Chapter 4: Irascible Cute Wormy

22 8 25
                                    

Ketika benang-benang putih sudah menyelubungi Eylam, Shervin, dan Dykuma sepenuhnya, seekor laba-laba sebesar rumah muncul dari salah satu gua di antara bebatuan besar. Berkas benang di mulutnya tersambung dengan tiga kepompong yang mengurung tiga siswa asrama Argine tersebut. Di belakang induk laba-laba yang memancarkan aura kegelapan, beberapa laba-laba yang lebih kecil mengikuti.

Sadar akan bahaya yang mengintai, satu penyihir dan dua animaginya berusaha melepaskan diri. Akan tetapi, benang yang melilit mereka malah terasa semakin kuat. Ruang gerak mereka pun semakin sempit. Dengan kondisi yang tidak menguntungkan, Dykuma menggunakan bakat Shadow Step dan lenyap ke dalam bayangan.

Tidak lama kemudian, dia muncul dari bayangan di bawah induk Galeodes dengan memegang Asegh. Sebelum monster itu menyadari kalau satu mangsanya sudah lolos, dia melompat ke atas punggung makhluk buas tersebut. Menggunakan Asegh yang sudah berwarna hitam dan dibubuhi racun, dia menghujamkan sepasang jarumnya ke mata laba-laba raksasa itu. Induk Galeodes pun menjerit hingga gema suaranya membuat telinga Dykuma mendengung.

Benang yang tadinya keluar dari mulut makhluk itu langsung terputus. Karena ikatan kepompong melonggar, Eylam berhasil mengoyak kepompong yang mengekangnya menggunakan jari-jari berlapiskan mana elemen logam. Setelah itu, dia juga membebaskan Shervin, kemudian lari dengan cepat.

Karena Eylam berhasil kabur, Dykuma mencabut Asegh. Dia segera menggunakan Shadow Step lagi sebelum Galeodes-Galeodes kecil berhasil menjangkaunya dengan menaiki induk mereka. Tiga detik kemudian, dia muncul di tempat yang lebih jauh, di dekat Sentient Box yang tersembunyi di balik semak.

Badannya gemetar saat keluar dari bayangan. Berbeda dengan Shadow Veil yang mana dia hanya bersembunyi, Shadow Step melebur dirinya menjadi bayangan itu sendiri. Energi yang dibutuhkan tidak kecil sehingga dia menghabiskan seluruh energinya setelah menggunakannya dua kali.

Ketika Eylam dan Shervin sampai, Dykuma sudah berubah menjadi Horned Viper yang tergeletak di atas panasnya batu. Dengan hati-hati, pemuda itu membawa animagi ularnya ke dalam jubah. Dalam kondisi setengah sadar, Dykuma melilit lengan kiri Eylam lalu menjatuhkan kepalanya di pundak sahabatnya itu.

"Ayo pergi!" ucap Shervin yang sudah menyiapkan Sentient Box. Benda itu sudah berubah menjadi sofa berkaki baja, siap untuk menjauh dari tempat berbahaya itu. Setelah Eylam bersama Dykuma naik, Shervin mengendalikan alat magicnologinya untuk segera melaju ke arah selatan.

Di tengah perjalanan, Shervin merasa kepalanya pening dan pemandangan sekitar membuatnya kesal. Jengkel dengan Death Desert, dia melirik ke samping. Yang menarik perhatiannya adalah Dykuma berwujud ular yang sedang mengeluarkan kepalanya dari jubah Eylam. Mata kuning animagi itu berkedip lelah tetapi dia menolak untuk tidur.

"Setiap melihat bentukmu ini, aku prihatin. Kamu terlihat mungil dan jinak," sindir Shervin pada Dykuma yang tidak punya wujud raksasa seperti anggota Klan Sabbah yang lain. Karena itu, animagi Horned Viper itu sering diremehkan meski racunnya sangat paten.

"Kalau masalah bertampang jinak, bukannya kamu sendiri terlihat imut? Gimana kalau kamu berkaca sedikit?" Dykuma mendesis.

Melihat dua animaginya kelelahan dan mulai bertengkar, Eylam mengusap kepala Dykuma dengan tangan kanan dan menyentuh dagu Shervin dengan tangan kiri. "Kalian perlu istirahat," katanya pelan.

Diperlakukan seperti itu, Shervin mengeong sembari memasuki jubah Eylam. Dia mengambil tempat di pangkuan penyihir itu kemudian tidur. Dykuma yang melilit lengan sahabatnya juga tidak kuasa menahan kelelahan dan menutup mata.

***

Dengan bekal makanan yang cukup untuk perjalanan lebih lama, satu penyihir dan dua animaginya kembali menyusuri gurun menuju lokasi kartu Jack. Selama seminggu, mereka menjelajahi area berpasir dan membasmi monster yang kebetulan ditemui. Semakin dekat dengan lokasi, udara semakin mendidih dan badai pasir makin sering timbul. Rasa haus tidak bisa mereka obati sedangkan tubuh mereka makin sulit bertahan dari panasnya pasir di bawah kaki mereka.

Crimson Under SunsetWhere stories live. Discover now