Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen. Komen yang banyak ya. Kalau bisa, komen juga di paragraf-paragrafnya. Terima kasih.
____________________________________________Setelah dari ruangan Arfan, Ares segera melangkahkan kakinya ke asrama putra untuk mengistirahatkan diri, karena memang ia tidur bersama para santriwan di salah satu asrama tersebut.
Jam masih menunjukkan pukul 2 siang, jadi Ares mempergunakan waktu itu untuk tidur siang.
Akan tetapi, tatkala ia melewati masjid yang terletak di dalam Pondok Pesantren Nurul Huda, ia mendengar suara seseorang tengah membaca Al-Qur'an di dalam sana. Suaranya terdengar sangat merdu. Tentu saja Ares penasaran akan pemilik suara indah tersebut.
"Saya nggak pernah denger ada yang ngaji semerdu ini," gumam Ares. Entah siapa yang membisiki telinganya sehingga ia memiliki niatan untuk melihat siapa yang membaca Al-Qur'an di dalam.
Dengan langkah pasti, Ares mulai masuk ke dalam masjid, ternyata orang yang sedang mengaji adalah perempuan yang ia tabrak beberapa menit lalu.
Saat pertama kali melihatnya saja Ares merasa tertarik, apalagi saat ia melihat perempuan itu sedang mengaji. Hatinya benar-benar terasa tenang.
Namun sesaat kemudian ia tersadar bahwa apa yang ia lakukan sekarang salah. "Astaghfirullahal'adzim, saya nggak boleh ngeliat perempuan yang bukan mahram saya kayak gini. Ini akan menimbulkan dosa." Sebelum ada orang lain yang melihat, Ares segera keluar dari masjid menuju asrama putra.
Sesampainya di sana, ia duduk di depan asrama tersebut sambil melamunkan sesuatu. Ada banyak hal yang mengganggu pikirannya. Bukan saja mengenai masalah keluarga yang mengharuskan ia keluar dari Pondok Pesantren Nurul Huda lalu menjadi Direktur Utama di perusahaan besar, melainkan mengenai perempuan bercadar yang baru hari ini ia lihat namun ia merasa tertarik akan perangainya.
"Di saung tadi saya ngeliat kamu lagi ngelamun, pas di sini saya ngeliat kamu lagi ngelamun juga? Masalahmu sebesar apa si, Res?" Khalif yang tadinya hendak ke ruang keamanan mengurungkan niat tersebut tatkala tanpa sengaja ia melihat Ares melamun di depan asrama putra. Tak biasanya Ares seperti ini.
Ares memang orang yang dingin, cuek, dan tak banyak tersenyum. Akan tetapi biasanya dia tak pernah berdiam diri serta melamun. Tentu saja perubahan Ares membuat Khalif kebingungan.
Khalif duduk di samping Ares lantas menepuk bahu lelaki itu seraya kembali berucap, "Kalau ada masalah cerita."
Mendengar perkataan Khalif barusan, Ares pun mengambil napas dalam-dalam dan mengembuskannya secara kasar. "Saya bingung, Lif."
Kedua alis Khalif saling bertaut heran. "Bingung kenapa?"
"Papa saya nyuruh saya jadi Direktur Utama di perusahaannya, jadi saya harus keluar dari Pondok Pesantren ini. Jujur, saya merasa berat karena saya sudah terlanjur nyaman menjadi abdi ndalem," papar Ares, ia menolehkan pandangan ke samping, tepat ke arah Khalif. "Saya harus gimana?"
"Menurut saya, sebaiknya kamu turutin kemauan papa kamu, Res. Bagaimanapun kamu adalah anaknya, kamu yang dipercaya olehnya untuk mengurus perusahaan itu. Masalah nyaman atau enggaknya kamu menjadi Direktur Utama, jalani aja dulu. Kita nggak akan pernah tau ke depannya bakal gimana." Sebagai teman, Khalif hanya menyarankan apa yang seharusnya Ares lakukan. Ia tidak bermaksud menyuruh Ares untuk keluar dari Pondok Pesantren Nurul Huda.
"Begitu ya?" Tampaknya Ares masih ragu. Entahlah, ia merasa tak pantas menjadi Direktur Utama di perusahaan sang papa. Terlebih, ia tak terlalu dekat dengan papanya itu.
"Iya, kalau kamu masih ragu sebaiknya ceritakan semua masalahmu pada Abah, saya yakin Abah mempunyai solusinya," ucap Khalif. "Saya mau ke ruang keamanan, ada beberapa santri yang melanggar peraturan. Kamu mau ikut saya atau nggak buat ngasih takziran alias hukuman ke mereka?"

YOU ARE READING
Imam untuk Haura (New Version)
General Fiction(Sekuel Dianggap Sang Pendosa) | Bisa dibaca terpisah Pertemanan yang seharusnya berjalan dengan baik harus terputus karena seorang Ning dari Pondok Pesantren Nurul Huda tidak diperbolehkan menjalin pertemanan dengan lelaki yang bukan mahram. Sehing...