tahun. Jika dirinya tidak bisa mendapatkan Sasa dalam waktu 1 tahun, maka dirinya mau tidak mau harus menerima perjodohan dengan Bara.

"Gimana ya caranya biar gue bisa dapetin Sasa bahkan sebelum 1 tahun? Kalo gak bisa dapetin Sasa, gue harus nerima perjodohan sama si Bara," ucapnya dalam hati.

Dinda menghela napasnya dengan pelan, namun Sasa dapat mendengarnya dengan sangat baik. Sasa memandang ke arah Dinda, dirinya mengerutkan keningnya kala melihat Dinda yang tampak sangat lelah itu.

"Lo kenapa Din? Ada yang ganggu pikiran lo?" tanya Sasa, Dinda segera menatap wajah dari orang yang ia cintai ini.

Dinda menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Sasa.

"Gue gak papa kok Cin," balas Dinda.

"Yakin Din? Tapi gue liat kaya lo lagi banyak pikiran deh," ucapnya. Dinda hanya tersenyum mendengarnya.

"Gak papa, nanti juga ilang sendiri," balasnya.

"Tapi serius Din, kalo lo ada masalah cerita aja sama gue," ucap Sasa. Lagi-lagi Dinda hanya menggelengkan kepalanya mendengar ucapan dari Sasa.

"Gue beneran gak papa Cin," ucapnya.

Sasa hanya menghela napasnya saja, "Yaudah, tapi kalo lo ada masalah bisa cerita sama gue," ucap Sasa, yang diangguki oleh Dinda.

Tak lama setelah itu bel masuk telah berbunyi, Dinda dengan serius memperhatikan guru yang ada di depan. Namun sesekali Dinda melirik ke arah Sasa yang juga tegah serius memperhatikan guru.

"Suatu hari nanti gue bakalan dapetin lo Sa. Lo tunggu aja waktunya," ucapnya dalam hati dan kembali memperhatikan guru yang tengah menjelaskan materi.

Jam telah menunjukan pukul 4 sore, yang menandakan bahwa sudah waktunya untuk pulang ke rumah masing-masing. Dinda menunggu Sasa di luar kelas dikarenakan Sasa yang tengah menjalankan piket.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DISA (DINDA&SASA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang