38. Beginning of Suffering

1.6K 39 12
                                    

"Di mana Emerald?" Di tengah-tengah suasana yang hening di antara meja makan kini telah berkumpul keluarga baru Adrian beserta dirinya.

Hanya Emerald yang masih belum bergabung, itu sebabnya Adrian menyuruh salah satu pelayan untuk membangunkan gadis itu karena dia yakin jika sampai sekarang Emerald masih belum terbangun.

"Maaf tuan, sedari tadi aku terus mengetuk pintu kamarnya tapi dia tidak menyahut."

Edellyn yang duduk di sebelah Marinka merasa deg-degan, dia tidak tahu apa sebabnya tapi menurutnya itu mungkin karena rasa penasaran bagaimana sosok yang akan menjadi kakak tirinya itu. Sebenarnya dia ingin pergi bekerja hari ini, tapi Marinka dan Adrian melarang, Edellyn tak enak jika harus kekeuh ingin pergi, itu sebabnya gadis itu menurut saja dan terus berharap semoga besok dia tidak akan di pecat oleh managernya.

Berbeda dengan Edellyn, saat ini Adrian tengah mengepalkan kedua tangannya di bawah meja, giginya bergemelatuk rapat menahan amarah.

Anak itu ... Kenapa Emerald selalu membuatnya malu di hadapan Marinka, apalagi perkataan Marinka yang mengatakan jika dia gagal mendidik anak membuat Adrian merasa tertohok. Bahkan saat pertama kali mengenal anak tirinya Edellyn, dia sudah sangat merasa nyaman karena sifatnya yang penurut dan sangat ramah.

Sifat Emerald pagi ini seakan memberi penegasan padanya jika saat ini gadis itu tengah menentang dirinya, menentang pernikahannya.

Adrian menghela napas berat, sedari tadi makanan sudah tersedia di atas meja namun sampai sekarang mereka sama sekali belum mencicipinya, itu karena mereka masih menunggu kedatangan Emerald yang sampai sekarang masih belum juga datang. Merasa tak enak, Adrian mengalihkan pandang pada Marinka dan Edellyn.

"Maaf, sepertinya putriku masih belum bangun. Kalian makanlah terlebih dahulu, aku akan membangunkan Emerald." Adrian berdiri dari duduknya, menimbulkan decitan kecil dari kursi yang bergeser.

"Tidak apa, Pa, kami akan menunggumu saja." Edellyn yang merasa tak enak pun menyahut sedangkan Marinka terus diam dan menatap hidangan di hadapannya.

Adrian tau jika saat ini Marinka sudah lapar karena terlalu lama menunggu. "Kalian duluan saja, tidak apa-apa. Aku hanya sebentar," jelas Adrian sebelum benar-benar berlalu pergi dari sana.

Adrian mengetuk pintu kamar Emerald dengan sedikit kasar. "Emerald!" panggil Adrian dengan nada tinggi. Sudah beberapa kali ia mengetuk pintu dan membangunkan gadis itu namun sampai sekarang Emerald masih belum juga terbangun.

Adrian berdecak, menghadapi Emerald benar-benar membuatnya emosi. Dengan kasar pria itu segera membuka pintu kamar. Ia melihat Emerald yang masih tertidur pulas di atas ranjang, tanpa kata Adrian segera mendekat dan langsung membangunkan gadis itu.

"Emerald! Bangun!" Tangannya merasa hangat saat menyentuh kulit Emerald, suhu tubuhnya sedikit naik namun Adrian tidak peduli. Pria itu malah terus mengguncang tubuh Emerald agar gadis itu terbangun.

Tak lama mata yang sedari tadi terpejam itu akhirnya terbuka, mata Emerald benar-benar sangat berat sekali namun dia memaksa bangun karena tubuhnya yang sedari tadi di guncang oleh Adrian.

"Bangun!" Adrian membentak, menepuk-nepuk keras pipinya. Emerald dengan cepat terduduk, meringis kecil ketika merasakan sudut bibirnya mendadak nyeri karena tanpa sengaja Adrian malah menepuknya.

Wajahnya pucat, mata berat dan pandangan berkunang-kunang karena kekurangan tidur, Emerald pun menatap Adrian yang saat ini tengah menatapnya tajam.

"Ada apa?" tanya Emerald masih dengan mata terpejam. Penyiksaannya benar-benar menyakitkan Minggu ini dan puncaknya adalah hari ini.

"Bangun, basuh wajahmu dan segera bergabung di meja makan. Kami sedari tadi menunggumu di bawah, jangan menentang kali ini dan bersikaplah dengan sopan. Jangan membuatku semakin marah."

Setelah mengucapkan kalimat itu Adrian pun segera berlalu dari sana, keluar dari dalam kamar dan menutup pintu dengan kuat hingga menimbulkan suara dentuman yang cukup nyaring, dia benar-benar pusing menghadapi tingkah laku Emerald.

Emerald memijat pelipisnya yang mendadak sakit, dia masih butuh waktu tidur. Ingin rasanya ia membalas Adrian, namun sekarang dia tidak memiliki tenaga untuk melawan selain menurut. Cukup lama duduk dan berdiam diri di atas ranjang, Emerald pun segera turun dan membersihkan diri sebelum bergabung di meja makan.

Meski telah mandi dan memoleskan sedikit make up di wajahnya namun itu sama sekali tidak bisa menutupi wajah Emerald yang benar-benar kacau hingga tak sanggup di jelaskan, lebih singkatnya wajahnya sekarang sudah mirip dengan zombie. Emerald berusaha tak peduli, wanita itu segera keluar dari dalam kamar untuk bergabung di meja makan.

Ia terdiam menatap seorang gadis yang sangat familiar di hadapannya, namun dia tidak bisa melihat dengan jelas karena gadis itu dalam posisi memungginya. Emerald berjalan semakin mendekati meja makan dengan tatapan yang terus tertuju pada gadis itu.

Namun bariton suara Adrian membuat fokus Emerald jadi hilang, gadis itu segera mengalihkan pandang menatap ayahnya yang saat ini tengah menatapnya dengan tatapan tajam.

"Baru datang?" Adrian bergumam sinis, melirik jam di pergelangan tangannya, "Kami sudah menunggumu hampir satu jam," lanjutnya lagi.

Emerald sama sekali tidak menyahut, sudah terlalu terbiasa dengan sikap Adrian selama beberapa Minggu ini, meski sekarang bisa di katakan sangat parah. Bahkan sekarang ayahnya benar-benar sangat mirip dengan monster yang terus menggeram marah setiap melihatnya.

Emerald mendudukan diri di antara mereka dengan berusaha menjadi jarak, termasuk menjaga jarak di dekat ayahnya.

Sebelum mengambil makanannya, Emerald terus-menerus menatap Edellyn yang sedari tadi terus menunduk menatap hidangan makanan di bawahnya.

Namun ketika menyadari kehadiran seseorang Edellyn perlahan mengangkat wajah, mata keduanya bertemu.

Raut wajah Edellyn menunjukkan keterkejutan luar biasa begitu juga dengan Emerald yang langsung menunjukkan raut kerasnya.

Emerald menggertakkan gigi menahan amarah, dia mengenal Edellyn seorang karyawan yang beberapa Minggu lalu membuatnya hampir mati karena alergi. Sial! Sial! Sial!

Ya Tuhan! Ini yang terburuk dari segala yang terburuk.

Emerald benar-benar tidak sudi satu rumah dengan karyawan bodoh ini! Apalagi kini mereka sudah berstatus sebagai kakak dan adik tiri.

"Kak E-merald?" tanya Edellyn ragu, akhirnya membuka pembicaraan setelah sedari tadi terdiam dan beradu pandang dengan Emerald. Edellyn yang sopan kini memanggil Emerald dengan embel-embel kakak.

Berbeda dengan Edellyn, Emerald malah membalas perkataan Edellyn dengan mata melotot tajam seolah memberi gadis itu peringatan agar tidak memanggilnya dengan panggilan seperti itu.

Emerald benar-benar tak sudi mendengar sebutan Edellyn untuknya.

Godaan Gadis Liar 21+Onde histórias criam vida. Descubra agora