Berakhir?

186 12 4
                                    

"YUHUUU!!! MORNING SEMUAA!!!!!! AYOK LARI PAGI BARENG ORANG GANTENG!" Younghoon merentangkan tangannya lebar-lebar di ruang tamu. Matanya memejam. Merasakan hawa-hawa pagi yang sejuk.

Angin sepoy-sepoy menerobos lewat jendela yang sudah Papahnya buka beberapa menit yang lalu. Nggak lupa juga aroma dari masakan Papah yang selalu sukses bikin si abang kelaperan.

"Kamu kenapa sih, Bang? Masih pagi juga." Sambil menaruh piring terakhir nasi goreng di meja makan. Sejenak beliau menghembuskan nafas lalu tangannya mengusap peluh di dahi.

"Bangunin adek-adek kamu. Apalagi Sunwoo. Dia dari kemarin belum makan." Titah Papah sambil membuka celemeknya.

Younghoon mengangguk patuh. Dia dengan segera berlari ke arah kamar Juyeon. Soalnya emang kamar Juyeon yang paling dekat ke dapur.

"PERMISI! YUHU! KAK! BANGUN KAK! UDAH SORE INI!!!"

Pintu yang tertutup itu digedor oleh Younghoon. Gerakannya yang acak membuat suara bising yang sungguh memekakan telinga.

"ABANGKE! BERISIK!" Teriak Sunwoo yang sudah berada di ambang pintu. Nggak lupa sama muka asemnya. "Bisa nggak sih biasa aja?!"

Abang terkekeh. Dia berjalan ke arah adiknya yang lagi masang muka merajuk itu. "Naiseuuu!! Sekarang adek bantuin abang ngebangunin si kakak oke?"

"Ga." Tolak Sunwoo singkat, padat dan jelas. Tubuhnya langsung melengos begitu saja. Ninggalin Younghoon yang nahan dendam di batinnya.

"Sabar, masih pagii..." Batin Younghoon menjerit-jerit.

Nggak melepaskan senyum manisnya. Dia mulai ketuk pintu kamar Juyeon lagi. Adiknya yang pertama itu emang agak susah kalo di bangunin.

"Kakak, bangun." Suara ketukan pintu kali ini tidak sebrutal tadi. Lebih pelan dan lebih manusiawi. "Kakak?"

Karena nggak juga dapet jawaban Younghoon buka pintu kamar Juyeon. Sialnya ternyata pintu kamar itu nggak dikunci.

"Kok gue geblek banget yah?" Gumam Abang lalu tersenyum miris. Langkah kakinya mulai memasuki kamar Juyeon.

Di sisa perjalanannya hidung Younghoon mengkerut saat mencium aroma-aroma yang sungguh tidak sedap untuk di hirup. Telapak tangannya mengibas-ngibas di udara.

"Eh, abang? Kenapa?" Juyeon keluar dari kamar mandinya dengan wajah yang sudah di basuh. "Gue tadi cuci muka dulu. Ini mau keluar kok. Yok! Mau bareng?"

Juyeon yang mulanya narik tangan abangnya terdiam membeku saat merasakan tatapan tajam sang anak pertama.

"Berani lo sekarang ngerokok di dalem kamar?" Suara Younghoon memberat. Matanya memicing. Mencoba mengintimidasi Juyeon.

"Yaelah, Bang! Namanya juga anak cowok." Balas Juyeon tampak tak perduli. Kakinya melangkah ke arah kasurnya yang belum dia rapihkan.

Juyeon membaringkan tubuhnya di kasur. Younghoon berjalan mendekat, menarik kursi di dekat meja belajar Juyeon lalu mendudukkan tubuhnya di sana.

"Kenapa?"

Kepala Juyeon menoleh pada sang abang yang duduk di kursi. Jarak antar kasur dan meja belajar tak terlalu jauh. Membuat keduanya masih bisa mendengar suara lawan bicaranya.

"Nakal." Lagi, Younghoon kembali membuka pembicaraan. Dia melirik sang adik pertama yang malah bergeming di tempatnya.

Juyeon itu anaknya bebas. Bahkan dia sudah diizinkan merokok oleh papah saat masih sekolah menengah atas kelas 10. Kadang Younghoon iri sama Juyeon, adiknya itu bisa milih apa yang dia suka. Sedangkan dia? Dipaksa untuk menjadi yang terbaik agar menjadi contoh bagi adiknya.

EPHEMERALWhere stories live. Discover now