17. Rencana Kedua

8.1K 653 414
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak juga di chapter ini. Vote dan komen ya. Komen yang banyak. Kalau bisa, komen di setiap paragraf. Terima kasih.

Happy Reading💜
_____________________________________________

Hari ini Ares tidak masuk ke kantor karena perutnya masih terasa sakit walau ia sudah ke Dokter bersama Haura, sekarang dirinya tengah terbaring di atas tempat tidur dan berharap rasa sakitnya berangsur menghilang.

Tak berselang lama, datanglah Haura dengan membawa nampan berisi makanan serta obat-obatan. Ares yang mengetahui hal tersebut langsung mengubah posisinya menjadi duduk.

"Makan dulu, habis itu diminum obatnya," ujar Haura, ia menaruh nampan di atas meja samping tempat tidur.

Saat Haura hendak pergi, dengan cepat Ares menggenggam tangannya. "Mau ke mana?"

"Nonton TV," jawab Haura agak ketus.

"Emangnya nonton TV lebih penting daripada ngurusin suami?" Ares menatap Haura begitu lekat seakan ia ingin memberitahu Haura bahwa ia sangat membutuhkan perempuan itu.

Haura mengambil napas dalam-dalam lalu mengembuskannya secara kasar. "Sekarang aku balik tanya, emangnya satu wanita di hidup kamu aja nggak cukup ya sampai-sampai harus selingkuh sama sekretaris kamu sendiri?"

Skakmat, Ares terdiam seribu bahasa mendengar perkataan Haura barusan. Entah kenapa perempuan ini selalu mempunyai kalimat yang dapat membalas perkataannya.

"Nggak usah bahas itu bisa?" Jujur, Ares malas membahas mengenai perselingkuhan, toh dirinya berselingkuh karena ingin membalaskan dendamnya dengan cara membuat hidup Haura menderita, bukan karena benar-benar mencintai Novia.

"Ya udah." Haura melangkah pergi begitu saja keluar dari kamar Ares tanpa mengatakan sepatah kata pun lagi. Ia rasa dirinya sudah cukup mengurusi Ares, dari mulai mengantarkan Ares ke Dokter sampai memasak dan menyiapkan obat untuk lelaki itu, jadi apalagi yang harus diurusi. Makan tinggal makan, minum obat pun tinggal minum karena Haura sudah menyiapkan semuanya.

Sontak Ares yang melihatnya menghela napas panjang. "Harusnya duduk di sini, temenin saya sekalian suapin saya juga, saya kan lagi sakit," gumamnya.

****

Hari-hari berlalu, kini Ares sudah sehat kembali, ia beraktivitas seperti biasa. Sudah satu minggu ia tak ke kantor, tentu saja banyak pekerjaan yang belum ia selesaikan.

Tiba-tiba seorang perempuan yang tak lain adalah Novia masuk tanpa mengetuk pintu ruangan Ares terlebih dulu. Dilihat dari raut wajahnya, Ares tahu Novia akan mengomel lantaran dirinya tak membalas pesan ataupun telpon dari perempuan itu.

"Sakit apa kamu sampai seminggu nggak ke kantor? Kenapa nggak ngabarin aku? Kamu tau nggak si, Mas, aku khawatir. Aku takut kamu kenapa-napa," ucap Novia.

"Sakit biasa doang." Jawaban Ares terkesan singkat yang berhasil membuat Novia kesal. Ares kembali fokus ke layar komputer tanpa mengindahkan Novia di depannya.

"Cuma gitu jawaban kamu?" Jeda beberapa detik. "Kamu berubah, Mas." Sungguh ia tak percaya sikap Ares akan berubah seperti ini.

"Udah mulai cinta ya sama istri kamu yang serba tertutup itu?" Untuk menghalau rasa penasarannya, alhasil Novia bertanya demikian.

Tatkala mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Novia barusan, Ares segera melayangkan tatapan dingin ke arah Novia. "Di jam kerja jangan bahas hal yang nggak penting. Kerjaan saya banyak, bukan cuma ngeladenin semua pertanyaan kamu yang nggak penting itu!"

"Tapi ini penting menurut aku, Mas!" Suara Novia semakin keras.

"Mau saya pecat?" tanya Ares. Nada suaranya tak tinggi namun mampu membuat Novia menunduk ketakutan.

Imam untuk Haura (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang